A. Pendahuluan
Ajaran tasawuf atau mistik islam pada dasarnya
merupakan al-tajribah spiritual yang bersifat pribadi. Meskipun
demikian, al- tajribah ulama yang satu dengan ulama yang lainnya
memiliki kesamaan-kesamaan disamping perbedaan-perbedaan yang tidak dapat
diabaikan. Oleh karena itu, dalam tasawuf terdapat petunjuk yang bersifat umum
tentang maqamat dan ahwal.
Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran yang membicarakan
kedekatan antara sufi (manusia) dengan Allah. Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa
ayat yang menunjukkan kedekatan manusia dengan Allah. Antara lain bahwa Allah
itu dekat dengan manusia (QS. Al-Baqarah: 186) dan Allah lebih dekat kepada
manusia dibandingkan urat nadi manusia itu sendiri (QS. Qaf: 16).
Tasawuf bukanlah sesuatu yang dengannya manusia
dapat melakukan sebuah pelarian, bukanlah sesuatu yang dengannya manusia dapat
berpangku tangan terhadap hidup, melainkan tasawuf adalah suatu metode penyuci
jiwa dan pembening hati, yang menjadi bekal utama dalam menggeluti ranah
kehidupan yang pada dasarnya tidak terlepas dari berbagai macam persoalan.
B. Aliran-Aliran
Dalam Tasawuf
1.
Tasawuf Sunni
Tasawuf sunni ialah aliran-aliran tasawuf yang
berusaha memadukan aspek hakekat dan syariat, yang senantiasa memelihara sifat
kezuhudan dan mengkonsentrasikan pendekatan diri kepada Allah, dengan berusaha
bersungguh-sungguh berpegang teguh terhadap ajaran Al-Qur’an, Sunnah dan Sirah
para sahabat. Dalam kehidupan sehari-hari para pengamal tasawuf ini berusaha
untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat keduniawian, jabatan, dan
menjauhi hal-hal yang dapat mengganggu kekhusyukan ibadahnya.
a.
Tokoh-tokoh Ajaran Tasawuf Sunni
1)
Hasan Al-Basri
Hasan Al-Basri yang nama lengkapnya Abu Said
Al-Hasan bin Yasar adalah seorang zaid yang sangat mashyur yang dilahirkan di
Madina pada tahun 21 H. Hasan Al-Basri wafat pada hari kamis bulan Rajab pada
tanggal 10 tahun 110 H (728). Hasan Al-Basri adalah seorang sufi Tabi’in,
seorang yang sangat taqwa, wara’, dan jahid. Hasan Al-Basri tumbuh dalam
lingkungan yang saleh dan mendalami pengetahuan agamanya. Ia menerima hadist
dari sebagian sahabat dan menyatakan bahwa Ali Bin Thalib ra.
Adapun ajaran-ajaran tasawuf yang dibawakan
Hasan Al-Basri diantaranya:
a)
Zuhud (Penyucian jiwa)
Lahirnya gerakan asketisme (zuhud) bentuk awal
dari sufisme dalam islam. Gerakan ini mulai muncul secara mencolok, terutama
pada zaman dinasti Umayyah dikala pemerintahan islam mengambil bentuk kerajaan.
Menurut Nicholas, asketisme (zuhud) merupakan bentuk tasawuf yang paling dini.
Jadi sebelum lahirnya tasawuf sebagai disiplin ilmu, zuhud merupakan permulaan
tasawuf.
Setelah itu zuhud merupakan salah satu maqomat
dari tasawuf. Hasan Al-Basri membagi zuhud kepada dua tingkatan yaitu: zuhud
terhadap barang yang haram, zuhud ini adalah tingkat zuhud elementer, sedangkan
yang lebih tingginadalah zuhud terhadap barang-barang yang halal. Suatu
tingkatan zuhud yang lebih tinggi dari zuhud sebelumnya.
b)
Khauf (Akhlak sufi)
Khauf menurut Hasan adalah sikap mental takut
kepada Allah karena kurang rasa pengabdiannya. Takut dan khawatir kalau Allah
tidak senang padanya, dengan adanya perasaan seperti itu, beliau selalu
berusaha agar sikap dan perbuatannya tidak menyimpang dari perbuatan yang
dikehendaki oleh Allah. Perasaan khauf ini menjadi salah satu maqom pemberian
Allah bagi seorang yang arifbillah. Allah swt berfirman dalam QS. Ar-rahman:
46.
ô`yJÏ9ur t$%s{ tP$s)tB ¾ÏmÎn/u Èb$tF¨Zy_ ÇÍÏÈ
Artinya: dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua
syurga
Dalam hal ini Hasan Al-Basri mengaitkan khauf
sebagai hal-hal dalam salah satu maqam untuk mencapai keyakinan. Allah swt
berfirman dalam QS. Al-hijr: 99
ôç6ôã$#ur y7/u 4Ó®Lym y7uÏ?ù't ÚúüÉ)uø9$# ÇÒÒÈ
Artinya: dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).
c)
Raja’ (Optimisme)
Raja’ berarti suatu sikap mental optimisme
dalam memperoleh karunia dan nikmat ilahi yang disediakan bagi hamba-hambanya yang
saleh. Setelah tertanam dalam hati perasaan khauf harus dibarengi dengan
pengharapan (raja’). Karena Allah yang maha pengampun lagi maha pengasih dan
penyayang. Seorang hamba yang taat merasa optimis akan memperoleh karunia
ilahi.
Ajaran-ajaran tasawuf menyimpulkan
takut(khauf) dan pengharapan (raja’) tidak akan dirundung kemuraman dan
keluhan, tidak pernah tidur senang karena mengingat Allah. Prinsip ajaran ini
adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan mawas diri dan muhasabah
agar selalu memikirkan kehidupan yang akan datang yaitu kehidupan yang haqiqi
dan abadi. Perasaan takut (khauf) sama dengan memetik amal sholeh.
2)
Rabiah Al-Adawiyah
Rabiah Al-Adawiyah bernama lengkap Rabiah
Al-Adawiyah Al- Bashoriyah. Beliau lahir di Bashrah tahun 95 H. Sejak masa
kanak-kanaknya dia sudah hafal Al-Qur’an dan sangat kuat beribadah serta hidup
sederhana. Beliau hidup antara tahun 713-801 H. Menurut riwayatnya beliau
adalah seorang hamba yang di bebaskan. Dalam hidup selanjutnya beliau banyak
beribadah, bertaubat, dan menjalani hidup duniawi.
Rabiah Al-Adawiyah adalah seorang sufi wanita
yang beraliran sunni dikenal karena kecintaannya terhadap Allah dan seorang
sufi wanita yang zuhud, yaitu tidak tertarik kepada kehidupan dunia, sehingga
ia mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah swt. Rabiah Al-Adawiyah
dalam perkembangan mistisme dalam islam tercatat sebagai dasar tasawuf
berdasarkan cinta kepada Allah.
Rabiah adalah seorang zahidah sejati. Memeluk
erat kemiskinan demi cintanya pada Allah. Lebih memilih hidup dalam
keserhanaan. Defenisi cinta menurut Rabiah adalah cinta seorang hamba kepada
Tuhannya. Konsep ajaran tasawuf Rabiah Al-Adawiyah adalah tentang cinta (al-habb)
atau muhabbah.
3)
Dzun Nun Al-Mishri
Nama lengkap dari Dzun Nun Al-Mishri ialah Abu
Al-Faisi Tsauban bin Ibrahim Dzun Nun Al-Mishri Al-Akhmini Qibthy. Beliau
dilahirkan di Akhmin daerah Mesir pada tahun 180 H/769 M dan wafat pada tahun
860 M. Dzu Nun Al- Mishri merupakan sufi aliran sunni dan juga dikenal sebagai
seorang yang ahli dibidang kimia, logika, dan filsafat.
Kedudukan Dzun Nun Al-Mishri dalam tasawuf
sunni sangatlah penting karena beliaulah orang pertama yang banyak menonjolkan konsep ma’rifah.
Tasawuf dan ma’rifah berhubungan karena ma’rifah adalah ilmu yang
diperoleh dari melaui akal. Dalam tasawuf mempunyai pengertian mengetahui tuhan
dari dekat sehingga dari sanubari dapat melihat Tuhan.
Dzun
Nun Al-Mishri membagi pengetahuan tentang tuhan menjadi tiga yaitu:
a) Pengetahuan awam, yaitu pengetahuan bahwa
Tuhan itu satu dengan perantaraan ucapan syahaadat.
b) Pengetahuan ulama, yaitu pengetahuan bahwa Tuhan
itu Esa menurut logika akal.
c) Pengetahuan
sufi, yaitu pengetahuan bahwa Tuhan itu Esa dengan perantaraan hati sanubari.
2.
Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang
ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Berbeda dengan
tasauf akhlaki, tasawuf filsafi menggunakan terminologi filosofi dalam
pengungkapannya. Terminologi falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam
ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.
Menurut At-Tftazani ciri utama tasawuf falsafi
adalah ajarannya yang samar-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya
dapat dipahami oleh mereka yang memahami tasawuf jenis ini. Tokoh-Tokoh
Tasawuf Falsafi
a. Ibnu Arabi
Nama lengkap Ibnu Arabi adalah Muhammad bin
Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath-tha’i Al-Haitami, sering juga digelari Abu Bakr
Muhyiddin atau Al-Hattinny dan nama populernya Ibn Arabi. Ia lahir di Murcia,
Andalusia Tenggara, Spanyol, tahun 560 H/1165 M, dari keluarga berpangkat, hartawan,
dan ilmuan.
Ajaran sentral Ibn Arabi adalah tentang wahdat
al-wujud (kesatuan wujud). Meskipun demikian, istilah wahdat al-wujud
yang dipakai untuk menyebut ajaran sentralnya, tidaklah berasal darinya, tetapi
berasal dari Ibnu Taimiyah, tokoh yang paling keras dalam mengecam dan
mengkritik ajaran sentralnya tersebut, atau setidak-tidaknya tokoh itulah yang
telah berjasa dalam mempopulerkannya ketengah masyarakat islam.
Menurut Ibnu Taimiyah, wahdat al wujud
adalah penyamaan tuhan dengan alam. Menurut penjelasannya, orang-orang yang
mempunyai paham, wahdat al-wujud mengatakan bahwa wujud itu sesungguhnya
hanya satu dan wajib al wujud yang dimiliki oleh khaliq adalah juga mukmin
al wujudi yang dimiliki oleh makhluk. Selain itu orang-orang yang mempunyai
paham wahdat al wujud juga mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud
tuhan, tidak ada kelainan dan tidak ada perbedaan.
b. Abu Yazid Al-Bustan
Nama lengkapnuya adalah Abu Yazid Thaifur bin
‘Isa bin Surusyan Al-Bustami, lahir di daerah Bustan (Persia) tahun 874-947 M. Keluarga Abu Yazid termasuk orang berada di daerahnya,
tetapi ia lebih memilih hidup sederhana. Beliau meninggal dunia tahun 261 H/
874 M dikota kelahirannya Busthan.
Adapun ajaran-ajaran Tasawufnya antara lain:
1)
Al-Fana dan Al-Baqa
Secara harfiah fana berarti meninggal dan
musnah, dalam kaitan dengan sufi, maka sebutan tersebut biasanya digunakan
dengan proposi: fana’an yang artinya kosong dari segala sesuatu, melupakan atau
tidak menyadari sesuatu.
Sedangkan dari segi bahasa kata fana’ berasal
dari kata bahasa Arab yakni faniya-yafina yang berarti musnah, lenyap, hilang
atau hancur. Dalam istilah tasawuf, fana adakalanya diartikan sebagai keadaan
moral yang luhur.
Dengan demikian fana’ bagi seorang sufi ialah
mengharapkan kematian itera, maksudnya adalah mematikan diri dari pengaruh
dunia. Sehingga yang tersisa hidup di dalam dirinya hanyalah Tuhan semesta.
Jadi seorng sufi dapat bersatu dengan Tuhan, bila terlebih dahulu ia harus
menghancurkan dirinya, selama ia masi sadar akan dirinya, ia tidak akn bersatu
dengan tuhan. Penghancuran diri tersebut senantiasa diiringi dengan baqa yang
berarti to live and service (hidup dan terus hidup).
Baqa berasal dari kata baqiya artinya
dari segi bahasa ialah tetap, sedangkan berdasarkan ilmu tasawuf berarti
mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Dalam kaitannya dengan sufi, maka
sebutan baq’ biasanya digunakan dengan proposi: baqa bi, yang
berarti diisi dengan sesuatu, hidup atau bersama sesuatu.
2) Al- Ittihad
Ittihad secara bahasa berasal dari kata ittahada-yuttahidu artinya (dua
benda) menjadi satu, yang dalam istilah para sufi merasa dirinya bersatu dengan
tuhan. Yang mana tahapan ini adalah tahapan selanjutnya yang diambil sorang
sufi setelah ia melalui tahapan baqa dan fana. Dalam tahapan ittihad, bersatu
tuhan. Antara yang mencintai dan yang dicintai menyatu, baik subtansi maupun
perbuatannya.
c. Al-Hallaj
Nama lengkap Abu Al-Mughist Al-Husein bin Mansur bin Muhammad Al-Baidawi.
Beliau dilahirkan pada tahun 244 H/858. Dan beliau dibesarkan di Wasit dan
Tustar yang dikenal sebagai tempat perkebunan kapas dan tempat tinggal para
penyortir kapas. Ayahnya adalah seorang penyortir wool (al-hallaj), oleh
karena itu beliau diberi gelar Al-Hallaj.
Inti ajaran Al-Hallaj telah dinyatakan dalam bentuk syair (tawasin)
dan kadang juga dalam prosa (natsar), dalam susunan kata-katayang
mendalam tiga hal yaitu:
1)
Hulul ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri
insan (nasut)
Secara etimologi hulul berarti sinonim dengan infusion yang bermakna
penyerapan, yakni menyerap keseluruhan obyek yang dapat menerimanya. Secara
harfiah hulul berarti tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu,
yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melelui fana.
2)
Al-Haqiqah Al- Muhammadiyah (Nur Muhammad)
Menurut Al-Hallaj Nur Muhammad merupakan asal atau sumber dari segala
sesuatu, segala kejadian, amal perbuatan atau ilmu pengetahuan. Dan dengan
perantaraan Nur Muhammad itulah alam ini dijadikan. Nur Muhammad bisa diartikan
juga sebagai pusat kesatuan alam dan pusat kesatuan nubuwwat segala nabi. Dan
nabi-nabi itu nubuwwatnya atau dirinya adalah sebagian dari Nur Muhammad itu.
Segala macam ilmu, hikmat dan nubuwwat adalah pancaran dari Nur Muhammad.
3)
Wahdal Al-Adyan (kesatuan-kesatuan agama)
Ini ajaran dari Wahdah Al-Adyan
adalah sebenarnya nama agama yang berbagai macam, seperti Islam, Nasrani,
Yahudi dan yang lain-lain hanyalah perbedaan nama dari hakikat yang satu saja.
Nama berbeda, satu tujuan. Segala agama adalah agama Allah, maksudnya ialah
menuju Allah. Orang memilih agama atau dari dalam satu agama, bukanlah atas
kehendaknya, tetapi dikehendaki untuknya.
3. Tasawuf Amali
Hasrat untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah tujuan pokok dari sufi
dan keinginan yang manusiawi. Diantara manusia ada yang merasa mampu dan tahu
bagaimana caranya untuk mendekatkan diri Tuhan tanpa bantuan dari orang lain,
karena ia mempunyai pengetahuan untuk itu. Akan tetapi sebagian besar tidak
mampu melakukannya, tidak tahu jalan yang akan ditempuh untuk mendekatkan diri
kepada Allah tanpa bantuan orang lain.
Jadi tasawuf ini menekankan pada intensitas dan kualitas amal yang
dimotifasi rasa ridho dancinta kepada Allah. Apabila dilihat dari tingkatan
dari komunitas itu, terdapat beberapaistilah sebagai berikut:
a. Murid ialah orang yang mencapai pengetahuan
dan bimbingan dalam melaksanakan amal ibadahnya.
b. Syekh yaitu seorang pemimpin kelompok
kerohanian
c. Wali atau Quthub yaitu orang yang telah sampai
kepuncak kesucian batin, memperoleh ilmu laduni yang tinggi sehingga tersingkap
tabir rahasia yang gaib-gaib.
Apabila dilihat dari srgi amalan serta jenos-jenis ilmu yangdipelajari,
maka terdapat istilah yang khas dalam dunia tasawuf yaitu: ilmu lahir dan
batin, kedua aspek yang terkandung dalam ilmu itu mereka bagi menjadi empat
kelompok yaitu:
a). Syariat
mereka mengartikan sebagai amalan lahir yang diwajibkan dalam agama, yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Rasul
b). Thariqat
perjalanan menuju Allah itulah yang mereka sebut dengan tareqat, yaitu
tareqar tasawuf.
c). Hakikat
secara lugawi hakikat berarti inti sesuatu, puncak atau sumber asal dari
sesuatu
d). Ma’rifah
dari segi bahasa, ma’rifah berarti pengetahuan atau pengalaman, sedang
dalam istilah sufi, ma’rifah diartikan sebagai pengetahuan mengenai tuhan
melalui hati sanubari.
4. Tasawuf Akhlaki
Tasawuf ini diperkenalkan oleh kaum sufi yang mu’tadil (moderat) dalam
pendapat-pendapatnya, mereka mengingkat antara tasawuf mereka dan Al-Qur’an
serta Sunnah dengan bentuk yang jelas. Boleh dinilai bahwa mereka adalah
orang-orang yang senantiasa menimbang tasawuf mereka dengan neraca syari’ah.
Tasawuf ini berasal dari zuhud, kemudian tasawuf, dan berakhir pada akhlak.
Mereka adalah sebagai sufi abad kedua, atau pertengahan abad kedua, dan setelahnya
sampai pada abad keempat Hijriah. Tasauf tersebut menjadi sebuah ilmu yang
menimpali kaidah-kaidah yang praktis. Tasauf ini yang dimotivasi dengan
menekankan pada permasalah etika. Padanya terdapat rasa takut terhadap
kemurkaan Allah dan pengharapan terhadap Rahmat-nya.
Harun Nasution mengatakan bahwa Al-Qur’an dan sunnah mementingkan akhlak.
Al-Qur’an dan Hadist menekankan nilai-nilai kejujuran, keseyiakawanan,
persaudaraan rasa kesosialan, keadilan, tolong=menolong, murah hati, suka
memberi maaf, sabar, naik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan, bersih
hati, berani, kesucian, hemat, menempati janji, disiplin, mencintai ilmu dan
berpikir lurus. Nilai-nilai ini yang harus dimiliki seseorang musli, yang akan
bertasawuf sebagai pembentukan kearah pribadi yang mulia.
Bagian terpenting tujuan tasawuf adalah memperoleh hubungan langsung dengan
tuhan sehingga merasa sadar berada duhadirat Tuhan. Keberadaan dihadirat tuhan
itu dirasakan sebagai kenikmatan dan kebahagiaan yang hakiki.
Semua sufi berpendapat bahwa satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan
seseorang kehadirat Allah hanyalah dengan kesucian jiwa. Karena jiwa manusia
merupakan refleksi atau pancaran dari Dzat Allah yang suci, segala sesuatu itu
harus sempurna dan suci, sekalipun tingkat kesucian dan kesempurnaan itu
berfaruasi dan jauhnya dari sumber aslinya.
C.
Kesimpulan
Tasawuf sunni ialah aliran-aliran tasawuf yang berusaha memadukan aspek
hakekat dan syariat, yang senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan
mengkonsentrasikan pendekatan diri kepada Allah, dengan berusaha
bersungguh-sungguh berpegang teguh terhadap ajaran Al-Qur’an, Sunnah dan Sirah
para sahabat. Dalam kehidupan sehari-hari para pengamal tasawuf ini berusaha
untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat keduniawian, jabatan, dan
menjauhi hal-hal yang dapat m engganggu kekhusyukan ibadah.
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi
mistis dan visi rasional. Berbeda dengan tasauf akhlaki, tasawuf filsafi
menggunakan terminologi filosofindalam pengungkapannya. Terminologi falsafi
tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi
para tokohnya.
D.
Daftar Pustaka
Komentar
Posting Komentar