MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH LEMBAGA DAN JALUR PENDIDIKAN ISALM


LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM[1]
Oleh: Kelompok 5[2]
A.    Pendahuluan
Segala puji dan syukur mari kita ucapkan kehadiran Allah SWT, berkat dan hidayah dan rahmad-Nya kami dapat menyusun makalah kami ini yang berjudul “Lembaga Pendidikan Islam”.
Sholawat serta salam tidak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di hari kemudian. Lembaga pendidikan merupakan salah satu sistem yang memungkinkan langsungnya pendidikan secara berkelanjutan dalam rangka mencapai tujuan. Penulis makalah mengucapkan terima kasih kepada semua pihak baik dosen pengampuh maupun peserta diskusi lainnya, yang telah memberikan saran dan kritik untuk makalah kami ini, sehingga nanti penulis makalah bisa mamperbaiki makalah kami ini. 
Adanya kelembagaan dalam masyarakat, dalam rangka proses kebudayaan ummat merupakan tugas dan tanggung jawab bidang cultural dan edutatif terhadap peserta didik dan masyarakat yang semakin besar. Tanggung jawab lembaga pendidikan tersebut dalam rangka jenisnya menurut pandangan Islam adalah erat kaitannya dengan usaha menyukseskan misi sebagai seorang Muslim.
Lembaga pendidikan Islam merupakan hasil pemikiran yang dicetuskan oleh kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang di dasari, di gerakkan dan dikembangkan oleh jiwa Islam (Al-Qur’an dan As-Sunnah) lembaga pendidikan Islam secara keseluruhan, bukanlah sesuatu yang datang dari luar, melainkan dalam pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai hubungan erat dengan kehidupan ummat Islam secara umum.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi memperbaiki makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

B.    Pengertian Lembaga Pendidikan
Dalam bahasa Inggiris, kata lembaga biasanya digunakan sebagai terjemah dari kata Institutional, dan selanjutnya menjadi kata institunionalisasi atau instrtusionalization yang berarti perlembagaan.[3]
Secara etimologi, lembaga pendidikan adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberikan bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan sesuatu penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha.[4]
Secara terminologi dari kutipan Rahmayulis, bahwa lembaga pendidikan adalah sesuatu sistem peraturan yang bersifat abstrak. Suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode, norma-norma, ideologi-ideologi dan sebagainya, baik tertulis atau tidak, termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik kelompok manusia yang terdiri dari individu-individu yang berbentuk dengan sengaja atau tidak, untuk mencapai tujuan tertentu dan tempat-tempat kelompok yang melaksanakan peraturan-perturan tersebut adalah: mesjid, sekolah, kuttab, dan sebagainya.[5]
Sedangkan yang dimaksud dengan lembaga pendidikan Islam menurut Hasbullah adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan. Kelembagaan pendidikan Islam merupakan subsistem dari masyarakat tanpa bersikap demikian, lembaga pendidikan Islam dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan kultural.Kesenjangan ini adalah salah satu sumber konplik antara pendidik dan masyrakat dari sinilah timbul krisis pendidikan yang intenssisnya berbeda-beda menurut tingkat taraf dan kebutuhan perkembangan masyarakat tanpa bersikap demikian lembaga pendidikan.[6]
Lembaga pendidikan bukanlah lembaga baku, akan tetapi fleksibel berkembang dan menurut kehendak waktu dan tempat. Hal ini sering dengan luasnya daerah Islam yang membawa dampak pada pertumbuhan jumlah penduduk Islam dan adanya keinginan untuk memperoleh aktifitas belajar yang memadai dengan semakin berkembangnya pemikiran tentang pendidik maka didirikan berbagai macam lembaga pendidikan Islam yang terarah.[7]
Lembaga pendidkan Islam dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidkan itu suatu wadah atau  tempat yang berlangsung proses pendidikan. Islam  yang mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan pesarana dan juga pengertian yang abstrk, dengan adanya norma-norma dan peraturan-peraturaan  tertentu, seerta  penanggung jawab pendidikan itu  sendiri.[8]

C.    Macam-macam Lembaga Pendidikan Islam
Di dalam Al- Qur’an dan Hadist secara eksplisik tidak di sebutkan secara khusus mengenai lembaga pendidikan, sekolah atau madrasah.Yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadist yaitu nama-nama tempat yang baik yang selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan pendidikan Islam dalam arti yang seluas-luasnya, seperti rumah, mesjid, dan majlis,sebagai mana yang tercantum dalam Al-Qur’an (Q.S.Ali Imran: 3: 159).


$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ    
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya".[9]
1.     Rumah (al-bait)
Dalam bahasa Indonesia, rumah diartikan sebagi bangunan tempat tinggal, bangunan pada umumnya seperti gedung dan sebagainya dan dipakai juga arti kiasan dan berbagai kata majmuk. Dalam bahasa Arab rumah  terjemahan dari kata bata,yabitu baytan, yang artinya bermalam atau menginap.
Adapun rumah yang pertama kali digunakan sebagai tempat belajar yaitu rumah al-Arqam  (Dar al-Arqam). Ditempat itulah yang pertama kali kaum Muslim dan Rasullullah SAW berkumpul untuk belajar hukum-hukum dan dasar-dasar agama Islam.[10]
Fungsi rumah sebagai tempat pendidikan sesungguhnya dapat dilihat dari dua aspek dengan penjelasannya sebagai berikut.Pertama, dari segi pendidikan formal, yaitu pendidikan yang dilakukan oleh kedua orang tua terhadap putra-putrinya. Pendidikan di rumah ini ditekankan pembinaan watak, karakter, kepribadian, dan keterampilan dalam mengerjakan pekerjaan atau tugas keseharian yang biasa terjadi di rumah tangga. Bagi anak laki-laki misalnya dibiasakan mengerjakan tugas-tugas yang mengembala ternak, memperbaiki rumah, dan sebagainnya. Kedua, dari segi pendidikan nonformal, yaitu pendidikan yang dilakukan di rumah bentuk mencari materi pengajaran, guru, metode pengajaran, dan lainnya tidak dibakukan secara formal. Pendidikan nonformal yang dilakukan dirumah ini misalnnya pendidikan yang berkaitan dengan penanaman akidah, bimbingan membaca dan menghafal Al-Qur`an, peraktek ibadah, prakter akhlak mulia. Pendidikan nonformal di rumah ini masih terus berlanjut hingga saat ini. Baik di pedesaan maupun di daerah pinggiran perkotaan.


2.     Masjid dan suffah
Dalam bahasa Indonesia, mesjid diartikan rumah tempat bersembayang bagi orang Islam. Di dalam bahasa Inggiris, kata Masjid merupakan terjemahan dari kata Mosque.
Di dalam Al-Qur’an kosa kata Masjid disebut sebanyak delapan belas kali dan dihubungkan dengan berbagai hal dan kegiatan. Di antaranya ada kosa kata Masjid yang dihubungkan dengan Masjidil Haram sebanyak 14 kali, yang di dalamnya terdapat Kabbah di Mekkah (lihat Qs. Al- Baqorah (2) :144, 149, 150, 191, 196, 217 : al-Maidah al-Hajj (22) dan al- Fath (48) : 25), dan adapula kosa kata Masjid yang dihubungkan dengan Masjid yang pertama (9: 108), dan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka meninggikan kalimat dan syair Islam (QS. AL- Taubah (9) : 18).[11]
Diantaranya pada pada surah (Q.S. Al-Baqorah (2: 144).
ôs% 3ttR |==s)s? y7Îgô_ur Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ( y7¨YuŠÏj9uqãYn=sù \'s#ö7Ï% $yg9|Êös? 4 ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# 4 ß]øŠymur $tB óOçFZä. (#q9uqsù öNä3ydqã_ãr ¼çntôÜx© 3 ¨bÎ)ur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# tbqßJn=÷èus9 çm¯Rr& ,ysø9$# `ÏB öNÎgÎn/§ 3 $tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÍÍÈ 


“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”.[12]
Dalam perkembangan selanjutnya Masjid berperan sebagai lembaga pendidikan Islam, dan kerenanya Masjid dapat dikatakan sebagai madrasah yang berukuran besar pada masa permulaan sejarah Islam dan masa-masa selanjutnya merupakan tempat menghimpun kekuatan ummat Islam baik dari segi fisik maupun mentalnya. Berdasarkan catatan sejarah Islam, bahwa Masjid yang pertama dibangun Nabi adalah Masjid al- Taqwa di Quba pada jarak perjalan kurang lebih 2 mil kota Madinah ketika Nabi berhijrah dari Makkah.
Selanjutnya Rasulullah membangun ruangna di sebelah utara Masjid Madinah dan Masjid al- Haram yang disebut al-suffah untuk tempat tinggal orang-orang fakir miskin yang tekun mempelajari ilmu, mereka dikenal sebagai ahli suffah.[13]
Dalam bahasa Indonesia, rumah diartikan sebagi bangunan tempat tinggal, bangunan pada umumnya seperti gedung dan sebagainya dan dipakai juga arti kiasan dan berbagai kata majmuk. Dalam bahasa arab rumah  terjemahan dari kata bata,yabitu baytan, yang artinya bermalam atau menginap.
Adapun rumah yang pertama kali digunakan sebagai tempat belajar yaitu rumah al-Arqam  (Dar al-Arqam). Ditempat itulah yang pertama kali kaum Muslim dan Rasullullah SAW berkumpul untuk belajar hukum-hukum dan dasar-dasar agama Islam.[14]
Fungsi rumah sebagai tempat pendidikan sesungguhnya dapat dilihat dari dua aspek dengan penjelasannya sebagai berikut. Pertama, dari segi pendidikan formal, yaitu pendidikan yang dilakukan oleh kedua orang tua terhadap putra-putrinya.Pendidikan di rumah ini ditekankan pembinaan watak, karakter, kepribadian, dan keterampilan dalam mengerjakan pekerjaan atau tugas keseharian yang biasa terjadi di rumah tangga. Bagi anak laki-laki misalnya dibiasakan mengerjakan tugas-tugas yang mengembala ternak, memperbaiki rumah, dan sebagainnya. Kedua, dari segi pendidikan nonformal, yaitu pendidikan yang dilakukan di rumah bentuk mencari materi pengajaran, guru, metode pengajaran, dan lainnya tidak dibakukan secara formal. Pendidikan nonformal yang dilakukan dirumah ini misalnnya pendidikan yang berkaitan dengan penanaman akidah, bimbingan membaca dan menghafal Al-Qur’an, peraktek ibadah, prakter akhlak mulia. Pendidikan nonformal di rumah ini masih terus berlanjut hingga saat ini. Baik di pedesaan maupun di daerah pinggiran perkotaan.
3.     Al- Kuttab, Surau, dan TPA
Munculnya lembaga pendidikan al-Kuttab dan dapat ditelusuri sampai pada zaman Rasulullah SAW, Al- Kuttab pernah memainkan peranan yang cukup besar dalam bidang pendidikan, khususnya pada permulaan sejarah Islam, ketika Nabi SAW memerintahkan para tawanan perang badar yang dapat menulis dan membaca untuk mengajar sepuluh anak Madinah.
Menurut sejarah Islam, orang pertama dari penduduk Mekkah yang belajar menulis adalah Sufyan bin Umayyah bin Abdus Syamsi dan Abi Qois bin Abdi Manaf bin Zahla bin Kilab, dan yang mengajarkannya kepada kedua orang ini adalah Basyar bib Abdul Malik yang pernah belajar menulis dari penduduk Tlirah. Setilah itu pengajarkan membaca dan menulis tersebar ke seluruh penjuru Jazirah Arabin.
Selanjutnya di antara guru al-Kuttab ada yang kreatif dalam menciptakan metode yang menyerupai metode komprensif sebagai standar pengajaran membaca dan menulisnya, yang mana metode ini paling baru dipakai dalam mengajar anak-anak yang baru mulai belajar membaca dan menulis. Disamping itu, ada pula guru yang mengajar metode yang menghubungkan bahan-bahan pengajaran antara satu dan yang lainnya.[15]
Keterangan tersebut diatas selain menunjukkan keberadaan al- Kuttab di tengah-tengah masyarakat, juga memperhatikan bahwa al- Kuttab adalah lembaga pendidikan awal yang tergolong inovatif, kreatif, dinamis. Dikatakan inovatif,  kerena masing-masing al-Kuttab dapat mengembangkan dan meningkatkan berbagai aspek komponemnya. Di katakana kreatif, karena masing-masing al- Kuttab dapat melahirkan inovasi dan kreasi-kreasi baru serta saling lomba-lomba. Dinamakan dinamis, karena keberadaan al-Kuttab selain setiap mengalami pertahanan jumlahnya, juga dapat melakukan berbagai tambahan-tambahan baru ke dalam berbagai komponen yang dibutuhkan.
4.  Madrasah
Madrasah adalah isim masdar dari kata “darasa” yang berarti sekolah atau tempat belajar. Dalam perkembangan selanjutnya, madrasah sering dipahami sebagai lembaga pendidikan yang berbasis keagamaan. Adapun sering dipahami sebagi lembaga pendidikan yang berbasis pada ilmu pengetahuan pada umumnya.
      Madrasah sebagi lembaga pendidikan merupakan fenomena yang merata diseluruh Negara, baik pada Negara-negara Islam maupun Negara lainnya yang di dalamnya terdapat komunitas masyarakat Islam.
    Selain itu, keberadaan madrasah di timur tengah juga muncul sebagia akibat dari semakin berkembang dan luasnya ilmu-ilmu agama Islam yang dalam proses transisinya kepada para pelajar sudah membutuhkan pengelolaan yang lebih lengkap dan dipersispkan secara khusus.
Berdasarkan catatan singkat tersebut dapat dikemukakan beberapa hal yang melatar belakangi lahirnya madrasah di timur tengah sebagai berikut. Pertama, madrasah lahir sejalan dengan menyikatnya bidang kajian ilmu agama Islam yang tidak mungkin lagi diajarkan di masjid. Selain mengganggu fungsi agama mesjid sebagi tempat ibadah sholat, juga tidak mungkin lagi tertampung oleh sarana prasaran yng terdapat di mesjid.[16]
      Keberadaan madrasah di timur tengah atau di Indonesia, melainkan juga dibeberapa Negara yang pernah dikuasai Islam, atau Negara-negara yang ada di dalamnya terdapat komunitas Islam. Dibeberapa Negara seperti di Mesir, Iran, Irak, Turki, India, Malaysia, Brunei Darussalam, dan lainnya terdapat madrasah mulai tingkat Iibtidaiyah sampai Aliyah.
      Muncul pula sektor pekerjaan baru dibidang penulisan-penulisan naskah buku, karena demikian besarnya minat masyarakat untuk mengoleksi dan membawa buku tersebut namun karena tidak semua masyarakat dapat membeli buku, maka mereka membuat penjelasan dari penulis buku. Untuk menjelaskan ceramah tentang buku. Kegiatan ini perkembangan selanjutnya menyebabkan toko buku menjadi semacam lembaga pendidikan alternatif.
      Tentang peranan buku sebagi tempat kegiatan belajar mengajar sudah ada sejak zaman klasik Islam.[17]Pada zaman Arab jahiliyah terdapat sejumlah pasar, yang diantaranya tokoh-tokoh yang ada dipasar dijadikan tempat menjual buku pada zaman Islam. Disetiap kota terdapat sejumlah terdapat toko buku, demikian pula di Mesir pada zaman Bani Thalibin dan Bani Ikhsid terdapat terdapat sebuah toko buku yang besar yang terkadang di namakan sebagai tempat menjual buku dan terkadang sebagai tempat melakukan diskusi, seminar dan kegiatan ilmiyah lainnya. Sementara Al- maqriziy menceritakan bahwa di sejumlah toko buku terdapat sejumlah penulis buku yang menceritakan tentang buku yang ditulisnya. Para penjual buku di tokoh-tokoh tersebut tidak mengharapkan keuntungan ekonomi semata melainkan juga mengharapkan terjadinya kemajuan dibidang kebudayaan dan pradaban memungkinkan terjadinya aktifitas membaca menganalisis, dan mengumpulkannya para ulama, pendidikan dan penyair di tokoh-tokoh buku tersebut. Dalam kaitan ini tercatat sejumlah tokoh buku yang berhasil mendatangkan para penulis yang mashur dan cemerlang Al-nahdim.
5.   Al- Marista
         Al- Marista dikenal sebagai lembaga ilmiyah yang paling penting sebagai tempat penyambungan dan pengobatan pada zaman keemasan Islam para dokter mengajarkan ilmu kedokteran dan meraka mengadakan studi dan penelitiaan secara menyeluruh antara dokter yang terkenal kemampuan dan kemashurannya di dunia Islam di Negara Barat yaitu Muhammad bib Zakariyah Al- Rozi. Ia percaya memimpin maristan di Baqdad pada masa kholifah 1 kumtafa pada tahun 311 H.
         Pendidikan dan pelatiha calon dokter yang diselenggarakan di Maristan tergolong maju pada zamanya, ketika mendidik muridnya dengan cara menbagi peserta didik calon dokter dedalam beberapa kelompok:
a.      Para mahasiswa ditugaskan pada mereka lalu memberikan obat-obat yang telah ditentukan.
b.     Bertugas mendiskusikan masalah yang actual yang timbul.
c.      Bertugas menyelesaikan permasalah yang belum dapat dipecahkan oleh kelompok pertama dan yang kedua.[18]
       Di dalam kelompok yang tiga ini seorang dosen pembimbing memberikan arahan tentang sisetem observasi yang benar bagi mahasiswanya dalam kegiatan studinya. Di dalam marista itu di pelajari ilmu kedokteran secara ilmiyah dan praktek amaliyah yang kemudian yang tersebar keseluruh dunia Islam di timur tengah dan sebalah barat. Dengan adanya maristan ini menunjukkan bahwa kemajuan masyarakat yang hebat dan modern telah terjadi di dunia Islam. Maristan telah memperkenalkan sebuah metode kajian dan penelitian bidang kedokteran yang tergolong modern pada masanya karena selain melibatkan kelompok-kelompok kecil pada penelitian juga telah mengunakan pasien-pasien sebagi objek penelitian secara langsung sebaliknya istilah diperkenankan kembali dalam rangka membangun kembali kejayaan Islam dalam bidang kedokteran.




6.   Al-Qushus (Istana)
Istana tempat kediaman Kholifah, Raja, Sultan, dan keluarganya berfungsi sebagai pusat pengendalian pemerintahan. Juga digunakan sebagai tempat bagi berlangsung kegiatan pendidikan bagi para putra kholifah, raja, suktan tersebut.maka pelajaran yang diberikan kepada putra-putri raja saja tersebut berkenaan dengan ilmu pengetahuan, peradaban, bahasa sastra, keterampilan berpidato, sejarah kehidupan orang-orang para pahlawan dan orang-orang yang sukses serta keterampilan. Maka pelajaran tersebut diberikan dalam rangka menyiapkan mereka agar mereka benar-benar menjadi seorang pemimpin yang berwawasan pengetahuan yang luas, kepribadian dan akhlak mulia, setelah dirasakan cukup memproleh pendidikan dasar diistan, maka para putra dan raja tersebut dapat memperdalam ilmunya dengan mengikuti kelompok studi (halaqah) yang ada dimasjid atau madrasah.
Karena demikian pentingnya pendidikan istana, maka para raja ikut serta memberikan pengarahan dan pengawasan. Dalam sebuah riwayat pernah menceritakan, bahwa Abd Al- Malik bin Marwan pernah meminta kepada guru anaknya, agar memberikan perhatian sebagai mana ornag tuanya sendiri, agar mengajarkan dan menanamkan sikap jujur sebagaimana yang diajarkan Al-Qur’an, menjauhkan perbuatan dusta yang dapat merugikan manusia, menyediakan senda gura, menghindari perbuatan yang menimbulkan kerusakan. Dijauhkan dan perasaan membenci, memerintahkan agar merawat barang-barang, cara meminum yang benar, dan jika melakukan hal-hal yang bersipat pribadi agar tidak dilihat oleh para siswa.
Seiring dengan perkembanganya industri pabrik kertas perkembangan ilmu pengetahuan baik agama maupun umum. Pada zaman klasik Islam, maka kebutuhan untuk mendokumentasikan ilmu-ilmu tersebut juga berkembang pesat karena demikian besarnya penghargaan pemerintahan yang masyarakat terhadap para penulis buku, maka penulis pembukuan mengalami peningkatan yang luar biasa setiap buku yang ditulis oleh seseorang ulama.[19]
7.   Al- Maktabat (perpustakaan)
Kaum muslimin dizaman klasik terhadap pendidikan, bukan hanya membangun gudeng-gedung sekolah, malainkan juga disertai dengan membangun perpustakaan menurut Al-Maqrizi buku atau perpustakaan dengan 100.000 buah buku. Perpustakaan didirikan dengan maksud menyebarluaskan ilmu dikalangan orang-orang yang kurang mampu dan haus dengan ilmu pengetahuan, sehingga ia merupakan suatu institute agama, sastra dan ilmiyah. Beberapa hartawan ada yang mendirikan perpustakaan umum yang cukup lengkap dan mereka membolehkan para siswa untuk mengambil mamfaat, membaca, bahkan mendapatkan secara gratis.
8.     Al-Shalunat Al- Adabiyah (sanggar sastra).[20]
Secara harfiyah dapat diartikan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pertunjukan pembacaan dan pengkajian sastra, atau sebagi sanggar atau budaya, seperti taman Ismail Marzuki di Jakarta. Sanggar sastra ini mulai tumbuh pada zaman pemerintahan bani Umaiyah, kemudian semakin berkembang dan diperkaya pada zaman bani Abbas. Selain itu sanggar sastra pada mulanya merupakan perkembangan dari balai pertemuan para Khalifah; para Khalifah dalam Islam banyak brurusan dengan aktifitas keduniaan dalam hubungannya dengan urusan keagamaan, atas dasar ini, maka dipndang perlu adanya persyaratan ilmiah yang memungkinkan bagi berlangsungnya kegiatan ijtihat dalam pengambilan keputusan.
Dalam perkembangan selanjutnya majelis al- ilmi yang dikembangkan oleh Khulafaul-Rasyidin tersebut berkaitan dengan upanya memajukan peradaban dan upanya penyebarluaskan Ilmu pengetahuan. Namun disamping itu terdapat sejumlah perbedaan yang spesifik antara mejelis Al-Ilmi dan sanggar sastar.
Pada majelis Al-Ilmi setiap orang memiliki kebebasan yang penuh untuk berkumpul di masjid atau meninggalkannya kapan saja, sesuai dengan tujuannya. Ditempat itu, seorang Khalifah dipangil dengan sebutan atau gelar yang orisional, seperti:”Yaa Amir al-Mu’minin”. Seorang Khalifah duduk diatas sajadah dengan keadaan tawadlu, atau diatas tikar, dan terkadang duduk di atas lantai.
Adapun sanggar sastra terkadang dilengkapi dengan peraturan yang berkenaan dengan orang yang hadir, yang terdiri dari orang-orang yang tertentu dan para tamu asing yang ditentukan oleh Khalifah, yang antara lain terdiri dari para pejabat tinggi yang mengabdi pada kekuasaan. Dengan demikian, sanggar sastra tersebut dibangun sedemikian rupa. Para ahli sastra seperti Ibn Abd, Rabbih, Al-Muqrih, dan Al-Maqriziy pernah diundang kesanggar sastra. Dengan demikian, sanggar sastra tidak dapat dikunjungi oleh setiap orang yang menghendaki, melainkan diperuntukkan bagi orang-orang dari lapisan masyarakat tertentu.  [21]
9.     Al-Badiyah
Al-Badiyah secara harfiyah dapat diartikan sebagai tempat mengajarkan bahasa Arab asli. Yakni bahasa Arab yang belum tercampur oleh pengaruh berbagai dialek bahasa asing. Ditempatkan ini berbagai warisan budaya Arab pada zaman jahiliyah, seperti puisi, syair, dan khotbah diajarkan. Dalam sejarah dicatat, bahwa pada zaman awal Islam, bahasa Arab masihb fasihatan saliman, yakni jelas dan belum terkontaminasi, namun ketika orang-oarang Arab berintraksi dengan komunitasi lainnya. Seperti dalam perdangangan, menyebabkan timbulnya sedikit perubahan pada dialek dan intonasi diantaranya.
Sehingga bahasa Arab yang asli hampir saja hilang, dalam sebuah riwayat diceritakan dihadapan Rasulullah SAW, maka Rasulullah berkata, “ajari temanmu itu berbahasa Arab yang benar” kerena teman mu itu keliru.[22]

D.    Sifat dan Karakter Lembaga Pendidikan Islam
Berdasarkan data dan informasi sebagaimana tersebut, dapat di kemukakan beberapa sifat dan karakter lembaga pendidikan Islam sebagai berikut:
Pertama, lembaga pendidikan Islam bersifat holistik, terdidiri dari lembaga pendidikan informal, nonformal, dan formal. Bentuk pendidikan dapat diwakili oleh rumah, lembaga pendidikan nonforml dari masjid, sedangkan yang bersifat formal adalah Madrasah.
Kedua, lembaga pendidikan Islam bersifat dinamis dan inivatif, dinamakan dinamis, karena lembaga pendidikan Islam tidak terdapat pada satu bentuk saja, melainkan mengambil berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan ilmu dan keterampilan yang ingin dikembangkan. Dan dikatakan inovatif, karena lembaga pendidikan Islam selalu mengalami perubahan dan pengembangan yang tidak ada contok atau model sebelumnya.
Ketiga, lembaga pendidikan Islam bersifat resposif dan fleksibel, yakni senantiasa menyesuaikan diri atau tanggung jawab terhadap kebutuhan masyarakat, lembaga pendidikan Islam telah membuktikan salah satu sifat pendidikan Islam yang menerapkan prinsip belajar seumur hidup, dan belajar dimana saja.
Keempat, lembaga pendidikan Islam bersifat terbuka, yakni dapat diakses atau diigunakan untuk seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai latar belakang keahlian, status sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya.
Kelima, lembaga pendidikan Islam berbasis pada masyarakat. Hal ini selain lembaga pendidikan Islam tersebut dapat digunakan seluruh masyarakat.Juga karena dibangun dan diadakan oleh seluruh masyarakat.
Keenam, lembaga pendidikan Islam religious. Hal ini terjadi semata-mata hanya mengaharapkan keridhaan Allah SWT.[23]

E.    Tugas Lembaga Pendidikan Islam
1.     Tugas Keluarga
Orang tua dituntut untuk menjadi pendidik yang memberikan pendidikan atau pengetahuan pada anak-anaknya yang memberikan sikaf serta keterampilan yang memadai, pemimpin keluarga yang ideal, bertanggung jawab dalam kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Tugas diatas wajib melaksanakan oleh orang tua berdasarkan nash-nash Al-Qur’an , diantaranya:

a)     firman Allah SWT surah (QS.At-Tahrim:66: 6).
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ   
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim: 66: 6).[24]
b)     Firman Allah SWT surah (Q.S An-Nisa: 4: 9).
!$# öq|·÷uø9ur šúïÏ%©s9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ 
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.(Q.S. An-Nisa: 4: 9).[25]
Di samping itu, mesjid itu berfungsi sebagai markas pendidikan. Disitulah manusia di didik supaya memegang teguh keutamaan cinta kepada ilmu pengetahuan, mempunyai kesadaran sosial, serta menyadari hak dan kewajiban mereka dalam Negara Islam yang didirikan berguna marealisasikan ketaatan kepada Allah SWT. Pengajaran baca tulis sebagai gerakan pemberantasan buta huruf dimulai dari masjid Rasulullah SAW.
2.     Tugas Pesantren
Dari tujuan pesantren seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Faisal, dapat dilihat tugas yang di embun pesantren adalah sebagi berikut:

a)     Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah (Q.S At-Taubah: 9: 122).
* $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ  
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(Q.S At-Taubah: 9: 122).[26]

b)     Mendidik muslim yang dapat melaksanakan syariat agama. Lulusan pesantren, walaupun mereka tidak sampai ketingkat ulama, mereka yang harus mempunyai kempuan melaksanakan syari’at agama secara nyata dalam rangka mengisi, membina, dan menyembangkan suatu peradaban dalam perspektif Islami.
c)     Mendidik agar objek memiliki kempuan dasar yang relavan dengan bentuknya masyarakat yang beragama, selain dari itu dari kedua kelompok di atas, kenyataan membuktikan bahwa setiap kelompok masyarakat dalam bentuk kultur dan peradaban apapun, ada sekelompok manusia terakhir ini yang tidak memiliki komitmen (keterkaitan yang erat) dengan nilai-nilai dan cita-cita yang relavan dengan agama.

3.     Tugas Sekolah (Madrasah)
Sekolah (madrasah)sebagai lembaga pendidikan Islam harus mengembangkan tugas sebagai berikut:
a)     Merealisasikan pendidikan yang didasarkan atas dasar prinsip piker, akidah, dan tasyri’ yang di arahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Bentuk realisasi itu adalah agar peserta didik beribada, mentauhidkan Allah SWT, tunduk dan patuh atas perintah dan syari’atnya.
b)     Memelihara fitrah peserta didik sebagai insan yang mulia, agar ia tidak menyimpang dari tujuan Allah SWT menciptakan.
c)     Memberikan kepada peserta didik seperangkat peradaban dan kebudayaan Islami, dengan cara mengintegrasi antara ilmu alami, ilmu sosial, ilmu ekstra dengan landasan ilmu agama.
d)     Membersihkan pikiran dan jiwa peserta didik dari pengaruh subjektivitas (emosi) karena pengaruh zaman dewasa ini lebih mengaruh pada penyimpanan fitrah manusia.
e)     Memberikan wawasan nilai dan moral serta peradaban manusia yang membawa khazanah pemikiran peserta didik menjadi berkembang.
f)      Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antara peserta didik.
g)     Tugas mengkordinasikan dan membenahin kegiatan pendidikan lembaga-lembaga pendidikan keluarga, masjid, dan pesantren mempunyai tujuan pendidikan, madrasah hadir untuk melengkapi dan membenahi kegiatan pendidikan yang berlangsung.
h)     Menyempurnakan tugas-tugas pendidikan keluarga, masjid dan juga pesantren.[27]
4.     Tugas Lembaga Pendidikan Masyarakat
Tugas masjid pada masa permulaan Islam, masjid merupakan fungsi yang sangat agung. Dahulu, berfungsi sebagai pangkalan angkatan perang gerakan merdeka, pembebasan ummat dari penyembahan terhadap manusia, berhala, agar mereka beribadah kepada Allah SWT semata.

F.     Jalur Lembaga Pendidikan Islam
Tanggung jawab kependidikan merupak salah satu tugas wajib yang harus dilaksanakan, karena tugas ini satu dari beberapa instrument masyarakat dan bangsa dalam upaya dalam mengembangkan manusia sebagai Kholifah di bumi. Tanggung jawab ini dapat dilaksanakan secara individu dan kolektif. Secara individu dilaksanakan oleh orang tua dan kolektif kerja sama seluruh anggota keluarga, masyarakat dan pemerintah.[28]
Bentuk-bentuk lembaga pendidikan ada tiga yaitu: informal  (keluarga), formal (sekolah), dan non formal (masyarakat). Sistem pendidikan dijelaskan bahwa suatu pendidikan adalah pada jalur formal, non formal, dan in formal, pada setiap jenjang pendidikan.[29]
1.   Lembaga Pendidkan Informal
Sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal (keluarga) adalah pendidikan yang tidak terstruktur yang berkenaan dengan pengalaman sehari-hari yang tidak berencana dengan pengalaman. Namun pendidikan informal ini tetap memberiakan pengaruh kuat terhadap pembentukan pribadi seseorang.
Dalam Islam keluarga dikenal dengan istilah Usrah, dan Nasb.Keluarga juga dapat diperoleh lewat persusunan dan kemerdekaan. Pentingnya serta keutamaan keluarga sebagia lembaga pendidikan Islam disyariatkan dalam Al-Qur’an: (Q.S. Al- Tahrim: 66:  6).
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.[30]


Hal ini juga dipraktekkan Nabi dalam Sunnah-Nya. diantaranya yang dahulu beriman dan masuk Islam adalah anggota keluarga, yaitu: Khadijah, Abi bin Abi Thalib, dan Zid bin Harisah.
Keluarga merupakan orang pertama, dimana sifat pribadinya akan tumbuh dan berbentuk, seorang akan menjadi warga masyarakat yang baik, tergantuk pada sifatnya yang tumbuh dalam kehidupan keluarga, di mana anak dibesarkan.

2.   Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah/Madrasah)
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati memberikan pengertian tentang lembaga pendidikan sekolah, yaitu dalam pendidikan tersebut diadakan di tempat tertentu, teratur, sistimatis, mempunyai perpanjangan dan dalam kurun waktu tertentu, berlangsu mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.[31]
Lembaga pendidikan Islam mengelompokkan lembaga pendidikan yang kegiatannya yang diselenggarakan dengan sengaja, berencana, sistematis, dalam rangka membantu anak dalam mengembangkan potensinya agar mampu menjalankan tugs sebagai Kholifah Allah di muka bumi. Sedang madrasahkan sebagai lembaga pendidikan formal, lembaga pendidikan Islam di Indonesia adalah sebagai berikut:
a)     Raudhatul Athfal atau Busnatul athfal atau nama lain yang disesuaikan dengan organisasi pendidirinya.
b)     Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau sekolah dasar Islam (SDI)
c)     Madrasah Tsanawiyah (MTS) Sekolah menengah pertama Islam (SMPI) atau nama-nama lain yang setingkat dengan pendidikan ini.
d)     Perguruan tinggi antara lain sekolah tinggi agama Islam (STAIN) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Universitas Islam Negeri (UIN) atau lembaga sejenis milik yayasan atau organisasi ke Islaman seperti sekolah tinggi, universitas atau institut swasta milik organisasi atau yayasan tertentu.
3.       Lembaga Pendidikan Non Formal (Masyarakat
Lembaga pendidikan non formal adalah lembaga pendidikan yang mengatur tapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat.
Abu Ahmadi mengartikan lembaga pendidikan non formal kepada semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertip dan berencana diluar kegiatan lembaga sekolah (lembaga pendidikan non formal).[32]
Masyarakat merupakan kumpulan individu atau kelompok yang terikat oleh kesatuan bangsa, Negara, kebudayaan dan agama.Setiap masyarakat, memiliki cita-cita yang mewujudkan melalui peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu.
Berpijak pada tanggung jawab masyarakat diatas, lahirlah lembaga pendidikan Islam yang dapat dikelompokkan delam jenis ini adalah:
a)     Mesjid, Mushallah, Surau.
b)     Madrasah Diniyah yang tidak mengikuti ketetapan resmi
c)     Majlis Ta’lim Taman Pendidikan Al-Qur’an, Taman Pendidikan Seni Al- Qur’an, wirid remaja/ dewasa.
d)     Kursus-kursus keIslaman
e)     Badan Pembinaan Rohani
f)      Badan-badan Konsultasi Keagamaan
g)     Musabaqoh Tilawah Al-Qu’an.[33]

G.   Kesimpulan
a.       Lembaga pendidikan adalah sesuatu sistem peraturan yang bersifat abstrak. Suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode, norma-norma, ideologi-ideologi dan sebagainya, baik tertulis atau tidak, termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik kelompok manusia yang terdiri dari individu-individu yang berbentuk dengan sengaja atau tidak, untuk mencapai tujuan tertentu dan tempat-tempat kelompok yang melaksanakan peraturan-perturan tersebut adalah: mesjid, sekolah, kuttab, dan sebagainya.
b.     Lembaga pendidikan adalah sesuatu sistem peraturan yang bersifat abstrak. Suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode, norma-norma, ideologi-ideologi dan sebagainya, baik tertulis atau tidak, termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik kelompok manusia yang terdiri dari individu-individu yang berbentuk dengan sengaja atau tidak, untuk mencapai tujuan tertentu dan tempat-tempat kelompok yang melaksanakan peraturan-perturan tersebut adalah: mesjid, sekolah, kuttab, dan sebagainya.
c.       Di dalam Al- Qur’an dan Hadist secara eksplisik tidak di sebutkan secara khusus mengenai lembaga pendidikan, sekolah atau madrasah.Yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadist yaitu nama-nama tempat yang baik yang selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan pendidikan Islam dalam arti yang seluas-luasnya, seperti Rumah (al-Bait), Masjid dan Suffah, Al-Kuttab, Surau, dan TPA, Madrasah, Al-Maristan, Al-Qushus, Al- maktabat (perpustakaan),Al-shalunat Al- Adabiyah (sanggar sastra),Al-Badiyah.
d.     Lembaga pendidikan Islam bersifat resposif dan fleksibel, yakni senantiasa menyesuaikan diri atau tanggung jawab terhadap kebutuhan masyarakat, lembaga pendidikan Islam telah membuktikan salah satu sifat pendidikan Islam yang menerapkan prinsip belajar seumur hidup, dan belajar dimana saja.
e.      Orang tua dituntut untuk menjadi pendidik yang memberikan pendidikan atau pengetahuan pada anak-anaknya yang memberikan sikaf serta keterampilan yang memadai, pemimpin kelurga yang ideal, bertanggung jawab dalam kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
f.      Bentuk-bentuk lembaga pendidikan ada tiga yaitu: informal  (keluarga), formal (sekolah), dan non formal (masyarakat). Sistem pendidikan dijelaskan bahwa suatu pendidikan adalah pada jalur formal, non formal, dan in formal, pada setiap jenjang pendidikan.

H.    Daftar Kepustakaan
Ahmadi Abu, 1991, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Pt. Rineka Cipta.
Ahmadi Abu, Uhbiyati, 1991, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Pt. Rineka Cipta.
Al ‘Ali- Jumanatul, 2004, Al- Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Depag RI.
Ali Muhammad Daut, 1995, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada.
Derajad Zakiah, 1996, Ilmu pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Daryanto, 1990, Kamus Lembaga Bahasa Indonesia, Badai Pustaka.
Fatimah Mushaf, 2002, AL-Quran dan Terjamahnya, Jakarta Depag RI.
Ghazalba sidi, 1983, Islam Perubahan Sosio Budaya Kajian Islam Tentang Masyarakat,  Jakarta: Pustaka Al- Husna.

Hafid, 2019, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan, Bandung: Alfabeta.
Hasbullah, 2019, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Pt. Raja Grapindo Persada.
……….., 2002, Kafital Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grapindo.
Langgulung Hasan, 1998,  Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke 21, Jakarta Pusta Al- Husna
Nata Abuddin, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Fajar Interpramata Optset.
Ramayulis, 2002, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Radur Jawa.






[1] Ditulis oleh kelompok enam ruangan tiga dalam rangka diskusi  mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam, dipresentasiakan pada tanggal 23 Arpil 2019, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institute Agama Islam Negeri Padangsidimpuan.
[2] Atas Nama:
1.      Sari Gantina Daulay  1720100217
2.      Muhibbah                   1720100005
3.      Nurmiaty                     1720100182
4.      Siti Al Maidah            1720100185
5.      Nur Maida                   1720100129

[3] Daryanto, Kamus Lengkap Indonesia, ,(Badai Pustaka, 1990), hlm. 367.
[4] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Fajar Interpratama Ofset, 2010), hlm.277.
[5] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Radar Jaya, 2002), hlm. 314.
[6] Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1996), hlm. 38.
  [7]Ibid.,hlm. 45.     
[8] Sidi  Ghazalba, Islam dan Perubahan Sosio Budaya Kajian Islam Tentang  Perubahan Masyarakat, (Jakarta:Pustaka Al-Husna,1983), Hlm.109
[9] Mushaf Fatimah, Al-Qur’an dan Terjemahnya, , (Jakarta: Depag RI, 2002), hlm. 71.
[10] Ramayulis, Op. Cit,.hlm, 190.                                                                                                  
[11] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2009), hlm. 50.
[12] Mushaf Fatimah, Op. Cit. hlm. 22.
[13]Ibid., hlm.57.
[14] Ramayulis, Op. Cit, hlm, 190.                                                                                                     
               [15]Hasan langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke.21, (Jakarta: Pustaka Al- Husna, 1998), hlm. 96.
[16]Ibid., hlm. 200.
[17] Abuddin Nata, Op. Cit, hlm. 214-216.
[18]Ibid., hlm. 215.
[19] Hasan Langgulung, op cit. hlm. 145.
[20]Ibid., hlm. 123.
[21] Abu Ahmad, Ilmu Pendidikan, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1991),hlm. 164.
[22]Ibid., hlm. 173.
[23] Abuddin Nata, Op. Cit, hlm, 214.
[24]Al- Jumanatul ‘Ali, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 2004), hlm. 560.
[25]Ibid., hlm.78.
[26] Al- Jumanatul ‘Ali. Op. Cit. hlm.98.
[27] Abu Ahmadi, Op. Cit, hlm. 162.
[28]Al-Qabisy dan Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 39.
[29] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2009), hlm. 11.
[30] Al-Jumanatul ‘Ali, Op. Cit, hlm. 560.
[31] Abu Ahmadi, dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 314.
[32] Abu Ahmadi,,op. cit. hlm,64
[33] Rahmayulis, op cit. hlm, 322

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL