MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara.
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari penerimaan Negara. Lagipula penerimaan Negara dari pajak dapat dijadikan indicator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung. PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi perhatian bagi wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 21, oleh karena itu kita akan membahasnya secara perlahan-lahan agar mudah dimengerti.
B.    Rumusan Masalah
1.     Apa saja wajib pajak PPh pasal 21?
2.     Apa saja yang tidak termasuk wajib pajak PPh pasal 21?
3.     Apa saja objek pajak PPh pasal 21?
4.     Berapa besar biaya jabatan dan biaya pensiunan PPh pasal 21?
5.     Berapa tarif pajak PPh pasal 21?
6.     Bagaiman pemotongan pajak PPh pasal 21?
7.     Bagaimana contoh perhitungan PPh pasal 21?
C.    Tujuan
1.     Untuk mengetahui  wajib pajak PPh pasal 21
2.     Untuk mengetahui  apa saja yang tidak termasuk wajib pajak PPh pasal 21
3.     Untuk mengetahui  apa saja objek pajak PPh pasal 21
4.     Untuk mengetahui berapa besar biaya jabatan dan biaya pensiunan PPh pasal 21?
5.     Untuk mengetahui  berapa tarif pajak PPh pasal 21
6.     Untuk mengetahui  bagaiman pemotongan pajak PPh pasal 21
7.     Untuk mengetahui  bagaimana contoh perhitungan PPh pasal 21



















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Wajib Pajak PPh 21
1.     Pemungutan pajak atas penghasilan sehubungan pekerjaan dan penyetorannya ke kas negara wajib dilakukan oleh:[1]
a)     Pemberi kerja yang membayar gaji, upah dan honorarium dengan nama apapun sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau orang lain yang dilakukan di Indonesia.
b)     Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan etap dan pembayaran lain denan nama apapun atau jabatan yang dibebankan kepada keuangan negara.
c)     Badan dana pensiun yang membayarkan uang pensiun.
d)     Perusahaan dan badan-badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan jasa yang dilakukan di Indonesia oleh tenaga ahli dan atau persekutuan tenaga ahli wajib pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas.
2.     Bagian penghasilan yang dipotong pajak untuk setiap masa pajak adalah bagian penghasilan yang melebihi seperdua belas dari penghasilan tidak kena pajak.
3.     Pada saat seseorang mulai bekerja atau mulai pensiun, untuk mendapat pengurangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, ia harus menyerahkan surat pernyataan kepada pemberi kerja, bendaharawan pemerintah atau dana pensiun yang menyatakan jumlah tanggungan keluarganya.
4.     Pernyataan bagaimana dimaksud dalam ayat 3 akan digunakan oleh pemberi kerja, bendaharawan pemerintah atau badan dana pensiun, untuk menetapkan besarnya penghasilan kena pajak, kecuali apabila wajib pajak yang bersangkutan memasukkan surat pernyataan baru tentang adanya perubahan.
5.     Tarif pemotongan pajak atas gaji, upah dan honorarium adalah sama dengan tarif penghasilan kena pajak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9.
6.     Jumlah pajak yang dipotong atau bagian upah setiap masa pajak akan dimuat dalam buku petunjuk yang dikeluarkan oleh jenderal pajak.
7.     Setiap orang tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang secara benar dan tepat telah dipotong pajaknya.
8.     Setiap orang yang mempunyai penghasilan lain diluar penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dan setiap orang yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan lebih dari satu pemberi kerja diharuskan menyampaikan surat pemberitahuan tahunan.
B.    Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21
Yang tidak termasuk kedalam wajib pajak PPh pasal 21 ada 3, yaitu:
a.      Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong pajak.
b.     Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada direktur jendral pajak.
c.      Wajib pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada badan penyelesaian sengketa pajak.
C.  Objek Pajak PPh Pasal 21
Pada dasarnya, penghasilan yang diterima oleh karyawan akan dipotong PPh pasal 21. Tetapi tidak semua penghasilan tersebut merupakan objek yang harus dikenakan. PPh pasal 21 terdiri dari penghasilan yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak PPh pasal 21. Secara garis besar, penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 terbagi atas dua kategori, yaitu objek pajak PPh 21 dan bukan objek pajak PPh 21.
Objek pemotongan PPh pasal 21 dirinci oleh ketentuan menteri keuangan (Peraturan MenKeu No. 252/PMK.011/2012) sebagai berikut:
a.      Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap
b.     Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun teratur
c.      Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima sekaligus
d.     Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
e.      Imbalan kepada bukan pegawai
f.      Imbalan kepada peserta kegiatan
g.     Penerimaan dalam bentuk kenikmatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
1.     Bukan wajib pajak
2.     Wajib pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final atau
3.     Wajib pajak yang dikenakan PPh berdasarkan norma perhitungan khusus
D.   Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun
Istilah biaya jabatan adalah istilah perpajakan dalam hal ini tentang PPh 21 pribadi. Biaya jabatan merupakan persentasi asumsi pihak perpajakan bahwa sebagai seorang pekerja/karyawan pasti memilikipengeluaran (biaya) selama setahun pasti dalam hubungannya dengan pekerjaannya dan karena untuk itu, perpajakan menetapkan biaya jabatan dikenakan tarif tetap 5% dikali penghasilan bruto setahun. Dan setinggi-tingginya Rp.6.000.000,00 setahun atau Rp. 500.000,00 sebulan sesuai peraturan terbaru. biaya yang ditetapkan perpajakan sebagai pengurangan pengahsilan bruto/gaji.[2]
Atau dalam pengertian lain, biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto. Istilah jabatan tidak merujuk pada pengertian jabatan formal tertentu dalam perusahaan atau instansi. Dari staf biasa sampai direktur utama berhak mendapatkan pengurang biaya jabatan ini.
Biaya pensiun adalah pengurang penghasilan dalam menghitung PPh pasal 21 yang terutang dan harus dipotong atas penghasilan yang diterima oleh penerima pensiun secara bulanan. Sedang iuran pensiun adalah iuran yang dibayar oleh seseorang ketika dia ikut serta dalam program pensiun yang diselenggarakan oleh sebuah dana pensiun. Besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk perhitungan pemotongan pajak penghasilan bagi pensiunan sebesar 5% dari penghasilan bruto. Iuran pensiun termasuk juga iuran tunjangan hari tua dibayar oleh pegawai.
Tarifpajak yang berlaku beserta penerapannya menurut ketentuan dalam pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:  Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari:
a.      Pegawai tetap
b.     Penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan
c.      Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan
d.     Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan
Penghasilan kena pajak dihitung sebesar:
a.      Bagi pegawai tetap
Besarnya penghasilan kena pajak bagi pegawai tetap adalah sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP. Sedangkan penghasilan neto dihitung selurh penghasilan bruto dikurangi dengan:
1.     Biaya jabatan
2.     Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:
PPh Pasal 21 = (Penghasilan netto-PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh = (Penghasilan bruto-Biaya Jabatan-iuran pensiun dan iuran THT/JHT yang dibayar sendiri-PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh.[3]
b.     Bagi penerima ensiun berkala
Besarnya penghasilan kena pajak adalah bagi penerima pensiun berkala sebesar penghasilan netto dikurangi PTKP. Besarnya penghasilan netto adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun. Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:
PphPasal 21 = (Penghasilan netto-PTKP) x tarif  Ps 17 UU PPh = (Penghasilan bruto-biaya pensiun-PTKP) x tarif Ps17 UU PPh.
c.      Bagi pegawai tidak tetap yang dibayar secara bulanan
Bagi pegawai tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp. 1.320.000,00 besarnya penghasilan kena pajak dihitung sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP. PPh Pasal 21 = (Penghasilan bruto-PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah minggua, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama pasal 17 UU PPh (5%) diterapkan atas:
a.      Jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp. 150.000,00 atau
b.     Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp. 1.320.000,00. Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp. 6.000.000,00 PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh atas jumlah Penghasilan KenaPajak yang disetahunkan.
Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh,diterapkan atas jumlahkumulatif dari:
a.      Penghasilan kena pajak sebesar jumlah penghasila bruto dikurangi PTKP, yang diterima ataudiperoleh bukan pegawai (selain tenaga ahli), yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan yang memenuhi ketentuan:
1.     Yang bersangkutan telah mempunyai NPWP
2.     Hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21
3.     Tidak memperoleh penghasilan lainnya. PPh Pasal 21 = (Penghasilan bruto -  PTKP) x tarif Ps 17  UU PPh.
b.     50 % dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris. PPh Pasal 21 = (50% x Penghasilan bruto) x tarif Ps 17 UU PPh.
c.      Jumlah penghasilanbrutoberupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama. PPh Pasal 21 = Penghasilan brito x tarif Ps 17 UU PPh.
d.     Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai. PPh Pasal 21 = Penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPh.
e.      Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peseta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.[4]
PPh Pasal 21 = Penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPh. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh diterapkan atas jumlah penghasilan bruto:
a.      Untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan.
b.     Untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.
Tarif PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD adalah sebagai berikut:
a.      Sebesar 0 % (nol persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan pensiunnya.
b.     Sebesar 5 % (lima persen) dari PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunnya.
c.      Sebesar 15 % (lima belas persen) dari penghasilan bruto bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunnya.
E.  Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan Yang Tidak Mempunyai NPWP
Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20 % daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP. Artinya jumlah PPh pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120 % dari jumlah PPh pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP. Pemotongan PPh pasal 21seperti ini hanya berlaku untuk pemotongan PPh pasal 21 yang tidak final.
a.      Saat Terutang
Saat terutang PPh Pasal 21 dibagi menjadi 2 yaitu, bagi penerima penghasilan dan pemotongan penghasilan. Bagi penerima penghasilan adalah pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Sedangkan bagi pemotong PPh Pasal 21 adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan bersangkutan.[5]
b.     Cara Menghitung PPh Pasal 21
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala dibedakan menjadi 2, yaitu:
1.     Perhitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT masa PPh Pasal 21, selain masa pajak Desember atau masa dimana pegawai tetap berhenti kerja.
2.     Perhitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 A1 atau 1721 A2 dan pemotongan PphPasal 21 yang terutang untuk masa pajak Desember atau masa dimana pegawai tetap berhenti kerja. Perhitungan kembali ini dilakukan pada bulan dimana pegawai tetap berhenti kerja atau pensiun dan bulan bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender.
F.   Pemotongan Pph Pasal 21
PPh pasal 21 merupakan potongan atas penghasilan sehubungan dengan  pekerjaan atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau yang diperoleh wajib pajak pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:
a.   Pemeberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
b.   Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan jasa atau kegiatan.
c.   Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
d.   Badan yang membayar, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk tenaga ahli yang melakukan bebas.
e.   Penyelenggaraan kegiatan yang melakukan pembayaran suatu kegiatan.
Pemberi kerja yang dikecualikan dari pemotong PPh pasal 21 yaitu:
a.      Kantor perwakilan Negara asing
b.     Organisasi-organisasi Internasional sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur mengenai penetapan organisasi-organisasi Internasionalyang tidak subjek pajak penghasilan.
c.      Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjaan orang pribadi untuk melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
d.     Organisasi-organisasi Internasional yang ketentuan pajak penghasilannya yang didasarkan pada ketentuan perjanjian Internasional dalam perjanjian inetrnasional tersebut mengecualikan kewajiaban pemotongan pajak, serta organisasi-organisasi dimaksud telah ditetapkan oleh menteri keuangan.
Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan:
a.      Pegawai
b.     Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun dan tunjangan hari tua
c.      Bukan pegawai yang menerima penghasilan sehubungan dengan pemberi jasa. Atau tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan,dokter, pemain musok dan profesi lainnya.
d.     Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkapsebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
e.      Penerima honorarium

Hak dan kewajiban pemotong pajak:
a.      Wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan.
b.     Menerima surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender pada saat mulai menjadi subjek paajk dalm negeri sebagai dasar penentuan PTKP dari penerima penghasilan
c.      Wajib  menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan kalender
d.     Wajib membuat catatatn atau kertas kerja perhitungan PPh pasal 21 untyuk masing-masing penerima penghasilan
e.      Memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 atas penghasilan yang diterima berkala paling lama satu bulan setelah tahun kalender berakhir


Hak dan kewajiban penerima penghasilan ada empat yaitu:
a.      Wajib mendaftarkan diri kekantor pelayanan pajak sesuai dengan ketentuan UU perpajakan
b.     Wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender pada saat mulai menjadi subjek pajak dalam negeri sebagi dasar penentuan PTKP dari penerima penghasilan
c.      Mmenerima bukti potongan PPh pasal 21 atas yang dihasilkan yang diterima oleh pegawai tetap. Atau pegawai pensiun berkala paling lama 1 bulan setelah tahun kalender berakhir dari pemberi kerja. Atau jika berhenti bekerja sebelum bulan desember, bukti pemotongan PPh pasal 21 harus diperoleh dari pemberi kerja paling lama 1 bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja. Bagi selain pegawai tetap dan penerima pensiun berkala,  menerima bukti potongn setiap kali menerima penghasilan.
d.     Jumlah PPh pasal 21 yang dipotong merupoakan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh pasal 21 yang bersifat final.

G.   Contoh perhitungan
1.     Ahmad Zakaria pada tahun 2018 bekerja pada perusahaan PT Zamrud Abadi dengan memperoleh gaji sebulan Rp 10.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. 
Ahmad Zakaria menikah tetapi belum mempunyai anak. 
Penghitungan PPh Pasal 21 Tahun 2018 adalah sebagai berikut :
Gaji Sebulan
10.000.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan
500.000
Iuran Pensiun
100.000
Jumlah Pengurangan
600.000
Penghasilan Neto Sebulan
(10.000.000 – 600.000)
9.400.000
Penghasilan Neto Setahun
112.800.000
PTKP Setahun :
WP Sendiri
54.000.000
Status Kawin
4.500.000
Jumlah PTKP Setahun
58.500.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun
(112.800.000 – 58.500.000)
54.300.000
PPh Pasal 21 Terutang :
5 %   x 50.000.000 =
2.500.000
15 % x   4.300.000 =
645.000
PPh Pasal 21 Terutang Setahun
3.145.000
PPh Pasal 21 sebulan
(3.145.000 : 12)
262.083

2.     Bambang Yuliawan pegawai pada Tahun 2018 di perusahaan PT. Yasa Buana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp 10.000.000,00.  PT Yasa Buana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji.  PT Yasa Buana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Bambang Yuliawan membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Yasa Buana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya.  PT Yasa Buana membayar iuran pensiun untuk Bambang Yuliawan ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp 100.000,00, sedangkan Bambang Yuliawan membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 Tahun 2018 adalah sebagai berikut :
Gaji Sebulan
10.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
(0.50 % x 10.000.000)
50.000
Premi Jaminan Kematian Kerja
(0.30 % x 10.000.000)
30.000
Jumlah Penghasilan Bruto Sebulan
10.080.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan
(5 % x 10.080.000, maksimal 500.000)
500.000
Iuran Pensiun
50.000
Iuran Jaminan Hari Tua
(2 % x 10.000.000)
200.000
Jumlah Pengurangan
750.000
Penghasilan Neto Sebulan
(10.080.000 – 750.000)
9.330.000
Penghasilan Neto Setahun
(9.330.000 x 12)
111.960.000
PTKP Setahun :
WP Sendiri
54.000.000
Status Kawin
4.500.000
Jumlah PTKP Setahun
58.500.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun
(111.960.000 – 58.500.000)
53.460.000
PPh Pasal 21 Terutang :
5 %   x 50.000.000 =
2.500.000
15 % x   3.460.000 =
519.000
PPh Pasal 21 Terutang Setahun
3.019.000
PPh Pasal 21 sebulan
(3.019.000 : 12)
251.583




 


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi perhatian bagi wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 21, oleh karena itu kita akan membahasnya secara perlahan-lahan agar mudah dimengerti.
Pemungutan serta tarif pajak pph didasarkan atas undang – undang yang ada. Pajak merupakan penyumbang terbesar bagi kas negara. Ingat, bayarlah pajak sesuai dengan UU yang berlaku. Demikianlah kesimpulan ini, Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
B.    Saran
Penulis sangat berharap jika pemungutan wajib pajak tersebut harus bisa dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai pajak tersebut selalu disalahgunakan. Tujuan adanya pajak adalah untuk pembangunan bersama bukan untuk segelintir orang. 



DAFTAR PUSTAKA

http://indahjewel.com , makalah perpajakan PPh pasal 21 diakses pada 23 Maret 2018 pukul 13:48 wib
http://www. Courshero.com diakses pada pukul 12:30
http://www. Pajakku.com  di akses pada 23 Maret 2019 pukul 13.45 wib
Kurnia Rahayu, Siti dan Suhayati, 2009,   perpajakan Teori dan Tekhnis Perhitungan, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu
Widianingsih, Aristanti, 2011, Hukum Pajak dan Perpajakan, Bandung: Alfabeta.




[1] Kurnia Rahayu, Siti dan Suhayati,  perpajakan Teori dan Tekhnis Perhitungan, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2009, hlm 13  
[2] Widianingsih, Aristanti, Hukum Pajak dan Perpajakan, Bandung: Alfabeta, 2011, hlm 45
[3] http//www. Courshero.com diakses pada pukul 12:30
[4] http//www. Pajakku.com  di akses pada 23 Maret 2019 pukul 13.45 wib
[5] http://indahjewel.com , makalah perpajakan PPh pasal 21 diakses pada 23 Maret 2018 pukul 13:48 wib

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL