MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG KEADILAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an  merupakan kitab selengkap-lengkapnya. Ia mengandung seluruh aspek kehidupan baik tentang dunia ataupun akhirat. Dari satu ayat al-Qur’an dapat ditarik beberapa hal bahkan seseorang dengan orang lain berbeda pendapat dalam menafsirkan dan menyimpulkan maksud yang terkandung dalam ayat tersebut. Perbedaan pendapat dalam menafsirkan dan menyimpulkan ayat sudah menjadi tradisi dan merupakan rahmat bagi manusia. Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menerangkan tentang keadilan dan lain sebagainya.
Allah menciptakan manusia dalam berbagai sifat dan pribadi. Antara satu orang dengan orang lain tentu saja itu tidak sama. Keadilan dapat dimaknai sebagai perbuatan yang sesuai dengan norma-norma atau aturan-aturan yang berlaku. Atau dapatjuga diartikaan sebagai menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsinya atau sesuai dengan kebutuhannya. Keadilan harus menjadi pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan. Dengan demikian tidak ada pihak yang merasa dirugikan dengan tindakan aatau keputusaan yang telah diambil dan ditetapkan. Siapa yang berlaaku adil maka sesungguhnya ia telah berakhlak dengan salah satu akhlak Allah SWT.
 Berikut dalam makalah ini akan dibahas tentang tafsir ayat-ayat yang berkenaan dengan keadilan.

B.    Rumusan Masalah
1.     Bagaimana tafsiran Q.S. an-Nisa 58?
2.     Bagaimana tafsiran Q.S. al-Ma’idah ayat 42?
3.     Bagaimana tafsiran Q.S. an-Nisa ayat 3?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tafsir Ayat-Ayat Tentang Keadilan Q.S. An-Nisa ayat 58
 ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ 
1.     Terjemahan:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (Q.S An-Nisa : 58)[1]

2.     Mufrodat Pilihan

Nä.ããBù'tƒ
dia menyuruh
#rŠxsè?
Menyampaikan
$­KÏèÏR
Sebaik-baiknya

#qßJä3øtrB
Kamu menetapkan hukum
/ä3ÝàÏètƒ
Dia member pelajaran kepadamu
$JèÏÿxœ
Maha mendengar

3.     Makna Ijmali/Global
Amanat ialah segala sesuatu yang dipercayakan, termasuk di dalamnya segala apa yang dipercayaakan kepada seseorang, baik harta maupun ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Imam Al-Gazali menerangkan bahwa amanat itu dibagi menjadi 5:
a.      Amanat ilmu
b.     Amanat kehakiman peradilan, hendaklah menghukum dengan adil.
c.      Amanat Tuhan bagi hambanya, seperi tubuhnya, panca indra, akal, agama dan lain sebagainya. Semua itu merupakan amanat Allah bagi kita semua, yang mesti dipelihara dengan sebaik-baiknya.
d.     Amanat sesame manusia, baik berupa harta maupun berbentuk rahasia yang dipercayakan kepada kita. Maka wajib bagi kita untuk menjaga rahasia yang dipercayakan kepadaa kita dengan sebaik-baiknya. Dan haram membukanya atau menceritakannya kepada orang lain tanpa izin dari yang mengamanatkan. Termasuk juga keadilan pemerintah sebagai suatu amanat yang harus benar-benar dijaganya dengan sebaik-baiknya. Begitu juga dengan para ulama, sarjana yang harus menjaga ilmu yang diamanatkan Allah kepadanya dengan baik dan jangan menyembunyikannya, dan hendaklah menerangkan hukum atau apa yang diminta dari mereka itu.
e.      Amanat manusia kepada dirinya sendiri, cara memelihara amanat yang ke lima ini yaitu dengan mengutamakan kebaikan kepa dirinya dan menjaga dirinya itu dari hal-hal yang dapat membahayakannya.[2]
Yang dimaksud dengan adil dalam firman Allah “hukumlah dengan adil” ialah, dengan hukum yang berdasarkan al-Qur’an dan Hadis, karena hukum yang berdasarkan pemikiran semata-mata bukanlah hukum yang sah. Kalau tidak terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis maka boleh menghukum dengan jalan ijtihad hakim yang mengetahui dengan baik tentang hukum Allah dan Rasulnya.[3]
4.     Asbabun Nuzul Q.S An-Nisa:58
Dalam satu riwayat dikatakan bahwa setelah fathul Makkah(pembebasan Makkah), Rasulullah SAW, memanggil Usman Bin Thalhah untuk meminta kunci Ka’bah. Ketika Usman datang menghadap Nabi untuk menyerahkan kunci itu, berdirilah al-Abbas seraya berkata: ya Rasulullah, demi Allah serahkan kunci itu kepadaku, saya akan merangkap jabatan tersebut dengan jabatan siqayah (urusan pengairan). Usman menatik kembali tangannya,maka Rasulullah bersabda: “berikanlah kunci itu kepadaku, wahai Usman! Usman berkata: “inilah dia amanat dari Allah.” Maka berdirilah Rasulullah untuk membuka ka’bah kemudian keluar thawaf di Baitulla. Lalu turunlah Jibril membawa perintah supaya kunci itu diserahkan kembali kepada Usman, Rasulullah melaksanakan perintah itu sambil membaca ayat ini (Q.S An- Nisa: 58)[4]

Dalam riwayat lain berkenaan dengan Usman bin Thalhah bin Abduddar yang bertugas mengurus ka’bah ketika Rasulullah memasuki Makkah saat makkah ditaklukkan, Usman menutp pintu Makkah dan naik ke atap, enggan menyerahkan pintu ka’bah kepada Rasulullah, lalu Ali bin Abi Thalib merebutnya dan membuka pintu ka’bah Rasulullah, masuk dan melakukan shalat dua rokaat di dalaam ka’bah. Saat keluaar Abbas meminta agar kunci ka’bah diberikan kepadanya, dan mengumpulkan para pengurus ka’bah. Kemudian turun ayat, “sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikaan amanat kepada yang berhak menerimanya”
Lalu Rasulullah SAW memerintahkan Ali agar mengembalikan kunci ka’bah kepada Usman dan meminta maaf kepadanya. [5]

5.     Kandungan Hukum dalam Q.S An-Nisa: 58
Dalam ayat ini dijelaskan yang paling menonjol dalam beramal adalah menyampaikan amanat dan menetapkan perkara diantara manusia dengan cara yang adil. Allah memerintahkan kedua amal tersebut. Khusus untuk ayat ini para mufasir banyak mengaitkannya dengan masalah pemeerintahan atau urusan Negara. [6]
6.     Kesimpulan Q.S An-Nisa: 58
Ayat ini berbicara mengenai perintah menyampaikan amanat pada yang berhak dan juga perintah agar bersifat adil dalam menentukan keputusan. Jadi kita sebagai ummat Muslim haruslah dapat menjalankan apa yang diperintahkan dalam ayat ini, apabila kita melanggarnya maka kita akan termasuk dalam golongan orang-orang yang berdosa dan hukuman bagi yang berdosa adalah neraka. Jadi kita tidak boleh menganggap remeh kedua hal ini karena dampak dari hal ini sangatlah berbahaya apabila kita melanggarnya.[7]
B.    Tafsir Ayat-Ayat Tentang  Keadilan Q.S Al-Ma’idah: 42
šcqã軣Jy É>És3ù=Ï9 tbqè=»ž2r& ÏMós¡=Ï9 4 bÎ*sù x8râä!$y_ Nä3÷n$$sù öNæhuZ÷t/ ÷rr& óÚ͏ôãr& öNåk÷]tã ( bÎ)ur óÚ̍÷èè? óOßg÷Ytã `n=sù x8rŽÛØo $\«øx© ( ÷bÎ)ur |MôJs3ym Nä3÷n$$sù NæhuZ÷t/ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÍËÈ  
1.     Terjemahan:
 mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (Q.S Al-Ma’idah: 42)[8]

2.      Mufrodat Pilihan
šcqã軣Jy
Orang-orang yang suka mendengarkan
8rŽÛØo
Mereka memudharatkan
Mós¡=Ï9
Bagi yang haram
|MôJs3ym
Kamu memutuskan
Nä3÷n$$sù
Maka putuskanlah
Ýó¡É)ø9$$Î/
Dengan adil

3.     Makna Ijmali/Global
Mereka orang-orang yang gemar mendengar berita-berita bohong dan banyak memakan yang haram seperti uang suap(maka jika mereka datang kepadamu) untuk meminta sesuatu keputusan (maka putuskanlah diantara mereka atau berpalinglah dari mereka). Pilihan diantara alternative ini dihapus /dinasakh dengan firman-Nya “maka putuskanlah diantara mereka”. Oleh sebab itu jika mereka mengadukan hal itu kepada kita wajiblah kita memberikan keputusan yang terkuat diantara kedua pendapat Syafi’i. dan sekiranya mereka mengadukan perkara itu bersama orang Islam, maka hukum memutuskan itu wajib secara ijma. (jika mereka berpaling daripadamu sekali-kali tidak akan memberikan mudarat kepadamu sedikitpun juga. Dan jika kamu memutuskan) perkara diantara mereka (maka putuskanlah diantara mereka dengan adil) tidak berat sebelah. (sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil dalam member keputusan dan akan member mereka pahala).[9]
4.     Asbabun Nuzul Q.S Al-Ma’idah: 42
Padaa suatu ketika ada laki-laki dari bani Fadik menulis surat kepada para pembesar orang-orang Yahudi di Madinah untuk meminta penjelasan hukum tentang orang byang melakukan perzinaan terhadap Rasulullah SAW. Apabila Muhammad memutuskan hukum uhhtuk dijilit, maka kami akan menerima ketentuan itu. Namun jika memerintahkan untuk dirajam, maka tidak perlu diterima ketentuan tersebut. Orang-orang yahudi mengajukan pertanyaan tersebut kepada Rasulullah SAW, dan beliau memberikan jawaban agar dirajam sehingga orang-orang yahudi tersebut tidak dapat menerima keputusan tersebut. Peristiwa ini melatarbelakangi ayat ke 42 yang dengan tegas memerintahkan agar hukum-hukum dari Allah ditegakkan sebagaimana mestinya, yang pelaksanaannya harus penuh keadilan dan kebijaksanaan.[10]
Munasabah Ayat:
Jika kita perhatikan dengan seksama antara Q.S An-Nisa ayat 58 dan Q.S Al-Maidah ayat 42 ini saling berkaitan. Hal ini terlihat dari firman Allah “Apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil” dan juga  dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah perkara itu diantara mereka dengan adil”[11]
5.     Kandungan Hukum yang Terkandung dalam Q.S Al-Maidah ayat 42
Dari pembahasan diatas ada beberapa petunjuk yang dapat kita ambil darinya:
a.      Memutus perkara itu harus bersipat adil, sebab jika tidak demikian maka neraka yang akan dimasukinya. Yang dimaksud dengan adil adalah memutuskan perkara sesuai pada proposisinya.
b.     Seorang hakim tidak diperbolehkan menolak perkara yang diajukan kepadanya meskipun yang mengajukan adalah seorang Islam.
c.      Ada beberapa kriteria untuk menetapkan bahwa hakim itu adalah seorang yang adil. Diantaranya, yaitu:
1)     Hakim tidak memutuskan perkara tidak dalam keadaan marah.
2)     Hakim mendengarkan kedua belah pihak, hakim memutuskan suatu perkara berdasarkan keterangan kedua belah pihak.
3)     Hakim tidak menerima suap dari salah satu dari kedua belah pihak yang berperkara atau bersengketa.[12]
6.     Kesimpulan Q.S Al-Maidah ayat 42
Adapun yang dapat ditarik dari ayat ini yaitu tentang penjelasan perilaku buruk ahlul kitab seperti suka mendengar kebohongan, makan riba(perolehan dari tambahan pinjaman) dan hal-hal yang diharamkan lainnya. Terhadap mereka, Allah menyuruh Nabi Muhammad SAW untuk memilih memutuskan perkara diantara mereka jika mereka  datang kepadanya, atau meninggalkan mereka karna meninggalkan mereka itu tidak akan bermudharat sedikitpun kepada Rasulullah SAW. Namun jika Rasulullah memilih memutuskan perkara diantara mereka, maka keputusan hukumnya harus seadil mungkin, karna Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil. [13]
C.    Tafsir Ayat-Ayat Tentang Keadilan Q.S. An-Nisa ayat 3
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ  
1.     Terjemahan
 Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.[14]
2.     Mufrodat Pilihan

LäêøÿÅz
Kamu takut

#qäÜÅ¡ø)è?
Kamu berlaku adil
>$sÛ
Baik atau senangi

#qßsÅ3R$$sù
Maka nikahilah
Ms3n=tB
Kamu miliki

(#qä9qãès?
Kamu berbuat aniaya



3.     Makna Ijmali/Global
Didalam Al-Qur’an, ter-term al-’adl dengan berbagai bentuk dan turunannya disebut sebanyak 31 kaliarti pokok dari kata al-‘adl mengandung dua makna yang berlawanan, yaitu pertama makna istiwa’ (lurus) dan kedua makna I’wijaj (bengkok). Jumhur ulama sepakat hukum menikahi lebih dari satu orang istri adalah boleh. Namun menurut Al-Maraghi, kebolehan yang dimaksud adalah kebolehan yang sangat sempit ibarat pintu darurat yang teramat sempit. Rasyid ridho menambahkan bahwa poligami merupakan salah satu darurat diantara sekian darurat bagi yang sangat membutuhkannya dengan syarat ada keyakinan akan mampu berlaku adil dan yakin tidak akan berbuat aniaya. [15]
Al-Maraghi mengatakan bahwa kebahagiaan yang hakiki dalam rumah tangga adalah apabila seorang suami memiliki seorang istri, dan inilah puncak kesempurnaan dari kebahagiaan hidup yang dicari, dipelihara dan diidamkan oleh manusia.
Islam membolehkan poligami dengan syarat mampu berlaku adil terhadap para istri. Kebolehan itu adalah pada kondidi-kondisi sebagai berikut:
a.      Seorang laki-laki yang hendak berpoligami menikahi wanita tua karena laki-laki tersebut tidak menginginkan anak.
b.     Usia istrinya sudah tua dan rentan sementara suaminya memiliki kebutuhan biologis, dan ia mampu member nakah kepada istri keduanya beserta anak-anak mereka yang banyak sekaligus pendidikaan mereka.
c.      Suami memandang bahwa seorang istri tidak mampu menjaga, memelihara dan melayaninya karena dorongan kebutuhannya yang kuat kepada wanita, atau istrinya memiliki masa haid yang panjang sampai beberapa bulan, sehingga ia berada pada dua pilihan: poligami atau zina yang notaben bertentangan dengan agama, harta dan kesehatan.
d.     Rasio perbandingan laki-laki dan perempuan tidak seimbang, seperti keaadaan akibat perang.[16]
4.     Asbabun Nuzul Q.S An-Nisa ayat 3
Ayat ini turun di Madinah setelah perang uhud. Sebagaimana diketahui akibat kecerobohan dan ketidak disiplinan kaum muslim dalam perang tersebut mengakibatkan kekalahan di kubu Islam. Banyak perajurit Islam yang gugur dimedan perang uhud tersebut. Dampak lebih jauh adalah jumlah janda dan anak-anak yatim yang kondisinya miskin, namun tidak sedikit diantara mereka yang memiliki harta karena mewarisi peninggalan orangtua mereka.[17]
 Pada kondisi yang disebutkan terakhir ini, sering muncul niat yang tidak baik dari para wali sehingga muncul kecurangan dan ketidak adilan dalam pengelolaan harta dan pemeliharaan mereka. Khusus bagi yatim perempuan, banyak wali yang mengawini mereka. Adapun sebab turunnya surah An-Nisa 3 adalah sebagai berikut:
a.      Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Nasa’i Baihaki dan yang lain bahwa urwah ibnu Zubair bertanya kepada istri nabi, Aisyah Ummul Mu’minin tentang ayat ini, yang artinya:
“Kemudian Aisyah menjawab wahai keponakanku, perempuan yatim ini berada dibawah pemeliharaan walinya, ia mengelola harta perempuan ini dan hartanya bercampur dengan harta wali, lantas ia mengagumi harta dan kecantikan perempuan ini dan bermaksud menikahinya namun tidak member mahar yang sesuai ia tidak memberikan mahar sebagaiman yng biasa, maka oranglain mencegahnya dan menyuruhnya untuk menikahi wanita lain yang mereka senangi baik dua, tiga, atau empat.
b.     Sya’id bin Jabir, qatadha, al rabi’i dhahak dan al suddy mengatakan bahwa mereka memelihara harta anak-anak yatim, dans enag terhadap perempuan dan menikahi perempuan-peremouan yang mereka senangi, terkadang mereka berbuat adil tetapi pada saat yang lain mereka memperlakukan istri mereka dengan tidak adil. Ketika mereka bertanya tentang perempuan-perempuaan yatim turunlah surah An-Nisa ayat 2 dan 3
c.      Syu’bah meriwayatkan dari Simak dari Ikrimah, ia berkata seorang laki-laki memiliki perempuan yatim, dan  bukan yatim, ia mengelola harta pribadinya dan perempuan yang yatim tersebut, maka turunlah surah An-Nisa tersebut.[18]
5.     Kandungan Hukum yang Terkandung dalam Q.S An-Nisa ayat 3
Khusus mengenai menggilir istri, hukum menggilir istri adalah wajib ini didasarkan pada Hadis Rasulullah SAW yang maknanya “Rasulullah SAW dalam mlaksanakan pembagian istri-istrinya selalu berlaku adil” hadis inilah yang menjadi dasar kewajiban suami untuk menggilir istri-istrinya secara adil. Keadilan dalam memberikan giliran istri adalah tujuh hari bagi istri yang masih gadis, dan tiga hari bagi istri yang sudah janda hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Anas sebagaiman artinya” menurut sunnah apabila seseorang menikahi seorang gadis maka ia harus tinggal disisinya selam tujuh hari baru kemudian diatur secara bergiliran dan apabila seseorang menikahi wanita janda maka dia tinggal disisinya selama tiga hari kemudian diatur secara bergiliran”.
 Berdasarkan hadis ini dapat dipahami bahwa kedilan dalam menggilir istri bukanlah harus sama jumlah harinya akan tetapi jumlah hari justru harus dibedakan antara isti yang dinikahi dengan status gadis dan istri yang berstatus janda, istri gadis yang memiliki keutamaan dibading istri yang sudah janda dalam hal jumlah giliran, yaitu tujuh hari dirumah istri ynang gadis dan tiga hari dirumah istri yang janda.[19]
6.     Kesimpulan Q.S An-Nisa 3
Dalam ayat ini kata adl diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi adil. Berkaitan dengan pengertian adl hal yang paling mendasar dalam konteks poligami adalah upaya untuk memperoleh keseimbangan, tatasosial moral. Al-Qur’an melihat poligami seringkali menjadikan suami cenderung berlaku tidak adil kepada para istri. Keadilan dalam berpoligami sesungguhnya merupakan suatu anjuran dan saran yang perlu diperhatikan oleh siapapun yang ingin berpoligami bukan sebagai syarat mutlak atau sebagai ancaman. Jika dianalogikan, keadilan dalam poligami seperti halnya ibadah puasa dan tayammum. Dialah yang paling mengetahui kondisi dirinya,  apakah penyakitnya akan bertambah jika ia berpuasa atau menggunakan air. Poligami juga demikian apakah dia bisa berbuat adil atau tidak.[20]
D.    Indeks ayat Al-Qur’an Tentang Keadilan
1.     Q.S Al-Baqarah ayat 48, 123, 134, 141, 272, 279, 281, 286.
2.     Q.S An-Nisa ayat 40, 49, 58, 77, 123, 124.
3.     Q.S Al-An’am ayat 30, 49, 131, 160, 164, 152.
4.     Q.S Ali-Imran ayat 25, 55, 57, 108, 115, 117, 128, 161, 171, 182, 185.
5.     Q.S Al-A’raf ayat 6, 8, 9, 29, 30, 39, 96, 100, 136, 147, 162, 163, 165, 170, 176, 180, 181.
6.     Q.S Al-Anfal ayat 51, 52, 53, 54, 60.
7.     Q.S Yunus ayat 4, 27, 30.
8.     Q.S An-Nahl ayat 76, 90, 126.
9.     Q.S Shaad ayat 21, 22, 26.
10.  Q.S As-Syura ayat 15.
11.  Q.S Al-Hujurat ayat 9.
12.  Q.S Ar-Rahman ayat 7, 8, 9.
13.  Q.S Al-Hadid ayat 25.
14.  Q.S Al-Mumtahahah ayat 8.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bawa dari ketiga ayat ini membahas tentang pentingnya berlaku adil dalam segala hal, dimana makna dari kata adil itu iyalah dapat menempatkan sesuatu itu sesuai dengan proposisinya atau sesuai dengan kebutuhannya. Apabila kita mendapatkan suatu amanat baik itu dari Allah, manusia dan diri sendiri itu harus dijaga dengan sebaik-baiknya dan kita harus berbuat adil dengan amanat yang diberikan kepada kita, jikalau kita tidak bisa berlaku adil maka hendaknya sesuatu hal tersebut haruslah kita jauhi agar kita terhindar atau tidak terjerumus kejalan dosa yang dapat menjerumuskan kita kedalam api neraka. Di dalam agama Islam perilaku ini merupakan perilaku yang dianjurkan ole Allah SWT yang mana apabila kita dapaat melaksanakan hal ini dengan baik maka kita akan memperoleh pahala yang amat besar dari Allah SWT.
B.    Saran
Kami sebagai penulis makalah ini menyarankan kepada para pembaca agar memberikan kritik dan sarannya terhadap makalah ini, supanya kedepannya kami bisa memperbaiki dan tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi. Dan kami juga minta maaf atas kekurangan dari makalah ini, karena kami bersifat khilaf dan lupa.









DAFTAR PUSTAKA

A. Mudjab Mahali. Asbabun Nuzul Studi Pendalam Al-Qur’an, cet 1,Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2002
Abu Zaid, Nasir Hamid. Tekstual Qur’an:Kritik Termadap Uumul Qur’an,  Yogyakaarta: LkiS, 2001
Al-Qattan, Manna’ Kholil. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa, 1994
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan
Imam Al- Qhurtubi.  Tafsir Al- Qurthubi Bagian 5 (Terjemahan Al-Jami’ Li Ahkami Al-Qur’an), Jakarta: Pustaka Azzam, 2008
M. Quraish Sihab. Tafsir Al- Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), vol 2, Jakarta: Lentera Hati 2002
Mardani.  Hadis Ahkam, Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2012
Mardani. Hadis Ahkam, Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2012
Nasruddin Baidan. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2000. 
Wahbah Az-Zuhaili., dkk. Al-Mausu’Atul Qur’aniyaul Muyassarah, Jakarta: Gema Insani, 2007






















[1]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan
[2]Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2000),hlm. 31 
[3]Ibid., hlm.34
[4]A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalam Al-Qur’an, cet 1,( Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 223
[5] Ibid., hlm. 317
[6] Mardani, Hadis Ahkam,( Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 381
[7]Ibid., hlm. 387
[8] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan
[9] M. Quraish Sihab, Tafsir Al- Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), vol 2, (Jakarta: Lentera Hati 2002), hlm. 341
[10] Ibid., hlm.442
[11] Ibid.
[12]Al-Qattan, Manna’ Kholil, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, ( Jakarta: Litera Antar Nusa, 1994), hlm. 244
[13] Imam Al- Qhurtubi, Tafsir Al- Qurthubi Bagian 5( Terjemahan Al-Jami’ Li Ahkami Al-Qur’an), (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm 606
[14] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan
[15] Wahbah Az-Zuhaili., dkk, Al-Mausu’Atul Qur’aniyaul Muyassarah,( Jakarta: Gema Insani, 2007), hlm 234.
[16] Ibid., hlm. 236
[17] Abu Zaid, Nasir Hamid, Tekstual Qur’an:Kritik Termadap Uumul Qur’an, ( Yogyakaarta: LkiS, 2001), hlm. 339
[18] Ibid. hlm. 342
[19]Mardani,  Hadis Ahkam, ( Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 381
[20]Ibid., hlm 384

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL