A.
Pengertian
Metode
Dalam
pengertian umum, metode diartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu. Cara itu
mungkin baik mungkin tidak baik. Baik dan tidak baiknya sesuatu metoda banyak
bergantung kepada beberapa faktor.
Faktor-faktor
itu mungkin berupa situasi dan kondisi, pemakai metode dengan seleranya, atau
secara objektif metode itu kurang cocok dengan kondisi dari objek. Juga mungkin
karena metodenya sendiri yang secara intrinsik tidak memenuhi persyaratan
sebagai metode. Hal itu semua bergantung pada metode itu diciptakan di satu
pihak, dan pada sasaran yang akan digarap dengan metode itu di lain pihak.
Dalam
pengertian letterlijk, kata “metode”
berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari meta
yang artinya “melalui”, dan hodos yang
berarti “jalan”. Jadi, metode berarti “jalan yang dilalui”.
Dalam
pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan. Alat itu mempunyai fungsi ganda, yaitu yang
bersifat polipragmatis dan monopragmatis.
Polipragmatis, bilamana
metode itu mengandung kegunaan yang serba ganda (multipurpose). Suatu metode tertentu pada suatu situasi dan kondisi
tertentu dapat dipergunakan untuk merusak, pada situasi dan kondisi yang lain
dapat digunakan untuk membangun atau memperbaiki. Kegunaannya dapat bergantung
pada sipemakai atau pada corak dan bentuk serta kemampuan dari metode sebagai
alat, seperti halnya Video Cassette
Recorder (VCR) yang dapat dipergunakan untuk merekam semua jenis film yang
pornografis atau yang moralis (suatu bentuk dan kemampuan yang melekat padanya)
juga dapat dipergunakan untuk alat mendidik/mengajar dengan film-film
pendidikan.
Sebaliknya,
metode sebagai alat yang bersifat monopragmatis
adalah alat yang hanya dapat dipergunakan untuk mencapai satu macam tujuan
saja. Misalnya, labolatorium ilmu alam, hanya dapat dipergunakan untuk
eksperimen-eksperimen bidang ilmu alam, tidak dapat dipergunakan untuk
eksperimen bidang lain, seperti ilmu sosial atau kedokteran.
Namun,
bagaimanapun bentuk dan kemampuan sesuatu metode, penggunaan suatu macam metode
dalam proses kependidikan adalah mutlak. Mungkin dibidang lain orang dapat
mengerjakan sesuatu tugas pekerjaan tanpa menggunakan suatu metode, melainkan
harus memakai suatu teknik mengerjakannya saja.
Metode
mengandung implikasi bahwa proses penggunaannya bersifat konsisten dan
sistematis, mengingat sasaran metode itu adalah manusia yang sedang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan.
Metodologi
merupakan bagian epistemologi yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang
ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memnuhi ciri-ciri ilmiah. Metodologi
juga dapat dipandang sebagai bagian dari logika yang mengkaji kaidah penalaran
yang tepat.
Penelitian
ini memadukan antara jenis penelitian falsafah dengan penelitian endidikan.
Penelitian falsafah dimaksudkan untuk mengkaji pemikiran tokoh beserta konsep
pendidikannya. Objek fprmalnya adalah buah pikiran fisuf tersebut yang
diketahui melalui karya tulisnya, bukan dalam arti sosiologis, budaya atau
politik, melainkan mengungkap visi pendidikannya. Sedangkan, penelitian
pendidik disini termasuk dalam penelitian pengembangan karena, berupaya untuk
mengembangkan teori dan metodologi pendidikan islam melalui analisis konsep
pendidikan yang ada sebelumnya.
B.
Beberapa
Pandangan Tentang Prinsip Metodologis
Filsuf-filsuf
yang paling banyak menaruh perhatian terhadap persoalan penting dibalik
metodologis atau pun prinsip-prinsip metodologi yaitu :
1. Rene
Descartes
Rene Decartes mengusulkan suatu metode umum yang
memiliki kebenaran yang pasti. Dalam karyanya yang termasyur, Discourse on methode, Risalah tentang
metode, diajukan enam bagian penting sebagai berikut :
a. Membicarakan
masalah ilmu-ilmu yang diawali dengan menyebutkan akal sehat (common-sense) yang pada umumnya dimiliki semua orang.
b. Menjelaskan
kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan dalam aktivitas
ilmiah.
c. Menyebutkan
beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan metode.
d. Menegaskan
pengabdian pada kebenaran yang acapkali terkecoh oleh indera.
e. Menegaskan
perihal dualisme dalam diri manusia, yang terdiri atas dua substansi, yaitu Res
cogitans (jiwa bernalar) dan res extensa (jasmani yang meluas).
f. Dua
jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan spekulatif yang menyangkut hal-hal yang
bersifat filosofis dan pengetahuan praktis seperti api, air, udara, planet dan
lain-lain.
2. Alfred
Jules Ayer
Pemikiran Ayer yang termuat dalam bukunya yang
berjudul Language, truth, and logic.
Ajaran terpenting yang terkait dengan masalah metodologis adalah prinsip
verifikasi. Pada mulanya perbincangan mengenai prinsip verifikasi ini mengacu
pada metode ilmiah yang diterapkan dalam bidang fisika modern, atau kritik
terhadap metode fisika klasik isaac Newton. Teori “Relativitas” Einstein yang
termasyur itu telah memperlihatkan secara jelas bahwa konsep “Ruang dan waktu
yang Absolut” dari fisika klasik yang diajukan oleh newton, hanya bermakna
manakala seseorang dapat merinci apakah pelaksana terhadap percobaan yang
dilakukan itu dapat dipastikan.
3. Karl
Raimund Popper
Popper seprang filsuf kontenporer yang melihat
kelemahan dalam prinsif verifikasi berupa sifat pembenaran atau (justification) terhadap teori yang
telah ada. Ia mengajukan prinsip falsifikasi yang dapat diurai sebagai berikut:
1) Popper
menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat dibuktikan
kebenarannya melalui prinsip verifikasi, sebagaimana yang dianut oleh kaum
positivistik.
2) Cara
kerja metode induksi yang secara sistematis dimulai dari pengamatan atau
observasi secara teliti gejala yang sedang diselidiki.
3) Popper
menawarkan pemecahan baru dengan mengajukan prinsip falsifiabilitas, yaitu
bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan kesalahannya.
C.
Pentingnya
Perbandingan sebagai Metode dan Ilmu
Sebagaimana
halnya dalam ilmu-ilmu sosial, misalnya sosiologi, perbandingan dapat diartikan
sebagai sebuah kegiatan untuk mengadakan identifikasi terhadap persamaan dan
perbedaan antara dua gejala tertentu. Perumusan mengenai perbandingan sebagai
metode dapat disimak dari pendapat para ahli antara lain sebagai berikut:
Thomas
Fort Hoult menyatakan bahwa studi sistematik tentang dua atau lebih masyarakat
untuk memperoleh perbedaan-perbedaan maupun persamaan-persamaan signifikan
diantara kedua masyarakat.
Sedangkan
Hugo F. Reading menyatakan: membandingkan dua masyarakat dan lembaga-lembaga
untuk mengungkapkan ikatan-ikatan dan korelasi-korelasi.
Dalam
ilmu hukum, penggunaan perbandingan itu demi pengembangan ilmu kaidah dan ilmu
pengertian. Dalam membangun ilmu perbandingan hukum dan metodologinya,
dipergunakan disiplin ilmu sosial misalnya sosiologi maupun antropoli.
D.
Tahap-tahap
Menetepkan Perbandingan sebagai Metode dan Ilmu
Menurut
Strauss, tahap-tahap menetapkan perbandingan sebagai metode adalah sebagai
berikut:
1. Mendefenisikan
fenomena yang dikaji sebagai hubungan antara dua istilah atau lebih, yang
bersifat realistik atau rekaan.
2. Menyusun
tabulasi mengenai permutasi antara istilah-istilah ini
3. Menjadikan
tabulasi ini sebgai objek analisis yang bersifat umum yang pada tahap ini,
hanya mengahsilkan hubungan yang niscaya oleh fenomena sejak awal dipandang
sebagai satu-satunya perpaduan yang mungkin diantara yang lain, sistem sempurna
yang harus langsung direkonstruksi
Sedangkan
didalam ilmu kalam, perbandingan hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan yang
juga menggunakan metode perbandingan, mempunyai ruang lingkup perbandingan
tentang isi kaidah-kaidah hukum, persamaan dan perbedaannya, sebab-sebabnya,
dan dasar-dasar kemasyarakatannya. Lingkup kajian perbandingan serupa ini
mencakup kajian ilmu hukum dogmatis yang kegiatannya terutama berkisar pada
penafsiran, konstruksi dan sistematika hukum.
E.
Pengertian
Irfani dan Bayani
Irfani
merupakan bahasa Arab yang memiliki makna asli, yaitu sesuatu yang berurutan
yang sambung satu sama lain dan bermakana diam dan tenang. Namun secara
Harfiyah al-irfan adalah mengetahui sesuatu dengan berfikir dan mengkaji secara
dalam. Secara termologi, irfani adalah pengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh
lewat penyinaran hakikat oleh Tuhan kepada hambanya (al-kasy) setelah melalui
riyadhoh.
Kata
bayani berasal dari bahasa arab yaitu al-bayani yang secara harfiah bermakna
sesuatu yang jauh atau sesuatu yang terbuka. Secara langsung bayani adalah memahami
teks sebagai pengetahuan, jadi dan langsung mengaplikasikan tanpa perlu
pemikiran. Namun secara tidak langsung bayani berarti memahami teks sebagai
pengetahuan mental sehingga perlu tafsir dan penalaran.
F.
Pengetahuan
Irfani
Untuk
berada dekat pada Tuhan, seorang sufi harus menempuh jalan panjang yang berisi
stasiun-stasiun, yang disebut maqamat dalam
istilah Arab, atau stages dalam
istillah inggris. Buku-buku tasawuf tidak selamanya memberikan angka dan
susunan yang sama tentang stasiun-stasiun ini.
Dibawah
ini akan diberikan stasiun-stasiun yang kedudukannya dalam tasawuf tidak
sederajat dengan al-zuhd, al-ma’rifah,
al-mahabbah dan sebagainya.
1. Tobat
yang dimaksudkan sufi ialah tobat yang sebenar-benarnya, tobat tidak akan membawa
kepada dosa lagi.
2. Wara’,
menjauhkan diri dari segala sesuatu yang tidak jelas statusnya (subbat). Dalam tasawuf, Wara’ ini terdiri atas dua tingkatan,
lahir dan batin.
3. Fakir,
mengosongkan seluruh pikiran dan harapan dari kehidupan masa kini dan masa yang
akan datang, dan tidak mengkehendaki sesuatu apapun kecuali Tuhan, sehingga ia
tidak terikat dengan apapun dan hati tidak menginginkan sesuatupun.
4. Sabar,
yakni menerima segala bencana dengan laku sopan dan rela.
5. Tawakkal,
percaya atas apa yang ditentukan Tuhan. Tahap awal dari tawakkal adalah
menyerahkan diri pad Tuhan laksana mayat dihadapan orang yang memandikan
6. Rida
/ kerelaan, hilangnya rasa ketidaksenangan dalam hati sehingga yang tersisa
hanya gembira dan suka cita. Ini adalah puncak dari tawakkal.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar