MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekol...

MAKALAH HADITS,SUNNAH,KHABAR,ATSAR DAN HADITS QUDSI


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
تَركْتُ فيكُمْ أَمْرَيْنِ لنْ تَضِلُّوا ما تَمسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتاَبَ اللهِ ، وَسُنّةَ رَسُوْلِهِ
Aku tinggalkan bagi kamu dua perkara yang mana kamu tidak akan sesat selagimana kamu berpegang teguh kepadanya : Kitab Allah dan Sunnah RasulNya”. (Hadis riwayat Imam Malik & Tirmizi).

Hadist merupakan dasar ajaran umat Islam setelah al qur’an. Meskipun demikian, Hadist tidak dapat dipisahkan dengan Al Qur’an, karena hadist secara fungsioanal merupakan ekspansi terhadap kandungan isi Al Qur’an. Sesuai dengan ayat Allah dalam surat an nahl ayat 44  :
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

…Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.

Walaupun hadist merupakan dasar umat Islam, tetapi sebagian umat Islam ada yang belum mengerti apa itu makna hadist. Kadangkala, mereka mengartikan hadist sama dengan sunnah, khobar, atau  atsar. Hal ini dikarenakan mereka hanya mempelajari secara dzohirnya saja, tidak mendalami dengan baik pengertian dari hadist itu sendiri. Sehingga mereka menganggap sunnah, khobar atau atsar sama dengan hadist.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Hadits?
2.      Pengertian Sunnah?
3.      Pengertian Khabar?
4.      Pengertian Atsar?
5.      Hubungan Hadits Qudsi dan Hadits umum?

C.     Tujuan
Agar kita bisa mengetahui pengertian hadits sunnah khabar atsat dan Hadits qudsi.
PEMBAHASAN
1.      Ta’rif Hadits

A.    Menurut bahasa (lughat)

a.       Jadid, lawan qadim= yang baru, Jamaknya: hidats, hudatsa’ dan huduts.
b.      Qarib= yang dekat, yang belum lama terjadi seperti dalam perkataan haditsul ahdi bil-Islam. Jamaknya: hidats, hudats’ dan huduts.
c.       Khabar= warta, yakni: ma yutahaddatsu bihi wa yunqalu= sesuatu yang dipercakapakan dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang, sama maknanya dengan hidditsa. Dari makna inilah diambil perkataan hadits Rasulullah.
Hadits yang bermakna khabar ini diisytiqaqkan dari tahdits yang bermakna riwayat atau ikhbar= mengabarkan. Apabila dikatakan haddatsana bi haditsin, maka maknanya akhbarana bihi hadisun= dia mengabarkan sesuatu kabar kepada kami.
Ringkasnya, lafad hadits bukan sifat musyabbahah, walaupun dia sewazan karim. Jamaknya hudtsan dan hidtsan Dan dijamakkan juga terhadap ahadits.
Jamak inilah yang dipakai buat jamak hadits yang bermakna khabar dari Rasul. Hadits-hadits dari rasul diakatakan Ahaditsul Rasul, tak pernah dikatakan Ahaditsul Rasul, tak pernah dikatakan hudtsanul Rasul, sebagaimana tidak pernah disebutkan “Uhdutsatul Rasul”.
Dalam pada itu sebagian ulama berkata, lafad ahadits bukan jamak dari hadits yang bermakna khabar, tetapi merupakan isim jamak. Mufradat ahadits yang sebenarnya, ialah uhdutsah, yang bermakna sesuatu berita yang dibahas dan sampai dari seseorang ke seseorang.
Kata Al-Farra’, “Ahadits sebenarnya jamak dari uhdutsah, kemudian dijadikan jamak bagi hadis. Dalam pada itu mereka tidak mengatakan uhdutsah Nabi”.
Sebagian ulama menetapkan, bahwa lafazd ahadits Jamak dari hadis yang tidak menurut qiyas, atau jamak nya yang syadz.
Kata Az Zumakhsyary dalam Al Kasysyaf, “ Ahadits adalah isim jamak bagi hadits bukan jamak nya”[1]
Kata Az Zarkassy dalam Al Bahrul Muhith, “Lafad hadits buksn isim jamak , dia jamak taksir bagi hadits yang tidak menurut qiyas seperti abathil isim jamak tak ada yang sewazan ini”.
Allah pun memakai kata hadits dengan arti khabar dalam firman nya:
“Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya jika mereka orang yang benar.”(Q.A. 34. S. 52 Ath Thur).
B.     Menurut istilah ahli hadits

“Segala ucapan nabi, segala perbuatan beliau dan segala keadaan beliau”
Demikian kata Al Hafidh dalam Syarah Al Bukhari. Dan Al Hafidh dari shakhawi.
Masuk ke dalam keadaan ny, segala yang diriwayatkan dalam kitab sejarah, seperti kelahirannya, tempatnya dan yang bersangkut paut dengan itu, baik sebelum dibangkit, maupun sesudahnya.
Sebagian ulama seperti Ath Thiby berpendapat bahwa “ Hadits itu melengkapi sabda Nabi, perbuatan beliau dan taqrir beliau melengkapi perkataan, perbuatan dan taqrir sahabat, sebagaimana melengkapi perkataan,perbuatan, dan taqrir tabi’in”.
Dengan demikian, terbagilah hadits kepada sembilan bagian, Pendapat ini diterangkan oleh Al Hafidh di dalam An Nakhbah.
Maka sesuatu hadits yang sampai kepada Nabi, dinamai marfu’ yang sampai kepada sahabat dinamai maufuq dan yang sampai kepada tabi’in saja dinamai maqthu’.
Muradifnya, sunnah, khabar dan atsar.
Sebenarnya lafad hadits tertentu dengan yang marfu’, untuk yang lain terkecuali ada karinah.

Menurut Ahli Ushul Hadits
“ Segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir Nabi, yang bersangkutpaut dengan hukum.”
Tidak masuk ke dalam hadits, sesuatu yang tidak bersangkutpaut dengan hukum, seperti urusan pakaian. Dalam pandangan para Ushuliyin, muradifnya sunnah,khabar, dan atsar juga.
Apabila disebut hadits sebagai nama bagi ilmu (ilmu hadits), maka ta’rifnya ialah:
“ Sesuatu ilmu yang menerangkan segala yang dinukilkan/yang disandarkan kepada Nabi atau kepada shahaby dan tabi’y, baik berupa perkataan maupun perbuatan, taqrir maupun sifat.”
Inilah yang mereka kehendaki dengan “Ilmu Haditsul Riwayah”. Ilmu untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi dari aspek diterima atau ditolak, dinamakan Ilmu hadits Dirayah.

2.      Ta’rif Sunnah

Menurut bahasa (lughat) sunnah bermakna jalan yang dijalani,terpuji,atau tidak. Sesuatu tradisi yang sudah dibiasakan, dinamai sunnah, walaupun tidak baik.
Jamaknya, sunan. Nabi SAW, bersabda:
“ Sungguh kamu akan mengikuti sunnah-sunnah (Perjalanan-perjalanan) orang yang sebelummu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka memasuki sarang dlab (serupa banyak), sungguh kamu memasukinya juga.” (H.R. Muslim).
Dan Nabi SAW. Bersabda pula:
“ Barang siapa mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang baik, maka baginya pahala sunnah itu dan pahala oraang lain yang mengerjakannya hingga hari kiamat. Dan barang siapa mengerjakan sesuatu sunnah yang buruk,maka atas nya dosa membuat sunnah buruk dan dosa orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat.”(H.R.AL Bukhari dan Muslim).
  
   Hadist ini memberi pengertian bahwa:perkataan sunnah di artikan jalan,sebagaimana yang di kehendaki oleh ilmu bahasa sendiri.

   Sunnah menurut istilah muhadditsin (ahli-ahli hadist) ialah segala yang di nukkilkan dari Nabi SAW. Baik berupa perkataan,perbuatan,maupun berupa taqrir,pengajaran,sifat,kelakuan,perjalanan hidup baik yang demikian itu sebelum Nabi SAW. Di bangkit jadi rasul,maupun sesudahnya.

   Jumblah yang terbesar dari jumblah muhadditsin menetapkan bahwa sunnah dalam arti ini, menjadi murodif bagi perkataan hadist.
   Sunnah, menurut pendapat (istilah ahli usul fiqih) iala segala yang dinukilkan dari Nabi SAW. Baik perkataan maupun perbuatan,ataupun taqrir yang berkaitan dengan hukum.
Makna inilah yang diberikan kepada perkataan sunnah dalam sabda Nabi:
Yang artinya “sungguh telah saya tinggalkan untukmu dua hal, tidak sekali-kali kamu sesat selama kamu berpegang kepadannya, yakni kitabullah dan sunnah rasul-Nya” (H.R. Malik).
Contoh-contoh hadits (sunnah)

Contoh hadits (sunnah) ucapan:
“ Segala amalan itu mengikuti niat (orang yang meniatkan).” (H.R. Al Bukhary dan Muslim).
Seluruh ulama hadits turut meriwayatkannya.
“ Tak ada wasiat (tidak boleh diwasiatkan) untuk orang yang mengambil pusaka”. (H.R. Ad Daraquth ny dari Djabir)
Hadits ini sebuah hadits masyhur Ibnu Hazm mengatakan Mutawatir.

Contoh hadits (Sunnah) perbuatan:

Cara cara mendirikamn Shalat,rakaatnya,cara-cara mengerjakan amalan haji, adab adab berpuasa dan memutuskan perkara berdasarkan saksi dan berdasarkan sumpah.
Semua ini diterima dari Nabi dengan perantaraan sunnah fi’liyah lalu para sahabat menukilkan nya.
Untuk meneladaninya dalam soal shalat, Nabi sabdakan :
“ Bersembahyanglah anda sebagaimana anda melihat saya bersembahyang.”(H.R. Al Bukhary dan Muslim dari Malik ibnu Huwairitis).

Contoh hadits (sunnah) taqrir.
Taqrir ialah :
a.       Membenarkan (tidak mengingkari) sesuatu yang diperbuat oleh seseorang sahabat (orang yang mengikuti syari’i) di hadapan Nabi atau diberitakan kepada beliau lalu beliau tidak menyanggah atau tidak menyalahkan serta menunjukkan bahwa beliau menyetujuinya.
Nabi membenarkan ijtihad para sahabat mengenai bersembahyang ‘Ashar di Bani Quraidah, Nabi bersabda :
Artinya :
“Jangan seseorang kamu bersembahyang, melainkan di Bani Quraidhah.”
Sebagian sahabat memahamkan lahirnya. Karena itu, mereka mengerjakan shalat Ashar sebelum mereka sampai di Bani Quraidhah.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa yang  dimaksudkan Nabi ialah bersegera pergi ke sana. Karena itu mereka mengerjakan shalat Ashar waktunya. Sebelum tiba di Bani Quraidhah.(H.R.. Al Bukhary dari Ibn Umar).
Kedua-dua perbuatan sahabat ini bertanya sampai kepada Nabi. Nabi berdiam diri tidak mengatakan apa-apa.

b.      Menerangkan bahwa yang diperbuat oleh sahabat itu baik serta menguatkan nya pula.
Diriwayatkan oleh Al Bukhary da Muslim bahwa Khalid ibn Walid makan dlab (sejenis biawak) yang dihidangkan orang kepada Nabi, padahal Nabi sendiri enggan memakan nya, Maka sebagian sahabat (Khalid) bertanya: Apakah kita diharamkan memakan diab, ya rasulullah?  Nabi SAW menjawab :
“Tidak, hanya binatang ini tidak ada di negeri saya karena itu saya tidak suka memakannya. Makanlah, sesungguhnya dia itu halal.” (H.R Al Bukhary dan Muslim).

Dan biasa juga dinamakan sunnah, sesuatu yang ditunjukki dalil syar’i baik dalil Al-qur’an ataupun dalil sunnah, maupun berdasarkan ijtihad para sahabat, seperti mengumppulkan Al-qur’an dalam mushhaf dan menyuruh seluruh ummat membaca menurut mushhaf Utsman dan seperti membukukan ilmu-ilmu pengetahuan.
Lawan sunnah dalam pengertian ini ialah bid’ah.

3.      Ta’rif  Khabar
 Menurut bahasa khabar berarti berita
Adapun menurut istilah, ada dua pendapat:
A.    Sebahagian Ulama menyatakan, bahwa Khabar itu sama/sinonim dengan Hadits. Oleh karena itu mereka menyatakan, bahwa khabar adalah apa yang datang dari Nabi, baik yang marfu’ (yang disandarkan kepada Nabi), yang maqthu’ (yang disandarkan kepada Tabiin) Dengan kata lain bahwa khabar itu mencakup apa yang datang dari Rasul, dari Sahabat dan dari Tabi’in.
Menurut Dr. Subhi Shalih dalam bukunya Ulumul hadits wa Musthalahuhu (hal. 10), para ulama Hadits yang berpendapat demikian ini beralasan selain dari bahasa (yakni bahwa arti Hadits dan khabar adalah berita), juga beralasan bahwa yang disebut para perawi itu, tidaklah terbatas bagi orang yang meriwayatkan/menukilkan berita dari  Sahabat dan Tabi’in. Sebab kenyataan para perawi itu telah meriwayatkan apa yang datang dari Nabi dan yang datang dari Nabi dan yang datang dari selain nya. Oleh karena itu, tidaklah ada keberatan untuk menyamakan hadits dengan Khabar.
a.       Sebahagian ulama Hadits membedakan pengertian Khabar dengan Hadits.
Dr. muhammad Ajaj Al-khatib dalam kitabnya Ushulul Hadits  menjelaskan:
a). Sebahagian pendapat menyatakan, bahwa hadits adalah yang berasal dari Nabi sedang Khabar adalah apa yang berasal dari selainnya. Oleh karena itu dikatakan orang yang tekun pada sejarah atau semacamnya (Menyibukkan diri) pada Hadits disebut dengan “muhaddits” sedang orang yang tekun pada sejarah atau semacamnya disebut dengan “Akhbary”.
b). Sebahagian pendapat menyatakan, bahwa Hadits bersifat khusus sedang khabar bersifat umum. Oleh karena itu tiap-tiap hadits adalah Khabar dan tidak setiap Khabar adalah hadits.

4.      Ta’rif Atsar

a. Atsar pada lughat, ialah bekasan sesuatu atau sisa sesuatu. Dan berarti nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu doa umpamanya yang dinukilkan dari Nabi dinamai doa matsur. Jamaknya atsar dan utsur.
b.Menurut istilah jumhur ulama sama artinya dengan khabar dan hadits.
Mengenai ini dinamailah ahli hadits dengan atsary.

Para fuqaha memakai perkataan atsar untuk perkataan-perkataan ulama salaf,sahabat,tabi’in dan lain-lain. Ada mengatakan atsar lebih’ am (umum) daripada khabar.
Atsar dihubungkan kepada yang datang dari Nabi dan yang selainnya sedangkan khabar dihubungkan kepada yang datang dari Nabi saja.[3]
Al-iman An Nawawy menerangkan bahwa fuqaha Khurasan menamai perkataan –perkataan sahabat(Hadits mauqul) dengan atsar, dan menamai hadits Nabi dengan khabar. Tetapi para Muhadditsin umumnya, menamai hadits Nabi dan perkataan sahabat dengan atsar juga Dan setengah ulama memakai pula kata atsar untuk perkataan-perkataan tabi’in saja.
Az-Zarkasyi memakai kata asar untuk hadits mauquf, Namun membolehkan memakainya untuk perkataan Rasul SAW. (Hadits Marfu).
At Thahawy memakai kata atsar untuk yang datang dari Nabi dan sahabat, Ada sebuah kitab beliau bernama Mu’anil Atsar. Di dalamnya beliau terangkan hadis-hadits yang datang dari Nabi dan yag datang dari sahabat.
At Thabary memakai kata atsar untuk yang datang dari Nabi saja. Sebuah kitab beliau bernama Tahdzibul Atsar. Didalamnya beliau jelaskan hadis-hadits Nabi saja.

5.      Hakikat Sunnah dan Hadits

Karena telah timbul banyak kesulitan dan kemuskilan dalam mengidentikkan hadits dengan sunnah, perlulah kita menentukan garis perbedaan antara sunnah dan hadits.
Hadits ialah segala peristiwa yang disandarkan kepada Nabi walaupun hanya sekali saja terjadinya dalam sepanjang hidupnya dan walaupun hanya diriwayatkan oleh seorang saja. Adapun sunnah, sebenarnya adalah sebutan bagi amaliyah yang mutawir, yakni cara Rasul melaksanakan sesuatu ibadat yang dinukilkan kepada kita dengan amaliyah yang mutawir pula”. Nabi melaksanakan nya bersama para sahabat, kemjudian para sahabat melaksanakan nya. Kemudian diteruskan pula oleh para sahabat, kemudian diteruskan pula oleh para tabi’in walaupun lafad penukilannya tidak mutawwir, namun cara pelaksanaannya mutawatir.

6.      Perbedaan antara hadits umum dan hadits qudsi.            `

Hadits qudsi, ialah perkataan-perkataan yang disabdakan Nabi SAW dengan mengatakan “Allah berfirman..”. Nabi menyadarkan perkataan itu kepada Allah. Beliau meriwayatkan dari Allah SWT.

Kata Ath Thibi, “Hadits qudsi ialah titah Tuhan yang disampaikan kepada Nabi di dalam mimpi, atau dengan jalan ilham, lalu Nabi menerangkan apa yang dimimpikannya itu, dengan susunan perkataan beliau sendiri serta menyadarkan nya kepada Allah”. Pada hadits yang lain, beliau tidak mengatakan,”Berfirman Allah...”

Kata Al Kirmani, “Haditas qudsi itu dinamai juga hadits ilahi dan hadits Rabbany”.
Abu baqa’ Al Ukbari dalam kuliyatnya, di waktu menerangkan perbedaan anatar Al-Qur’an dengan hadits Qudsyi berkata , “Al-Qur’an ialah “wahyu yang lafadnya dari Rasul, sedang maknanya dari allah, diturunkan dengan jalan ilham atau jalan mimpi.”
Sebagian ulama berkata, “Al Quran ialah lafad yang sepertinya tidak dapat dibuat oleh seluruh ahli balaghah yang sepertinya Dan diturunkan dengan  perantaraan jibril.

Hadits Qudsi tidak demikian, tidak mu’jiz tidak diturunkan dengan perantaraan jibril.

Contoh Hadits qudsi

Rasulullah SAW, bersabda:

“Allah SWT  berfirman : Seluruh amal aman Adam untuk dirinya sendiri kecuali puasa. Puasa itu untuk-ku Aku akan memberikan balasannya. Puasa itu perisai. Apabila seseorang kamu berpuasa, janganlah dia memaki-maki mengeluarkan kata-kata keji dan jangan dia berpiruk-pikuk. Jika dia dicarut oleh seseorang, atau dibunuh (hendak dibunuh) , hendaklah dia katakan : saya berpuasa.” (H.R. Al Bukhary dan Muslim. Lafal hadits ini menurut riwayat Al-Bukhary).

Rasulullah bersabda pula :

“ Allah SWT. Berfirman: Aku menurut persangkaan hamba-Ku dan Aku besertanya di mana saja dia menyebut (mengingat) Daku”. (H.R Al Bukhary dari Abu Hurairah)

Segolongan ulama berpendapat segala hadits yang berpautan dengan Allah dan sifat-sifatnya, dinamai hadits qudsi. Yang lain dari itu,tidak.


PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Definisi hadits yang paling komprehensif adalah segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Saw., baik ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat diri atau sifat pribadi; atau yang dinisbahkan kepada sahabat atau tabi’in.
Sunnah adalah segala yang bersumber dari Nabi Muhammad saw., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya.
Khabar berarti berita yang disampaikan kepada seseorang.
Adapaun atsar menurut pendekatan bahasa sama pula artinya dengan khabar, hadits, dan sunnah.



















DAFTAR PUSTAKA

A.Qadir Hassan, Ilmu Hadits, Al-Muslimun, Bangil 1996.

Drs. Masyfuk Zuhri, Pengantar Ilmu Hadits, Pustaka Progresif, Surabaya, 1976.

Dr. Muhammad Ajjjaj Al-Khatib, Ushulul Hadits, Darul Fikri, Bairut, 1975.

Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, 1974.

Dr. Shubhi Shalih, Ulumul Hadits, Darul Ilmu, Beirut, 1977.




[1]                Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu Hadits, (Semarang : PT. PUSTAKA RRIZKI PUTRA,1999), hal , 12.
[2]                M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung, : PT. ANGKASA, 2001), hal , 9.
<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
[3]                Subhi AS-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2010), hal , 20.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL