PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Salah satu objek penting lainnya
dalam kajian ulumul Al Qura’an adalah perbincangan mengenai mukjizat, terutama
mukjizat Al Qura’an. Karena dengan perantara mukjizat Allah mengingatkan
manusia, bahwa para rasul itu merupakan utusan yang mendapat dukungan dan
bantuan dari langit. Mukjizat yang telah di berikan kepada para Nabi mempunyai
fungsi sama yaitu untuk memainkan peranannya dan mengatasi kepandaian kaum
disamping membuktikan bahwa kekuasaan Allah itu berada di atas segala-galanya.
Adapun tujuan
mukjizat itu, untuk pengarahan yang ditujukan pada suatu umat yang berkaitan
dengan pengetahuan mereka, karena Allah tidak mengarahkan suatu umat pada
hal-hal yang mereka tidak ketahui, dan di situlah letak nilai mukjizat yang
telah di berikan kepada Nabi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi
Mukjizat
Kata
mukjizat dalam kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai "kejadian
ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia". Pengertian ini
tidak sama dengan pengertian kata tersebut dalam istilah agama islam.
Kata
mukjizat terambil dari kata bahasa Arab a'jaza yang berarti "melemahkan atau menjadikan tidak
mampu" . Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu'jiz dan bila kemampuannya
melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan, maka ia dinamai mu’jizat.
Berikut
adalah pengertian mukjizat secara terminologi menurut bebeapa ahli:
1.
Manna Khalil Al Qaththan
I’jaz adalah menampakkan kebenaran Nabi SAW dalam pengakuaan orang lain
sebagai rasul utusan Allah SWT dengan menampakan kelemahan orang-orang Arab
untuk menandinginya atau menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan
kelemahan-kelemahan generasi sesudah mereka.
2. Ali al Shabuniy
I’jaz ialah
menetapkan kelemahan manusia baik secara kelompok maupun bersama-sama untuk
menandingi hal yang serupa dengannya, maka mukjizat merupakan bukti yang
datangnya dari Allah swt yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat
kebenaran misi kerasulan dan kenabianya.
Sedangkan
mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan tantangan yang
tidak mungkin dapat ditandingi oleh siapapun dan kapanpun.
3. Muhammad Bakar Ismail
Mukjizat adalah perkara luar biasa yang disertai
dan diikuti tantangan yang diberikan oleh Allah swt kepada nabi-nabiNya sebagai
hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan kebenaran terhadap apa yang diembannya
yang bersumber dari Allah swt.
Dari ketiga definisi di atas dapat di fahami antara
I’jaz dan mukjizat itu dapat dikatakan melemahkan. Hanya saja pengertian I’jaz
di atas mengesankan batasan yang lebih spesifik, yaitu Al-Qur’an. Sedangkan
pengertian mukjizat, menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya
berupa Al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu dijangkau
manusia secara keseluruhan.
Dengan demikian dalam konteks
ini antara pengertian I’jaz dan mukjizat itu saling melengkapi, sehingga nampak
jelas keistimewaan dari ketetapan-ketetapan Allah yang khusus diberikan kepada
Rasul-rasul pilihan-Nya sebagai salah satu bukti kebenaran misi kerasulan yang
dibawahnya.
B.
Pandangan Ulama Tentang i'jaz Al-Qur'an
Semua Ulama sepakat tentang
kemukjizatan Al-Qur'an dalam konteksnya yang sangat luas dan sebagai satu
kesatuan yang bersifat holistik. Hanya saja, mereka berlainan pendapat dalam
hal pemaparan kemukjizatan al-Qur'an secara rinci dan bagian demi bagian.
Menurut
An-Nazhzham, kemukjizatan Al-Qur'an pada dasarnya bukan terletak pada kehebatan
Al-Qur'an itu semata-mata, melainkan lebih dikarenakan sharfah (proteksi) dari
Allah swt terhadap para hamba-Nya. Lebih dari itu, kata an-Nazhzham, Allah
tidak saja memprotekk kemampuan manusia untuk menandingi Al-Qur'an, akan tetapi
juga malahan membelenggu kefasihan lidah mereka. Dalam kalimat lain, ketidak
mampuan bangsa Arab bahkan bangsa manapun untuk menandingi Al-Qur'an, dalam
pandangannya an-Nazhzham, lebih disebabkan paksaan Allah kepada hamba-Nya
melalui rekayasa sterilisasi kemampuan mereka tidak berdaya menghadirkan yang
sepadan Al-Qur'an, betapapun hebatnya ilmu bahasa dan pengetahuan yang mereka
miliki.
Tokoh dan aliran
lain yang juga dicap mengingkari i'jaz Al-Qur'an ialah al-Murtdha, dari
kalangan madzhab Syi'ah yang sependirian dengan an-Nazhzham bahwa i'jaz
Al-Qur'an terjadi karena as-sharfah dari Allah. Menurutnya, Allah sengaja
mematikan kreativitas dan kemampuan orang arab dari kemungkinan mereka
menandingi Al-Qur'an .Padahal, mereka dasarnya berkemampuan untuk melakukan hal
itu. Sharfah Allah kepada hamba-Nya inilah,
sesungguhnya yang mengakibatkan (al-Qur'an) tidak mengikuti tradisi, tambah
al-Murtadha.
Tuduhan penafian
i'jaz al-Qur'an terhadap aliran Mu'tazilah dan kaum syi'ah secara keseluruhan
hanya disebabkan segelintir tokohnya yang dalam kasus ini an-Nazhzham dan
al-Murtadha, merupakan tuduhan yang kurang etis mengingat terlalu banyak pengikut
Mu'tazilah dan kaum syi'ah yang pengakuannya tentang al-Qur'an kurang lebih
sama ( tidak berbeda) dengan kaum muslimin pada umumnya. Bahkan
dari kalangan ahki sunnah sekalipun sesungguhnya ada juga yang membenarkan
kemungkinan as-sharfah itu terjadi.
Pemahaman tentang as-sharfah yang
terkesan mengingkari kemukjizatan al-Qur'an seyogyanya tidak perlu terjadi
manakala disikapi secara arif dan tidak tendensius.
Adapun jumhur ulama
Islam menitik beratkan alasan ketidakmampuan menandingi al-Qur'an itu semata-mata
terletak pada keterbatasan manusia itu sendiri tanpa ada penjegalan dari Allah
swt. bukan semata-mata ketidak mampuan manusia.
Sebagian orang ada
yang berpendirian bahwa kemukjizatan al-Qur'an tidak semata-mata terletak pada
keseluruhannya, akan tetapi juga pada sisi-sisi tertentunya semisal keindahan
bahasa ( balaghahnya). Diantara alasannya,
kata mereka, mengingat bahasa al-Qur'an mencapai puncak keindahannya yang tidak
bisa ditandingi oleh siapa, kapan dan dimanapun. Sebagian lain ada yang memandang
kemukjizatan terfikus pada sistem informasinya yang jauh menjangkau masa depan
yang tidak akan pernah terkuak oleh akal manusia tanpa bantuan al-Qur'an.
C.
Petunjuk al-Qur'an Sebagai Mukjizat
Pakar Al-Qur'an dan hukum islam,
imam Al-Qurthubi (671H), dinilai sebagai ulama pertama yang menggarisbawahi
aspek kemukjizatan al-Qur'an ditinjau dari segi petunjuk atau syariatnya dari
sepuluh aspek kemukjizatan yang dikemukakannya. Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
1868-1935 M) secara tegas juga berpendapat demikian, sebagaimana dikemukakannya
dalam jilid pertama Tafsir Al- Manar. Bahkan menurutnya petunjuk Al-Qur'an
dalam bidang akidah ketuhanan,
persoalan metafisika, akhlak, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan soal agama,
sosial dan politik, merupakan pengetahuan yang sangat tinggi nilainya. Sedikit
sekali yang dapat mencapai puncak dalam bidang-bidang tersebut kecuali mereka
yang memusatkan diri secara penuh dengan mempelajarinya bertahun-tahun. Atas
dasar itulah,
kemudian Rasyid Ridha menulis,
Bagaimana mungkin Nabi
Muhammad Saw,., seorang ummiy yang tidak pandai membaca dan menulis dan tidak pula hidupi
ditengah-tengah masyarakat ilmu dan hukum , dapat menyampaikan hal-hal seperti
yang terdapat didalan Al-Qur'an dan dalam bentuk yang sangat teliti dan
sempurna? Bahkan dari masyarakat manusia betapapun mereka telah mencapai
kemajuan yang demikian tinggi dan luas , belum atau tidak mampu mempersemabhkan
dalam bidang petunjuk-petunjuk lebih baik dari apa yang dipersembahkan oleh
kitab suci Al-Qur'an.
Dalam bidang syariat, Al-Qur'an
menetapkan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, yaitu
antara sesama Muslim atau Non-Muslim, baik dirumah, didalam masyarakat, bangsa,
maupun dalam kingkungan masyarakat internasional. Selanjutnya Sa'duddin
As-Sayyid Shaleh, Ketua Jurusan Akidah dan Filsafat di Al-Azhar , Menulis,
Orang-orang
Yunani dan Romawi, sebelum Al-Qur'an, juga telah menetapkan aturan-aturan
hukum. Tetapi, kemukjizatan aspek syariat Al-Qur'an terletak pada kemampuannya
menciptakan keadilan antarsesama manusia tampa mempertimbangkan jenis, warna
kulit, bahkan pun agama. Ini tidak dapat diwujudkan oleh peraturan perundangan
yang lalu, karena ia ditetapkan guna kepentingan suatu bangsa atau jenis
tertentu dengan mengorbankan manusia yang lain.
Sebagai Muslim, kita meyakini bahwa
Al-Qur'an dalam petunjuk-petunjuknya amat istimewa dan sempurna. Betapa tidak?
Petunjuk-petunjuknya lebih- lebih dalam aspek ekonomi, politik, sosial dan
budaya tidak mementingkan nama atau bentuk lahirnya, tetapi mengarah kepada
jiwa dan substansi yang mengantar manusia dan masyarakat menuju kebahagiaan dan
kesejahteraan lahir dan batin. Dengan mengarah kepada tujuan dan sustansi,
serta menempatkan bentuk dan sarana wilayah kewenangan ilmu, seni, serta perkembangan
pemikiran masyarakat, menyebabkan tuntunan Al-Qur'an dapat diterapkan di mana dan kapan saja.
Hal ini didukung oleh sifat
petunjuk-petunjuk-Nya yang pada umumnya bersifat global. Yang rinci hanyalah
yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang tidak dapat dijangkau oleh nalar
manusia, seperti persoalan metafisika, atau petunjuk yang tidak perlu
dikembangkan lagi karena naluri manusia dan kecendrungannya menyangkut hal
tersebut tidak mungkin mengalami perubahan.
Sisi keistimewaan
petunjuk Al-Qur'an dapat juga dilihat pada prinsip yang diperkenalkannya, yaitu
prinsip yang berfungsi sebagai "hak veto" terhadap rincian
ketetapan-ketetapannya, sehingga melalui prinsip tersebut, rIncian ketetapan
dapat disesuaikan bahkan dibatalkan. Al-Qur'an, misalnya,
membenarkan seseorang memakan daging babi bila ia berada dalam keadaan darurat.
Kewajiban puasa dapat gugur bila yang bersangkutan dalam melaksanakannya
mengalami kesulitan yang berat.
D.
Aspek-Aspek Kemukjizatan Al-Qur'an
1.
Segi
Kebahasaan dan Tata Bahasa atau Uslub-nya
Kendatipun Al Qur’an, hadis qudsi dan hadis
nabawi sama-sama keluar dari mulut Nabi tetapi uslub atau susunan bahasanya
sangat jauh berbeda. Al Qur’an muncul dengan uslub yang begitu indah. Uslub
bahasa Al Qura’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila di bandingkan dengan
lainnya.
Dalam Al Qur’an,
banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang disusun dalam bentuk
bahasa yang sangat indah lagi mempesona, jauh lebih indah daripada apa yang
dibuat oleh penyair dan sastrawan. Contoh dalam
surat Al-Qori’ah (101) ayat 5, Allah berfirman yang artinya:
“Dan
gunung-gunung adalah seperti bulu yang di hambur-hamburkan”. (Q.S. Al-Qoriah
,101:5)
kemukjizatan al- quran dari segi
bahasanya bisa kita lihat dari tiga hal yaitu :
1)
Nada dan Langgamnya
2)
singkat dan padat
3) Memuaskan para pemikir kebanyakan orang
Adapun gaya bahasa Al Qur’an
membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona. Al Qur’an secara
tegas menentang semua sastrawan para orator Arab untuk menandingi ketinggian Al
Qur’an baik bahasa maupun susunannya. Setiap kali mereka mencoba menandingi,
mereka mengalami kesulitan dan kegagalan dan bahkan mencapat cemoohan dari
masyarakat.
2.
Hukum
illahi yang sempurna
Al Qur’an menjelaskan pokok akidah,
norma-norma keutamaan, sopan-santun, undang-undang, ekonomi, politik, sosial
dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Apabila kita memperhatikan
pokok-pokok ibadah, kita akan memperoleh kenyataan bahwa Islam telah
memperluasnya dan menganekaragamkan serta meramunya menjadi ibadah amaliyah,
seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang berupa ibadah amaliyah sekaligus
ibadah badaniyah, seperti berjuang di jalan Allah.
3.
Berita
tentang hal-hal yang ghaib
Sebagian ulama mengatakan bahwa
mukjizat Al Qur’an itu adalah berita-berita ghaib. Firaun, yang mengejar-ngejar
Musa, diceritakan dalam surat Yunus (10) ayat 92 Allah berfirman yang artinya:َ
“Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahnya dan sesungguhnya kebanyakan
dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuatan kami.”
Cerita peperangan Romawi dengan
Persia yang dijelaskan dalam surat Ar-rum (30) ayat 1-5 merupakan satu berita
ghaib lainnya yang disampaikan Al Qur’an.
4.
Isyarat-isyarat ilmiah
Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al
Qur’an misalnya:
1) Cahaya matahari bersumber dari dirinya
dan cahaya bulan merupakan pantulan sebagaimana yang dijelaskan firman Allah
dalam surah yunus ayat 5 yang artinya:
“Dia-lah yang
menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
munzilah-munzilah (tempat-tempat) bagi perjalan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu, melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. Yunus (10): 5).
2) Perbedaan sidik jari manusia,
sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah
berikut:
“Bukan demikian,
sebenarnya kami kuasa menyusun kembali jari-jemarinya dengan sempurna.”
3)
Aroma/bau
manusia berbeda-beda, sebagaimana diisyaratkan firman Allah berikut:
“Tatkala
kafiah itu keluar (Dari negeri Mesir), ayah mereka berkata “Sesungguhnya aku
mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu
membenarkan aku).” (Q.S.
Al-Baqarah (2): 23)
4) Masa penyusuan yang tepat dan masa
kehamilan minimal sebagai wara diisyaratkan firman Allah berikut:
“Para ibu
hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makanan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara yang makruf.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 233)
5) Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat
menyesakkan napas, hal ini diisyaratkan oleh firman Allah berikut:
“Barang siapa
yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama Islam) dan barang siapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi
sempit, seolah-olah ia sedang mendekati langit. Begitulah Allah menimpakan
siksa kepada ;orang-orang yang beriman. (Q.S. Al-An’am (6): 25)
5.
Ketelitian redaksinya
1)
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Beberapa contoh,diantaranya:
a.
Al-hayah
(hidup) dan al-maut (mati),masing-masing sebanyak 145 kali
b.
An-naf
(manfaat) dan Al-madharah (mudarat),masing-masing sebanyak 50 kali
c.
Al-har
(panas) al-bard (dingin) masing-masing 4 kali
d.
Ash-shalihat
(kebajikan) dan as-sayyiat (keburukan),masing-masing167 kali
e.
Ath-thuma’ninah
(kelapangan/ketenangan) dan adh-dhiq (kesempitan/ kekesalan),masing-masing13
kali
f.
Ar-rabah
(cemas/takut) dan ar-raghbah (harap/ingin),masing-masing 8 kali
2)
Keseimbangan
jumlah bilangan kata engan sinonimnya/makna yang dikandungnya.
a.
Al-harts
dan az-zira’ah (membajak/bertani), masing-masing 14 kali
b.
Al-‘usb
dan adh-dhurur (membanggakan diri/angkuh), masing-masing sebanyak 27 kali
c.
Adh-dhallun
dan al-mawta (orang sesat/mati jiwanya),masing-masing 17 kali
d.
Al-quran,
al-wahyu dan al-islam (Al-quran, wahyu, dan islam), masing-masing sebanyak 70
kali
e.
Al-‘aql
dan an-nur (akal dan cahaya), masing-masing 49 kali
f.
Al-jahr
dan al-‘alaniyah (nyata),masing-masing 16 kali
3)
keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan akibatnya.
a.
Al-infaq
(infaq) dngan ar-ridha (kerelaan),masing-masing 73 kali
b.
Al-bukhl
(kekikiran) dengan al- hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali
c.
Al-kafirun
(orang-orang kafir) dengan an-nar/al-ahraq (neraka/pembakaran), masing-masing
32 kali
4)
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.
a.
Al-israf
(pemborosan) , dengan as-sur’ah (ketergesaan), masing-masing 23 kali
b.
Al-
maw’izhah (nasehat/petuah) dengan al-lisan (lidah), masing-masing 25 kali
c.
Al-
asra (tawanan) dengan al- harb (perang) masing- masing 6 kali
d. As-salam (kedamaian) dengan
ath-thayyibat (kebajikan) masing-masing 60 kali
E.
Faedah I’jaz Al-Quran
1.
Adapun
manfaat yang dapat dipetik dari I’jaz al-Quran akan disebutkan dibawah ini.
2.
Gaya
bahasa yang indah dapat dijadikan sebagai media dakwah untuk menarik hati
orang.
3.
Dengan
adanya berita-berita ghaib, itu dapat dijadikan ibrah guna memperkokoh iman
kepada Allah dan membimbing perbuatan ke arah yang benar.
4.
Dapat
dijadikan hujjah dalam menyampaikan kebenaran al-Qur’an bagi orang-orang yang
ragu.
5.
Dapat
mengokohkan keyakinan akan kebenaran Risalah Muhammad Saw.
6.
Dapat
mengetahui keagungan Allah dengan mengenal isyarat ilmiah yang ada di alam
dunia.
7.
Dapat
menjadi motivasi untuk selalu bereksperimen, berinovasi, dan berkarya dalam
ilmu pengetahuan.
8.
Mengetahui
kelemahan dan kekurangan manusia.
9.
Aturan-aturan
hukumnya dapat dijadikan sebagai landasan dalam beribadah, baik ibadah secara
vertikal ataupun horizontal.
10. Dapat menjaga kehormatan, harta, jiwa,
akal, dan keturunan dengan menganut dan mengindahkan tasyri-Nya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
I’jaz dan
mukjizat itu dapat dikatakan melemahkan. Hanya saja pengertian I’jaz di atas
mengesankan batasan yang lebih spesifik, yaitu Al-Qur’an. Sedangkan pengertian
mukjizat, menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya berupa
Al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu dijangkau manusia
secara keseluruhan.
Semua Ulama sepakat tentang kemukjizatan
Al-Qur'an dalam konteksnya yang sangat luas dan sebagai satu kesatuan yang
bersifat holistik.
petunjuk Al-Qur'an dalam bidang akidah
ketuhanan, persoalan metafisika, akhlak, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan
soal agama, sosial dan politik, merupakan pengetahuan yang sangat tinggi
nilainya. Sedikit sekali yang dapat mencapai puncak dalam bidang-bidang
tersebut kecuali mereka yang memusatkan diri secara penuh dengan mempelajarinya
bertahun-tahun.
Adapun aspek-Aspek Kemukjizatan
Al-Qur'an bisa dilihat dari:
1.
Segi
Kebahasaan dan Tata Bahasa atau Uslub-nya
2.
Hukum
illahi yang sempurna
3.
Berita
tentang hal-hal yang ghaib
4.
Isyarat-isyarat
ilmiah
5.
Ketelitian
redaksinya
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna
Khalil, Studi Ulumul Qur’an, Bogor:
Pustaka Litera Anatar Nusa,2001
Amin,Muhammad,Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an 3, Jakarta:
Pustaka Firdaus,2004
Ash-Shidiqy,Muhammad
Habsyi , Tengku, ilmu-ilmu Al-Qur’an,
Semarang: Pustaka Riski Putra, 2002
Shihab, Quraish, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek
Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitahuan Ghaib, Bandung: Mizan, 2007
Usman, Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Teras, 2009
Komentar
Posting Komentar