BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penetapan
takaran dan timbangan ini adalah dasar keadilan Islam yang harus ditegakkan.
Karena defenisi adil akan berbeda antara satu dengan yang lain bila hanya
mengikuti hawa nafsu. Adil menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sama
berat, tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar,
berpegang pada kebenaran, dan sepatutnya tidak sewenang-wenang. Hal ini sejalan
dengan prinsip kejujuran untuk mewujudkan keadilan, sesuai dengan perintah
Allah SWT untuk menyempurnakan takaran dan timbangan.
Segala macam
bentuk kecurangan tentunya akan menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan. Maka
dari itu sebagai pelaku transaksi jual beli itu harus adil, tidak berlaku
curang. Karena orang yang berlaku curang akan celaka.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Timbangan?
2.
Apa saja dasar hukum Timbangan?
3.
Bagaimana bahaya mengurangi Takaran dan Timbangan?
4.
Bagimana perintah Menyempurnakan Takaran dan Timbangan?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Timbangan.
2.
Untuk mengetahui dasar hukum Timbangan.
3.
Untuk mengetahui bahaya mengurangi Takaran dan Timbangan.
4.
Untuk mengetahui perintah Menyempurnakan Takaran dan Timbangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Timbangan
Kata “Takaran”
dalam Kamus Bahasa Arab, yaitu: mikyal, kayl. Sedangkan kata “Timbangan” dalam Kamus Bahasa
Arab yaitu: wazn, mizan. Takaran
diartikan sebagai proses mengukur untuk mengetahui kadar, berat, atau harga
barang tertentu. Dalam kegiatan proses mengukur tersebut dikenal dengan
menakar. Menakar yang sering disamakan dengan menimbang. Menakar atau menimbang
merupakan bagian dengan perniagaan yang sering dilakukan oleh pedagang.
Para pedagang
menggunakan alat untuk menakar yaitu kaleng, tangan, dll. Sedangkan alat untuk
menimbang yaitu timbangan yang juga disebut dengan neraca karena memiliki
keseimbangan. Timbangan dipakai untuk mengukur satuan berat (ons, gram,
kilogram, dll). Takaran dan timbangan adalah dua macam alat ukur yang diberikan
perhatian untuk benar-benar dipergunakan secara ukur yang diberikan perhatian
untuk benar-benar dipergunakan secara tepat dan benar dalam perspektif ekonomi
syariah. Termasuk diantara hal-hal yang terkait dengan muamalah adalah penipuan
barang dagangan dan kecurangan.
Jika penipuan
dilakukan terhadap pembeli dan pembeli tidak mengetahuinya, penipuan seperti
itu tingkat dosanya sangat besar. Jika penipuan diketahui pembeli, dosanya
lebih ringan. Adapun jika muhtasib (petugas hisbah) meragukan kebenaran
timbangan dan takaran di pasar, ia diperbolehkan mengujinya.
B.
Dasar Hukum Timbangan
1.
Dalil Timbangan dari Al-Qu’ran
Allah
memerintahkan agar jual beli dilangsungkan dengan menyempurnakan takaran dan
timbangan. Sebagimana firman-Nya dalam Q.S Al-Isra’ ayat 35 yang berbunyi:
((#qèù÷rr&ur @øs3ø9$# #sÎ) ÷Läêù=Ï. (#qçRÎur Ĩ$sÜó¡É)ø9$$Î/ ËLìÉ)tFó¡ßJø9$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur WxÍrù's? ÇÌÎÈ
“Dan
sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang
benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Di samping itu
Allah SWT mencegah mempermainkan timbangan dan takaran serta melakukan
kecurangan dalam menakar dan menimbang. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S
Al-Muthaffifin ayat 1-6 yang berbunyi:
×@÷ur tûüÏÿÏeÿsÜßJù=Ïj9 ÇÊÈ tûïÏ%©!$# #sÎ) (#qä9$tGø.$# n?tã Ĩ$¨Z9$# tbqèùöqtGó¡o ÇËÈ #sÎ)ur öNèdqä9$x. rr& öNèdqçRy¨r tbrçÅ£øä ÇÌÈ wr& `Ýàt y7Í´¯»s9'ré& Nåk¨Xr& tbqèOqãèö6¨B ÇÍÈ BQöquÏ9 8LìÏàtã ÇÎÈ tPöqt ãPqà)t â¨$¨Z9$# Éb>tÏ9 tûüÏHs>»yèø9$# ÇÏÈ
“Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) Orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain
mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang
lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya
mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) Hari (ketika)
manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?”
Nash Al-Qur’an
ini menunjukkan bahwa orang-orang curang yang diancam oleh Allah dengan
kecelakaan yang besar. Mereka menakar untuk orang lain, bukan menerima takaran
dari orang lain. Seakan-akan mereka mempunyai kekuasaan terhadap manusia dengan
suatu sebab yang menjadikan mereka dapat meminta orang lain memenuhi takaran
dan timbangan dengan sepenuhnya.
Imam An Nasai
dan Ibnu Majah dengan sanad yang shohih meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata
“ketika Nabi SAW baru saja tiba di Madinah, orang-orang disana masih sangat
terbiasa mengurangi timbangan (dalam jual beli) Allah lantas menurunkan ayat “
celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)” setelah
turun ayat ini, mereka selalu menepati takaran dan timbangan.
Praktek
kecurangan mereka seperti yang diterangkan Allah SWT, jika orang lain
menimbangkan atau menakar bagi mereka sendiri, maka mereka menuntut takaran dan
timbangan yang penuh dan sekaligus meminta tambahan. Mereka meminta hak mereka
dipenuhi dengan sebaik-baiknya, bahkan minta dilebihkan. Namun apabila mereka
yang menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi kadarnya
sedikit, baik dengan cara menggunakan alat takar dan timbangan yang sudah direkayasa,
atau dengan tidak memenuhi takaran dan timbangannya.
Dalam
Fatwa-Fatwa Jual Beli, seorang pegawai toko roti bertanya tentang mengurangi
timbangan adonan kue atas perintah pemilik toko kue yang kemudian dijawab bahwa
yang wajib dilakukan ialah menimbang secara adil sebagai wujud pelaksanaan
perintah dari Allah Ta’ala. Jangan sekali-sekali mentaati orang yang menyuruh
untuk mengurangi timbangan atau takaran meskipun harus dipecat dari pekerjaan.
Allah
memerintahkan kepada kita untuk menyempurnakan takaran dan timbangan dan
melarang untuk mengurangi takaran dan timbangan, yaitu terdapat dalan Q.S
Al-A’raf ayat 85 yang berbunyi :
4n<Î)ur útïôtB öNèd%s{r& $Y7øyèä© 3 tA$s% ÉQöqs)»t (#rßç7ôã$# ©!$# $tB Nà6s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ¼çnçöxî ( ôs% Nà6ø?uä!$y_ ×poYÉit/ `ÏiB öNà6În/§ ( (#qèù÷rr'sù @øx6ø9$# c#uÏJø9$#ur wur (#qÝ¡yö7s? }¨$¨Y9$# öNèduä!$uô©r& wur (#rßÅ¡øÿè? Îû ÇÚöF{$# y÷èt/ $ygÅs»n=ô¹Î) 4 öNà6Ï9ºs ×öyz öNä3©9 bÎ) OçFZà2 úüÏZÏB÷sB ÇÑÎÈ
“dan (kami
telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu'aib. ia berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekalikali tidak ada Tuhan bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.
Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi
manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih
baik bagimu jika betul-betul kamu orangorang yang beriman".
Nabi Syu’aib
memerintahkan umatnya untuk menyempurnakan takaran dan timbangan serta melarang
melarang mereka berbuat curang masalah tersebut. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Asy-Syu’ara’
ayat 181-184 yang berbunyi
* (#qèù÷rr& @øs3ø9$# wur (#qçRqä3s? z`ÏB z`ÎÅ£÷ßJø9$# ÇÊÑÊÈ (#qçRÎur Ĩ$sÜó¡É)ø9$$Î/ ËLìÉ)tFó¡ßJø9$# ÇÊÑËÈ wur (#qÝ¡yö7s? }¨$¨Z9$# óOèduä!$uô©r& wur (#öqsW÷ès? Îû ÇÚöF{$# tûïÏÅ¡øÿãB ÇÊÑÌÈ (#qà)¨?$#ur Ï%©!$# öNä3s)n=s{ s'©#Î7Éfø9$#ur tû,Î!¨rF{$# ÇÊÑÍÈ
“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu Termasuk orangorang yang
merugikan. Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu
merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
dengan membuat kerusakan. Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan
kamu dan umat-umat yang dahulu.”
Pelajaran dari
ayat-ayat tersebut :
a.
Ancaman berat bagi orang-orang curang dalam jual beli (transaksi).
b.
Bahaya curang dalam takaran dan timbangan.
c.
Kewajiban manusia, memberikan seluruh milik orang lain dalam
tanggungannya.
d.
Pentingnya untuk memahami agama.
e.
Kewajiban menepati akad (menyempurnakan takaran dan timbangan)
sudah ada dalam syariat-syariat sebelumnya. Kenekadan dalam berbuat maksiat
bertolak dari tipisnya keimanan orang kepada hari akhir.
f.
Semua orang mempertanggungjawabkan semua perbuatannya didunia
dihadapan Allah SWT.
g.
Setiap orang harus adil dalam seluruh ucapan dan perbuatannya.
2.
Hadist Timbangan
Sabda
Rasulullah Saw :
وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ
وَالْمِيزَانَ ، إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ ، وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ ،
وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ ، وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ
إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ ، وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ
يُمْطَرُوا... أخرجه ابن ماجه و غيره
”…Tidaklah
mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya
penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka. Tidaklah mereka menahan zakat
(tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan
tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak
akan diberi hujan….”(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2/1322) no. 4019, Abu Nu’aim,
al-Hakim dan yang lainnya).
Maksudnya adalah mereka ditimpa kekeringan dan paceklik, yaitu
Allah Subhanahu wa Ta'alamenahan hujan dari mereka (Dia tidak
menurunkan hujan untuk mereka), dan jika bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhan maka
Allah akan mengirimkan musibah kepada mereka berupa serangga, ulat dan hama
penyakit lain yang merusak tanaman. Dan jika tanaman itu berbuah maka buahnya
tidak ada rasa manis dan segar. Betapa banyak petani yang melakukan kecurangan
mendapati buah-buahannya tidak memiliki rasa.
Dan
disebutkan di dalamnya hadits dari Ibnu ‘Abbas ra ia
berkata:
لما قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة كانوا من أخبث الناس كيلاً
”Ketika
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang ke Madinah, mereka (penduduk
Madinah) adalah termasuk orang yang paling curang dalam takaran.”
Maksudnya, penduduk Madinah dan kaum Anshar sebelum
datangnya Nabi Saw ke Madinah, dahulu mereka sudah terbiasa dengan bertansaksi
dalam jual beli. Dan mereka adalah manusia yang paling curang dalam takaran,
atau termasuk di antara manusia yang paling curang dalam takaran. Yakni, mereka
curang dalam masalah takaran dan timbangan, dan mereka menguranginya dalam
masalah itu. Ketika Nabi Saw tiba di Madinah, Allah SWT menurunkan beberapa
ayat al-Qur’an.
Mereka tidak suka orang lain mendapatkan perlakuan yang sama
dengan perlakuan untuk dirinya (dengan dipenuhi timbangan dan takaran bila
membeli). Orang-orang yang melakukan kecurangan ini terancam dengan siksa yang
dahsyat atau neraka Jahannam.
Sabda Lainnya :
عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلعم, اَلتَّاجِرُ الصَّدُوْقُ اْلاَمِيْنُ مَعَ النَّبِيّيْنَ
وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ (رواه الترميذي)
“Dari Abu Sa’id
Radhiyallahu anhu, katanya : Rasullah SAW. Bersabda : ‘pedagang yang jujur yang
dapat dipercaya itu bersama para Nabi dan Orang-orang yang benar serta para
syuhada’.” (HR Tarmidzi).
Dari hadist
tersebut dapat disimpulkan bahwasanya pedagang yang melakukan transaksi jual
beli tidak boleh curang dalam dagangannya, tetapi harus jujur dan benar dalam
transaksi jual beli.
C.
Bahaya Mengurangi Takaran dan Timbangan
Kecurangan
dalam mengurangi takaran dan timbangan adalah satu bentuk praktek sariqah
(pencurian) terhadap milik orang lain dan tidak mau bersikap adil dengan
sesama. Dengan demikian, bila mengambil milik oorang lain melalui takaran dan
timbangan yang curang walaupun sedikit saja berakibatkan ancaman doa
kecelakaan. Dan tentu ancaman akan lebih besar bagi siapa saja yang merampas
harta dan kekayaan orang lain dalam jumlah yang lebih banyak.
Syaikh
Abdurrahman as-As’di rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan, “jika demikian
ancaan bagi orang-orang yang mengurangi takaran dan timbangan orang lain, maka
orang yang mengambil kekayaan orang lain dengan paksa dengan mencurinya, ia
lebih pantas terkena ancaman ini dari pada muthaffifin.
Tentang bahaya
kecurangan ini terhadap masyarakat, syaikh Athiyah Salim rahimahullah
mengatakan, “ diawalinya pembukaan surat ini dengan doa bagi para pelaku
tindakan curang dalam takaran dan timbangan itu menandakan betapa bahaya nya
perilaku buruk ini. Dan memang betul, hal itu merupakan perbuatan berbahaya.
Karena timbangan dan takaran menjadi tumpuan roda perekonomian dunia dan asas
dalam transaksi. Jika ada kecurangan didalamnya, maka akan menimbulkan Khalal
(kekisruhan) dalam perekoniman, dan pada gilirannya akan mengakibatkan Ikhtilal
(kegoncangan) hubungan transaksi. Ini salah satu bentuk kerusakan yang besar.
D.
Perintah Menyempurnakan Takaran dan Timbangan
Perintah Allah
untuk menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil berlaku bagi diri
sendiri dan bagi orang lain.
Konsep
persaudaraan dan perlakuan yang sama bagi setiap individu dalam masyarakat dan
dihadapan hukum harus diimbangi dengan keadilan. Tanpa pengimbangan tersebut,
keadilan sosial kehilangan makna. Dengan keadilan ekonomi, setiap individu akan
mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi masing-masing kepada masyarakat.
Setiap individu
pun harus terbebaskan dari eksploitasi individu lainnya. Islam dengan tegas
melarang seorang muslim merugikan orang lain. Islam dengan kesempurnaan,
kemulian dan keluhuran ajarannya memerintahkan umatnya untuk menjalin muamalah
dengan sesama atas dasar keadilan dan keridhoan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Takaran adalah
proses mengukur atau mengetahui kadar, berat, atau harga barang tertentu.
Menakar atau menimbang merupakan bagian dengan perniagaan yang sering dilakukan
oleh pedagang. Melakukan kecurangan dalam menakar atau menimbang adalah suatu
kecelakan yang sangat fatal dan tertulis dalam Al-Qur’an.
Sebagai
pedagang kita di tuntun untuk berbuat adil, karena curang sama saja dengan
mencuri atau mengambil yang bukan hak kita. Ini jelas tindakan yang sangat
dilarang. Karena dalam ekonomi antara penjual dan pelanggan harus sama-sama
puas dan ridho.
DAFTAR PUSTAKA
<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
Komentar
Posting Komentar