MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH I’JAZ AL-QURAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Salah satu objek penting lainnya dalam kajian ulumul Al Qura’an adalah perbincangan mengenai mukjizat, terutama mukjizat Al Qura’an. Karena dengan perantara mukjizat Allah mengingatkan manusia, bahwa para rasul itu merupakan utusan yang mendapat dukungan dan bantuan dari langit. Mukjizat yang telah di berikan kepada para Nabi mempunyai fungsi sama yaitu untuk memainkan peranannya dan mengatasi kepandaian kaum disamping membuktikan bahwa kekuasaan Allah itu berada di atas segala-galanya.
Adapun tujuan mukjizat itu, untuk pengarahan yang ditujukan pada suatu umat yang berkaitan dengan pengetahuan mereka, karena Allah tidak mengarahkan suatu umat pada hal-hal yang mereka tidak ketahui, dan di situlah letak nilai mukjizat yang telah di berikan kepada Nabi.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Defenisi Mukjizat
Kata mukjizat dalam kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai "kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia". Pengertian ini tidak sama dengan pengertian kata tersebut dalam istilah agama islam.[1]
Kata mukjizat terambil dari kata bahasa Arab a'jaza yang berarti "melemahkan atau menjadikan tidak mampu" . Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu'jiz dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan,  maka ia dinamai mu’jizat.
Berikut adalah pengertian mukjizat secara terminologi menurut bebeapa ahli:
1.      Manna Khalil Al Qaththan
I’jaz adalah menampakkan kebenaran Nabi SAW dalam pengakuaan orang lain sebagai rasul utusan Allah SWT dengan menampakan kelemahan orang-orang Arab untuk menandinginya atau menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan kelemahan-kelemahan generasi sesudah mereka.
2.      Ali al Shabuniy
I’jaz ialah menetapkan kelemahan manusia baik secara kelompok maupun bersama-sama untuk menandingi hal yang serupa dengannya, maka mukjizat merupakan bukti yang datangnya dari Allah swt yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasulan dan kenabianya.
Sedangkan mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan tantangan yang tidak mungkin dapat ditandingi oleh siapapun dan kapanpun.
3.      Muhammad Bakar Ismail
Mukjizat adalah perkara luar biasa yang disertai dan diikuti tantangan yang diberikan oleh Allah swt kepada nabi-nabiNya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan kebenaran terhadap apa yang diembannya yang bersumber dari Allah swt.[2]
  Dari ketiga definisi di atas dapat di fahami antara I’jaz dan mukjizat itu dapat dikatakan melemahkan. Hanya saja pengertian I’jaz di atas mengesankan batasan yang lebih spesifik, yaitu Al-Qur’an. Sedangkan pengertian mukjizat, menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya berupa Al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu dijangkau manusia secara keseluruhan.
  Dengan demikian dalam konteks ini antara pengertian I’jaz dan mukjizat itu saling melengkapi, sehingga nampak jelas keistimewaan dari ketetapan-ketetapan Allah yang khusus diberikan kepada Rasul-rasul pilihan-Nya sebagai salah satu bukti kebenaran misi kerasulan yang dibawahnya.
B.     Pandangan Ulama Tentang i'jaz Al-Qur'an
Semua Ulama sepakat tentang kemukjizatan Al-Qur'an dalam konteksnya yang sangat luas dan sebagai satu kesatuan yang bersifat holistik. Hanya saja, mereka berlainan pendapat dalam hal pemaparan kemukjizatan al-Qur'an secara rinci dan bagian demi bagian.
Menurut An-Nazhzham, kemukjizatan Al-Qur'an pada dasarnya bukan terletak pada kehebatan Al-Qur'an itu semata-mata, melainkan lebih dikarenakan sharfah (proteksi) dari Allah swt terhadap para hamba-Nya. Lebih dari itu, kata an-Nazhzham, Allah tidak saja memprotekk kemampuan manusia untuk menandingi Al-Qur'an, akan tetapi juga malahan membelenggu kefasihan lidah mereka. Dalam kalimat lain, ketidak mampuan bangsa Arab bahkan bangsa manapun untuk menandingi Al-Qur'an, dalam pandangannya an-Nazhzham, lebih disebabkan paksaan Allah kepada hamba-Nya melalui rekayasa sterilisasi kemampuan mereka tidak berdaya menghadirkan yang sepadan Al-Qur'an, betapapun hebatnya ilmu bahasa dan pengetahuan yang mereka miliki.
Tokoh dan aliran lain yang juga dicap mengingkari i'jaz Al-Qur'an ialah al-Murtdha, dari kalangan madzhab Syi'ah yang sependirian dengan an-Nazhzham bahwa i'jaz Al-Qur'an terjadi karena as-sharfah dari Allah. Menurutnya, Allah sengaja mematikan kreativitas dan kemampuan orang arab dari kemungkinan mereka menandingi Al-Qur'an .Padahal, mereka dasarnya berkemampuan untuk melakukan hal itu. Sharfah Allah kepada hamba-Nya inilah, sesungguhnya yang mengakibatkan (al-Qur'an) tidak mengikuti tradisi, tambah al-Murtadha.
Tuduhan penafian i'jaz al-Qur'an terhadap aliran Mu'tazilah dan kaum syi'ah secara keseluruhan hanya disebabkan segelintir tokohnya yang dalam kasus ini an-Nazhzham dan al-Murtadha, merupakan tuduhan yang kurang etis mengingat terlalu banyak pengikut Mu'tazilah dan kaum syi'ah yang pengakuannya tentang al-Qur'an kurang lebih sama ( tidak berbeda) dengan kaum muslimin pada umumnya. Bahkan dari kalangan ahki sunnah sekalipun sesungguhnya ada juga yang membenarkan kemungkinan as-sharfah itu terjadi.
Pemahaman tentang as-sharfah yang terkesan mengingkari kemukjizatan al-Qur'an seyogyanya tidak perlu terjadi manakala disikapi secara arif dan tidak tendensius.
Adapun jumhur ulama Islam menitik beratkan alasan ketidakmampuan menandingi al-Qur'an itu semata-mata terletak pada keterbatasan manusia itu sendiri tanpa ada penjegalan dari Allah swt. bukan semata-mata ketidak mampuan manusia.
Sebagian orang ada yang berpendirian bahwa kemukjizatan al-Qur'an tidak semata-mata terletak pada keseluruhannya, akan tetapi juga pada sisi-sisi tertentunya semisal keindahan bahasa ( balaghahnya). Diantara alasannya, kata mereka, mengingat bahasa al-Qur'an mencapai puncak keindahannya yang tidak bisa ditandingi oleh siapa, kapan dan dimanapun. Sebagian lain ada yang memandang kemukjizatan terfikus pada sistem informasinya yang jauh menjangkau masa depan yang tidak akan pernah terkuak oleh akal manusia tanpa bantuan al-Qur'an.[3]
C.    Petunjuk al-Qur'an Sebagai Mukjizat
Pakar Al-Qur'an dan hukum islam, imam Al-Qurthubi (671H), dinilai sebagai ulama pertama yang menggarisbawahi aspek kemukjizatan al-Qur'an ditinjau dari segi petunjuk atau syariatnya dari sepuluh aspek kemukjizatan yang dikemukakannya. Sayyid Muhammad Rasyid Ridha 1868-1935 M) secara tegas juga berpendapat demikian, sebagaimana dikemukakannya dalam jilid pertama Tafsir Al- Manar. Bahkan menurutnya petunjuk Al-Qur'an dalam bidang akidah ketuhanan, persoalan metafisika, akhlak, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan soal agama, sosial dan politik, merupakan pengetahuan yang sangat tinggi nilainya. Sedikit sekali yang dapat mencapai puncak dalam bidang-bidang tersebut kecuali mereka yang memusatkan diri secara penuh dengan mempelajarinya bertahun-tahun. Atas dasar itulah,[4] kemudian Rasyid Ridha menulis,
Bagaimana mungkin Nabi Muhammad Saw,., seorang ummiy yang tidak pandai     membaca dan menulis dan tidak pula hidupi ditengah-tengah masyarakat ilmu dan hukum , dapat menyampaikan hal-hal seperti yang terdapat didalan Al-Qur'an dan dalam bentuk yang sangat teliti dan sempurna? Bahkan dari masyarakat manusia betapapun mereka telah mencapai kemajuan yang demikian tinggi dan luas , belum atau tidak mampu mempersemabhkan dalam bidang petunjuk-petunjuk lebih baik dari apa yang dipersembahkan oleh kitab suci Al-Qur'an.
Dalam bidang syariat, Al-Qur'an menetapkan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, yaitu antara sesama Muslim atau Non-Muslim, baik dirumah, didalam masyarakat, bangsa, maupun dalam kingkungan masyarakat internasional. Selanjutnya Sa'duddin As-Sayyid Shaleh, Ketua Jurusan Akidah dan Filsafat di Al-Azhar , Menulis,
Orang-orang Yunani dan Romawi, sebelum Al-Qur'an, juga telah menetapkan aturan-aturan hukum. Tetapi, kemukjizatan aspek syariat Al-Qur'an terletak pada kemampuannya menciptakan keadilan antarsesama manusia tampa mempertimbangkan jenis, warna kulit, bahkan pun agama. Ini tidak dapat diwujudkan oleh peraturan perundangan yang lalu, karena ia ditetapkan guna kepentingan suatu bangsa atau jenis tertentu dengan mengorbankan manusia yang lain.
Sebagai Muslim, kita meyakini bahwa Al-Qur'an dalam petunjuk-petunjuknya amat istimewa dan sempurna. Betapa tidak? Petunjuk-petunjuknya lebih- lebih dalam aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya tidak mementingkan nama atau bentuk lahirnya, tetapi mengarah kepada jiwa dan substansi yang mengantar manusia dan masyarakat menuju kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan batin. Dengan mengarah kepada tujuan dan sustansi, serta menempatkan bentuk dan sarana wilayah kewenangan ilmu, seni, serta perkembangan pemikiran masyarakat, menyebabkan tuntunan Al-Qur'an dapat  diterapkan di mana dan kapan saja.
Hal ini didukung oleh sifat petunjuk-petunjuk-Nya yang pada umumnya bersifat global. Yang rinci hanyalah yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang tidak dapat dijangkau oleh nalar manusia, seperti persoalan metafisika, atau petunjuk yang tidak perlu dikembangkan lagi karena naluri manusia dan kecendrungannya menyangkut hal tersebut tidak mungkin mengalami perubahan.
Sisi keistimewaan petunjuk Al-Qur'an dapat juga dilihat pada prinsip yang diperkenalkannya, yaitu prinsip yang berfungsi sebagai "hak veto" terhadap rincian ketetapan-ketetapannya, sehingga melalui prinsip tersebut, rIncian ketetapan dapat disesuaikan bahkan dibatalkan. Al-Qur'an, misalnya, membenarkan seseorang memakan daging babi bila ia berada dalam keadaan darurat. Kewajiban puasa dapat gugur bila yang bersangkutan dalam melaksanakannya mengalami kesulitan yang berat.
D.    Aspek-Aspek Kemukjizatan Al-Qur'an
1.      Segi Kebahasaan dan Tata Bahasa atau Uslub-nya
 Kendatipun Al Qur’an, hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut Nabi tetapi uslub atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Al Qur’an muncul dengan uslub yang begitu indah. Uslub bahasa Al Qura’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila di bandingkan dengan lainnya.[5]
Dalam Al Qur’an, banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang disusun dalam bentuk bahasa yang sangat indah lagi mempesona, jauh lebih indah daripada apa yang dibuat oleh penyair dan sastrawan. Contoh dalam surat Al-Qori’ah (101) ayat 5, Allah berfirman yang artinya:
“Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang di hambur-hamburkan”. (Q.S. Al-Qoriah ,101:5)
kemukjizatan al- quran dari segi bahasanya bisa kita lihat dari tiga hal yaitu :
1)      Nada dan Langgamnya
2)      singkat dan padat
3)      Memuaskan para pemikir kebanyakan orang
Adapun gaya bahasa Al Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona. Al Qur’an secara tegas menentang semua sastrawan para orator Arab untuk menandingi ketinggian Al Qur’an baik bahasa maupun susunannya. Setiap kali mereka mencoba menandingi, mereka mengalami kesulitan dan kegagalan dan bahkan mencapat cemoohan dari masyarakat.
2.      Hukum illahi yang sempurna
Al Qur’an menjelaskan pokok akidah, norma-norma keutamaan, sopan-santun, undang-undang, ekonomi, politik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Apabila kita memperhatikan pokok-pokok ibadah, kita akan memperoleh kenyataan bahwa Islam telah memperluasnya dan menganekaragamkan serta meramunya menjadi ibadah amaliyah, seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang berupa ibadah amaliyah sekaligus ibadah badaniyah, seperti berjuang di jalan Allah.[6]
3.      Berita tentang hal-hal yang ghaib
Sebagian ulama mengatakan bahwa mukjizat Al Qur’an itu adalah berita-berita ghaib. Firaun, yang mengejar-ngejar Musa, diceritakan dalam surat Yunus (10) ayat 92 Allah berfirman yang artinya:َ
Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahnya dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuatan kami.”
Cerita peperangan Romawi dengan Persia yang dijelaskan dalam surat Ar-rum (30) ayat 1-5 merupakan satu berita ghaib lainnya yang disampaikan Al Qur’an.
4.      Isyarat-isyarat ilmiah
Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al Qur’an misalnya:
1)      Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan sebagaimana yang dijelaskan firman Allah dalam surah yunus ayat 5 yang artinya:
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya munzilah-munzilah (tempat-tempat) bagi perjalan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu, melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. Yunus (10): 5).
2)      Perbedaan sidik jari manusia, sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah    berikut:
“Bukan demikian, sebenarnya kami kuasa menyusun kembali jari-jemarinya dengan sempurna.”
3)      Aroma/bau manusia berbeda-beda, sebagaimana diisyaratkan firman Allah berikut:
“Tatkala kafiah itu keluar (Dari negeri Mesir), ayah mereka berkata “Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).” (Q.S. Al-Baqarah (2): 23)
4)      Masa penyusuan yang tepat dan masa kehamilan minimal sebagai wara diisyaratkan firman Allah berikut:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 233)
5)      Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan napas, hal ini diisyaratkan oleh firman Allah berikut:
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama Islam) dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendekati langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada ;orang-orang yang beriman. (Q.S. Al-An’am (6): 25)
5.      Ketelitian redaksinya
1)          Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Beberapa contoh,diantaranya:
a.       Al-hayah (hidup) dan al-maut (mati),masing-masing sebanyak 145 kali
b.      An-naf (manfaat) dan Al-madharah (mudarat),masing-masing sebanyak 50 kali
c.       Al-har (panas) al-bard (dingin) masing-masing 4 kali
d.      Ash-shalihat (kebajikan) dan as-sayyiat (keburukan),masing-masing167 kali
e.       Ath-thuma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan adh-dhiq (kesempitan/ kekesalan),masing-masing13 kali
f.       Ar-rabah (cemas/takut) dan ar-raghbah (harap/ingin),masing-masing 8 kali

2)          Keseimbangan jumlah bilangan kata engan sinonimnya/makna yang dikandungnya.
a.           Al-harts dan az-zira’ah (membajak/bertani), masing-masing 14 kali
b.          Al-‘usb dan adh-dhurur (membanggakan diri/angkuh), masing-masing sebanyak 27 kali
c.           Adh-dhallun dan al-mawta (orang sesat/mati jiwanya),masing-masing 17 kali
d.          Al-quran, al-wahyu dan al-islam (Al-quran, wahyu, dan islam), masing-masing sebanyak 70 kali
e.           Al-‘aql dan an-nur (akal dan cahaya), masing-masing 49 kali
f.           Al-jahr dan al-‘alaniyah (nyata),masing-masing 16 kali

3)          keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan akibatnya.
a.       Al-infaq (infaq) dngan ar-ridha (kerelaan),masing-masing 73 kali
b.      Al-bukhl (kekikiran) dengan al- hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali
c.       Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan an-nar/al-ahraq (neraka/pembakaran), masing-masing 32 kali
4)          Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.
a.       Al-israf (pemborosan) , dengan as-sur’ah (ketergesaan), masing-masing 23 kali
b.      Al- maw’izhah (nasehat/petuah) dengan al-lisan (lidah), masing-masing 25 kali
c.       Al- asra (tawanan) dengan al- harb (perang) masing- masing 6 kali
d.      As-salam (kedamaian) dengan ath-thayyibat (kebajikan) masing-masing 60 kali

E.     Faedah I’jaz Al-Quran
1.      Adapun manfaat yang dapat dipetik dari I’jaz al-Quran akan disebutkan dibawah ini.
2.      Gaya bahasa yang indah dapat dijadikan sebagai media dakwah untuk menarik hati orang.
3.      Dengan adanya berita-berita ghaib, itu dapat dijadikan ibrah guna memperkokoh iman kepada Allah dan membimbing perbuatan ke arah yang benar.
4.      Dapat dijadikan hujjah dalam menyampaikan kebenaran al-Qur’an bagi orang-orang yang ragu.
5.      Dapat mengokohkan keyakinan akan kebenaran Risalah Muhammad Saw.
6.      Dapat mengetahui keagungan Allah dengan mengenal isyarat ilmiah yang ada di alam dunia.
7.      Dapat menjadi motivasi untuk selalu bereksperimen, berinovasi, dan berkarya dalam ilmu pengetahuan.
8.      Mengetahui kelemahan dan kekurangan manusia.
9.      Aturan-aturan hukumnya dapat dijadikan sebagai landasan dalam beribadah, baik ibadah secara vertikal ataupun horizontal.
10.  Dapat menjaga kehormatan, harta, jiwa, akal, dan keturunan dengan menganut dan mengindahkan tasyri-Nya.[7]














BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
I’jaz dan mukjizat itu dapat dikatakan melemahkan. Hanya saja pengertian I’jaz di atas mengesankan batasan yang lebih spesifik, yaitu Al-Qur’an. Sedangkan pengertian mukjizat, menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya berupa Al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu dijangkau manusia secara keseluruhan.
 Semua Ulama sepakat tentang kemukjizatan Al-Qur'an dalam konteksnya yang sangat luas dan sebagai satu kesatuan yang bersifat holistik.
 petunjuk Al-Qur'an dalam bidang akidah ketuhanan, persoalan metafisika, akhlak, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan soal agama, sosial dan politik, merupakan pengetahuan yang sangat tinggi nilainya. Sedikit sekali yang dapat mencapai puncak dalam bidang-bidang tersebut kecuali mereka yang memusatkan diri secara penuh dengan mempelajarinya bertahun-tahun.
Adapun aspek-Aspek Kemukjizatan Al-Qur'an bisa dilihat dari:
1.      Segi Kebahasaan dan Tata Bahasa atau Uslub-nya
2.      Hukum illahi yang sempurna
3.      Berita tentang hal-hal yang ghaib
4.      Isyarat-isyarat ilmiah
5.      Ketelitian redaksinya






DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna Khalil, Studi Ulumul Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Anatar Nusa,2001
Amin,Muhammad,Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an 3, Jakarta: Pustaka Firdaus,2004
Ash-Shidiqy,Muhammad Habsyi , Tengku, ilmu-ilmu Al-Qur’an, Semarang: Pustaka Riski Putra, 2002
Shihab, Quraish, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitahuan Ghaib, Bandung: Mizan, 2007
Usman, Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Teras, 2009

                         


[1] Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shidiqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang: Pustaka Riski Putra, 2002), hlm.104

[2] Manna Khalil Al-Qattan, Study Ilmu-Ilmu Al-Qur’an  (terjemahan dari Mubahits Fi Ulumul Qur’an) , (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa,2004), hlm.371

[3] Muhammad Amin, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an 3, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2004) hlm.117
[4] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, (Bandung : Mizan,1997), hlm.222
[5] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras,2009) hlm.285
[6] Ibid,hlm.286
[7] Muhammad Amin, Op.Cit, hlm. 120

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL