MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH KHIYAR JUAL BELI


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia, kebutuhan yang diperlukan tidak cukup hanya rohani saja. manusia juga membutuhkan keperluan jasmani, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan yang lainnya. Maka untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya dia harus berhubungan dengan sesame dan alam sekitarnya. Inilah yang disebut dengan muamalah.
Untuk menhgindari kesewengan-wenangan dalam bermuamalah, agama mengatur sebaik-baiknya masalh ini. Maka dari sinilah telah jelas bahwa islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dan Tuhan, tapi juga hubungan manusia dengan sesame manusia lagi. Disamping diwajibkan mengabdi dirinya kepada Tuhan, manusia juga diwajibkan untuk mencari keperluan hidupnya.
Firma Allah Ta’ala : “Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu negeri dan akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagian dari duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allahtelah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu bebrbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al-Qashash: 77).
Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa kita harus berbuat baik terhadap sesame, tolong menolong, dalam kesempitan dan kesukaran. Dan salah satu bermuamalah supaya tidak terjadi kekeliruan antara penjual dan pembeli diperlukan khiyar (pilihan).
B.    Rumusan Masalah
1.     Apa yang dimaksud dengan khiyar jual beli itu ?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Khiyar
Khiyar menurut bahasa adalah memilih yang terbaik, sedangkan pngertian khiyar menurut istilah syara’ adalah penjual dan pembeli boleh memilih antara meneruskan atau mengurungkan jual belinya. Menurut istilah kalangan ulama fikih yaitu mencari yang baik dari dua urusan baik berupa meneruskan akad atau membatalkannya.[1]
Khiyar yang dimaksudkan untuk menjamin adanya kebebasan berpikir antar pembeli dan penjual atau salah seorang yang membutuhkan khiyar.Akan tetapi oleh karena sistem dengan khiyar ini adakalnya menimbulkan penyesalan kepada salah seorang penjual atau pembeli yaitu kalau pedangang mengharapkan barangnya segera laku, tentu tidak senang kalau barangnya dikembalikan lagi sesudah jaul beli atau akad jual.Maka oleh karena itu, untuk menetapkan syahnya ada khiyar harus ada ikrar dari kedua belah pihak, atau salah satu pihak yang diterima pihak lainnya atau kedua belah pihaknya, kalau kedua belah pihak itu mengkehendakinya.
Dari defenisi yang telah dikemukakan diatas dapat diambil intisari bahwa khiyar adalah pilihan untuk melanjutkan jual beli atau membatalkannya, karena terdapat cacat terhadap barang yang dijual, atau ada perjanjianpada waktu akad, atau sebab yang lain. Tujuan diadakan khiyar tersebut adalah umtuk menwujudkan kemaslahatan bagi kedua belah pihak sehingga tidak ada rasa menyesal setelah akad selesai, karena mereka sama-sama rela atau setuju.
A.    Dasar Hukum Khiyar
Bedasarkan prinsip wajib menegakkan kejujuran dan kebenara dalam pedangang, maka haram bagi penjual menyembunyikan cacat barang. Apabila barang yang akan dijual itu terdapat cacat yang diketahui oleh pemilik barang (penjual), maka wajiblah dia menegakkan hal itu dan tidak boleh menyembunyikannya. Menyembunyikan cacat barang dengan sebgaja termasuk penipuan dan kecurangan.[2]
Khiyar hukumnya boleh berdasarkan sunnah Rasulullah saw. Diantara sunnah tersebut adalah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Abdullah bin Al-Haris.

دَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَيَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ قَالَ يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرُونَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عُمَرَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ بَيِّعَيْنِ لَا بَيْعَبَيْنَهُمَا حَتَّى يَتَفَرَّقَا إِلَّا بَيْعُ الْخِيَارِ 
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, Yahya bin Ayyub dan Qutaibah serta Ali bin Hujr. Yahya bin Yahya mengatakan; Telah mengabarkan kepada kami, sedangan yang lain mengatakan; Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far dari Abdullah bin Dinar bahwa dia mendengar Ibnu Umar berkata; Rasulullah Shallallu 'alaihi wa sallam bersabda: "Setiap dua orang yang melakukan transaksi jual beli, maka tidak ada transaksi (yang melazimkan) di antara keduanya sampai keduanya berpisah, kecuali jual beli dengan  penentuan pilihan dari awal).
Dari hadist tersebut jelaslah bahwa khiyar dalam jual beli hukumnya dibolehkan.Apalagi dalam barang yang dibeli terdapat cacat (‘aib) yang bisa merugikan kepada pihak pembeli. Hak khiyar ditetapkan oleh syariat islam bagi orang-orang yang melakukan transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi dengan sebaik-baiknya. Status khiyar, menurut ulama fikih adalah disyariatkan atau dibolehkan karena masing-masing pihak yang melakukan transaksi supaya tidak ada pihak yang merasa tertipu.
B.    Macam-Macam Khiyar
Salah satu prinsip dalam jual beli menurut syariat islam adalah adanya hak kedua pihak yang melakukan teransaksiuntuk meneruskan atau membatalkan transaksi. Hikmahnya adalah untuk kemaslahatan bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi itu sendiri, memelihara kerukunan.Adakalanya seorang sudah terlanjur membeli barang, sekiranya hak khiyar ini tidak ada. Maka akan menimbulkan penyesalan salah satu pihak dan dapat menjurus pada kemarahan, kedengkian, dendam, dan persengketaan dan juga perbuatan buruk lainnya yang dilarang oleh agama.
Syariat bertujuan melindungi manusia dari keburukan –keburukan itu, maka syariat menetapkan adanya hak khiyar dalam rangka tegaknya keselamatan, kerukunan dan keharmonisan dalam hubungan antar manusia. Berdasarkan hal tersebut beberapa macam khiyar yaitu:[3]
1.     Khiyar Majelis
Majelis secara bahasa adalah bentuk masdar mimi dari julus yang berarti empat duduk, dan maksud dari majelis akad menurut kalangan ahli fikih adalah tempat kedua orang yang berakad berada dari sejak mulai berakad sampai sempurna, berlaku atau wajibnya akad. Adapun menurut istlah khiyar majelis adalah khiyar yang ditetapkan syara’ bagi setiap pihak yang melakukan transaksi. Khiyar majelis berlaku dalam berbagai jual beli, seperti jual beli makanan dengan makanan, akad pemesanan barang (salam), syirkah.
Ketika jual beli berlangsung, masing-masing berhak melakukan khiyar antara membatalkan atau meneruskan akad hingga mereka berpisah atau menentukan pilihan.Perpisahan terjadi apabila kedua pihak telah memalingkan badan untuk meninggalkan tempat transaksi. Pada prinsipnya khiyar majelis berakhir dengan adanya dua hal yaitu :
1). Keduanya memilih akan terusnya akad
2). Diantara keduanya terpisah dari tempat jual beli.
2.     Khiyar Syarat
Menurut Sayyid khiyar syarat adalah suatu khiyar dimana seseorang membeli sesuatu dari pihak lain dengan ketentuan dia boleh melakukan khiyar pada masa atau waktu tertentu, walaupun waktu tersebut lama. Apabila ia menghendaki maka ia bisa melangsungkan jual beli dan apabila ia menghendaki ia bisa membatalkannya.
Dari defenisi tersebut dapat dipahami bahwa khiyar syarat adalah suatu bentuk khiyar dimana para pihak melakukan akad jual beli memberikan persyaratan bahwa dalam waktu tertentu meraka berdua atau salah satunya boleh memilih antara meneruskan jual beli atau membatalkannya.[4]
حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ يَقُولُ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ اخْتَرْ وَرُبَّمَا قَالَ أَوْ يَكُونُ بَيْعَ خِيَارٍ         


Telah menceritakan kepada kami Abu An-Nu'man telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar(pilihan untuk melangsungkan atau membatalkan) dalam jual beli selama keduanya belum berpisah". Atau Beliau bersabda: "(Selama belum berpisah) seorang dari rekannya". Atau Beliau bersabda: "Jual beli menjadi khiyar (terjadi dengan pilihan) ".
3.     Khiyar ‘aib
Khiyar ‘aib artinya dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaan benda-bendayang dibeli, seperti seseorangberkata,”saya beli mobil itu seharga sekaian, bila mobil itu cacat akan saya kembalikan,” seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawaddari Aisyah r.a bahwa seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri didekatnya, didapatinya pada diribudak itu kecacatan, lalu diadukakannya kepada rasul, maka mudak tersebut dikembalikan pada penjual.
C.    Syarat-syarat khiyar
Syarat-syarat khiyar ada tiga macam yaitu:
1.     Barang yang dikhiyarkan hendaknya jelas.
2.     Pembeli harus melihat barang yang akan dikhiyarkan.
3.     Pembeli harus melihat barang yang akan dikhiyarkan
D.    Rukun-rukun khiyar
Dalam melaksanakan khiyar jual beli ada beberapa rukun khiyar yang harus diperhatikan yaitu:
1.     Adanya penjual dan pembeli
2.     Adanya akad dalam pembayaran.
3.     Adanya barang yang akan dikhiyarkan
4.     Sighat (lafazh akad yang jelas).
E.     Batasan lamanya khiyar
Ada beberapa pendapat ulama mengenai batasan lamanya khiyar, diantaranya:
1.     Menurut Abu Hanifah dan Imam Syafi’I batasan khiyar paling lama adalah tiga hari dan tidak boleh dari itu.
2.     Menurut Imam Malik lama atau tidaknya khiyar tetgantungadanya kebutuhan dan tingkat nilai barang. Barang-barang yang kurang berharga boleh tidak samapi sehari, sedangkan barang yang berharga lebih dari sehari.
3.     Menurut Imam Ahmad dan Abu Yusuf panjang atau pendeknya khiyar tergantung kesepakatan antara penjual dan pembeli.[5]

F.     Hikmah khiyar
Khiyar mengandung beberapa hikmah diantaranya.
1.     Menghindarkan terjadinya penyesalan diantara kedua belah pihak (pembeli dan penjual), atau salah satunya. Jadi, meskipun secara materi rugi dari segi pertolongan, pihak yang mencabut telah melakukan sifat yang terpuji sebagai hijid dari rasa kepedulian dan kemanusiaan.
2.     Memperkecil kemungkinan terjadinya penipuan dalam jual beli, sebab dengan adanya khiyar, pihak pembeli lebih leluasa untuk memilih dan menentukan barang yang akan dibelinya.
3.     Mendidik para penjual dan pembeli agar bersikap hati-hati, cermat, dan teliti dalam bertransaksi.
4.     Menumbuhkan sikap toleransi antara kedua belah pihak (penjual dan pembeli)[6]






BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
            Secara etimologi, khiyar artinya memilih, menyisihkan, dan menyaring.Secara umum, khiyar adalah menentukan yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan orientasi.Secara terminologis dalam ilmu fikih khiyar artinya hak yang dimiliki orang yang melakukan perjanjian usaha untuk memilih antar dua hal yang disukainya, meneruskan perjanjian atau membatalkannya.
Khiyar terbagi dalam beberapa jenis yaitu khiyar majelis, khiyar syarat, dan khiyar aib.






DAFTAR PUSTAKA

Jusmaliani. 2008, Bisnis Berbasis Syariah, Jakarta: Bumu Aksara.

Gemala. 2005. Hukum Perikatan Islam di Indonesia,  Jakarta: Prenada Aksar.

Suhendi, Hendi. 2010.  Fiqih Muamalah,  Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Rahman, Abdul Rahman. 2010. Fiqih Muamalah,  Jakarta: Kencana.






[1] Jusmaliani, Bisnis Berbasis Syariah, (Jakarta: Bumu Aksara, 2008),h. 14.
[2] Gemala, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, ( Jakarta: Prenada Aksara, 2005), h. 80.
[3] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), h. 83.
[4] Ibid, h. 84.
[5] Abdul Rahman, Fiqih Muamalah, ( Jakarta: Kencana, 2010), h. 98.
[6] Ibid, h. 102

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL