MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

Makalah Penilaian pembelajaran dalam kurikulum 2013


A.       Pendahuluan
Ajaran tasawuf atau mistik islam pada dasarnya merupakan al-tajribah spiritual yang bersifat pribadi. Meskipun demikian, al- tajribah ulama yang satu dengan ulama yang lainnya memiliki kesamaan-kesamaan disamping perbedaan-perbedaan yang tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, dalam tasawuf terdapat petunjuk yang bersifat umum tentang maqamat dan ahwal.
Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran yang membicarakan kedekatan antara sufi (manusia) dengan Allah. Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menunjukkan kedekatan manusia dengan Allah. Antara lain bahwa Allah itu dekat dengan manusia (QS. Al-Baqarah: 186) dan Allah lebih dekat kepada manusia dibandingkan urat nadi manusia itu sendiri (QS. Qaf: 16).
Tasawuf bukanlah sesuatu yang dengannya manusia dapat melakukan sebuah pelarian, bukanlah sesuatu yang dengannya manusia dapat berpangku tangan terhadap hidup, melainkan tasawuf adalah suatu metode penyuci jiwa dan pembening hati, yang menjadi bekal utama dalam menggeluti ranah kehidupan yang pada dasarnya tidak terlepas dari berbagai macam persoalan.

B.       Aliran-Aliran Dalam Tasawuf
1.        Tasawuf Sunni
Tasawuf sunni ialah aliran-aliran tasawuf yang berusaha memadukan aspek hakekat dan syariat, yang senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan mengkonsentrasikan pendekatan diri kepada Allah, dengan berusaha bersungguh-sungguh berpegang teguh terhadap ajaran Al-Qur’an, Sunnah dan Sirah para sahabat. Dalam kehidupan sehari-hari para pengamal tasawuf ini berusaha untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat keduniawian, jabatan, dan menjauhi hal-hal yang dapat mengganggu kekhusyukan ibadahnya.[1]
a.         Tokoh-tokoh Ajaran Tasawuf Sunni
1)        Hasan Al-Basri
Hasan Al-Basri yang nama lengkapnya Abu Said Al-Hasan bin Yasar adalah seorang zaid yang sangat mashyur yang dilahirkan di Madina pada tahun 21 H. Hasan Al-Basri wafat pada hari kamis bulan Rajab pada tanggal 10 tahun 110 H (728). Hasan Al-Basri adalah seorang sufi Tabi’in, seorang yang sangat taqwa, wara’, dan jahid. Hasan Al-Basri tumbuh dalam lingkungan yang saleh dan mendalami pengetahuan agamanya. Ia menerima hadist dari sebagian sahabat dan menyatakan bahwa Ali Bin Thalib ra.[2]
Adapun ajaran-ajaran tasawuf yang dibawakan Hasan Al-Basri diantaranya:
a)        Zuhud (Penyucian jiwa)
Lahirnya gerakan asketisme (zuhud) bentuk awal dari sufisme dalam islam. Gerakan ini mulai muncul secara mencolok, terutama pada zaman dinasti Umayyah dikala pemerintahan islam mengambil bentuk kerajaan. Menurut Nicholas, asketisme (zuhud) merupakan bentuk tasawuf yang paling dini. Jadi sebelum lahirnya tasawuf sebagai disiplin ilmu, zuhud merupakan permulaan tasawuf.
Setelah itu zuhud merupakan salah satu maqomat dari tasawuf. Hasan Al-Basri membagi zuhud kepada dua tingkatan yaitu: zuhud terhadap barang yang haram, zuhud ini adalah tingkat zuhud elementer, sedangkan yang lebih tingginadalah zuhud terhadap barang-barang yang halal. Suatu tingkatan zuhud yang lebih tinggi dari zuhud sebelumnya.[3]
b)        Khauf (Akhlak sufi)
Khauf menurut Hasan adalah sikap mental takut kepada Allah karena kurang rasa pengabdiannya. Takut dan khawatir kalau Allah tidak senang padanya, dengan adanya perasaan seperti itu, beliau selalu berusaha agar sikap dan perbuatannya tidak menyimpang dari perbuatan yang dikehendaki oleh Allah. Perasaan khauf ini menjadi salah satu maqom pemberian Allah bagi seorang yang arifbillah. Allah swt berfirman dalam QS. Ar-rahman: 46.
ô`yJÏ9ur t$%s{ tP$s)tB ¾ÏmÎn/u Èb$tF¨Zy_ ÇÍÏÈ  
Artinya: dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga

Dalam hal ini Hasan Al-Basri mengaitkan khauf sebagai hal-hal dalam salah satu maqam untuk mencapai keyakinan. Allah swt berfirman dalam QS. Al-hijr: 99
ôç6ôã$#ur y7­/u 4Ó®Lym y7uÏ?ù'tƒ ÚúüÉ)uø9$# ÇÒÒÈ  
Artinya: dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).

c)        Raja’ (Optimisme)
Raja’ berarti suatu sikap mental optimisme dalam memperoleh karunia dan nikmat ilahi yang disediakan bagi hamba-hambanya yang saleh. Setelah tertanam dalam hati perasaan khauf harus dibarengi dengan pengharapan (raja’). Karena Allah yang maha pengampun lagi maha pengasih dan penyayang. Seorang hamba yang taat merasa optimis akan memperoleh karunia ilahi.
Ajaran-ajaran tasawuf menyimpulkan takut(khauf) dan pengharapan (raja’) tidak akan dirundung kemuraman dan keluhan, tidak pernah tidur senang karena mengingat Allah. Prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan mawas diri dan muhasabah agar selalu memikirkan kehidupan yang akan datang yaitu kehidupan yang haqiqi dan abadi. Perasaan takut (khauf) sama dengan memetik amal sholeh.

2)        Rabiah Al-Adawiyah
Rabiah Al-Adawiyah bernama lengkap Rabiah Al-Adawiyah Al- Bashoriyah. Beliau lahir di Bashrah tahun 95 H. Sejak masa kanak-kanaknya dia sudah hafal Al-Qur’an dan sangat kuat beribadah serta hidup sederhana. Beliau hidup antara tahun 713-801 H. Menurut riwayatnya beliau adalah seorang hamba yang di bebaskan. Dalam hidup selanjutnya beliau banyak beribadah, bertaubat, dan menjalani hidup duniawi.[4]
Rabiah Al-Adawiyah adalah seorang sufi wanita yang beraliran sunni dikenal karena kecintaannya terhadap Allah dan seorang sufi wanita yang zuhud, yaitu tidak tertarik kepada kehidupan dunia, sehingga ia mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah swt. Rabiah Al-Adawiyah dalam perkembangan mistisme dalam islam tercatat sebagai dasar tasawuf berdasarkan cinta kepada Allah.
Rabiah adalah seorang zahidah sejati. Memeluk erat kemiskinan demi cintanya pada Allah. Lebih memilih hidup dalam keserhanaan. Defenisi cinta menurut Rabiah adalah cinta seorang hamba kepada Tuhannya. Konsep ajaran tasawuf Rabiah Al-Adawiyah adalah tentang cinta (al-habb) atau muhabbah.[5]

3)        Dzun Nun Al-Mishri
Nama lengkap dari Dzun Nun Al-Mishri ialah Abu Al-Faisi Tsauban bin Ibrahim Dzun Nun Al-Mishri Al-Akhmini Qibthy. Beliau dilahirkan di Akhmin daerah Mesir pada tahun 180 H/769 M dan wafat pada tahun 860 M. Dzu Nun Al- Mishri merupakan sufi aliran sunni dan juga dikenal sebagai seorang yang ahli dibidang kimia, logika, dan filsafat.[6]
Kedudukan Dzun Nun Al-Mishri dalam tasawuf sunni sangatlah penting karena beliaulah orang pertama  yang banyak menonjolkan konsep ma’rifah. Tasawuf dan ma’rifah berhubungan karena ma’rifah adalah ilmu yang diperoleh dari melaui akal. Dalam tasawuf mempunyai pengertian mengetahui tuhan dari dekat sehingga dari sanubari dapat melihat Tuhan.
 Dzun Nun Al-Mishri membagi pengetahuan tentang tuhan menjadi tiga yaitu:
a)      Pengetahuan awam, yaitu pengetahuan bahwa Tuhan itu satu dengan perantaraan ucapan syahaadat.
b)      Pengetahuan ulama, yaitu pengetahuan bahwa Tuhan itu Esa menurut logika akal.
c)       Pengetahuan sufi, yaitu pengetahuan bahwa Tuhan itu Esa dengan perantaraan hati sanubari.

2.        Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Berbeda dengan tasauf akhlaki, tasawuf filsafi menggunakan terminologi filosofi dalam pengungkapannya. Terminologi falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.[7]
Menurut At-Tftazani ciri utama tasawuf falsafi adalah ajarannya yang samar-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang memahami tasawuf jenis ini.[8] Tokoh-Tokoh Tasawuf Falsafi
a.    Ibnu Arabi
Nama lengkap Ibnu Arabi adalah Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath-tha’i Al-Haitami, sering juga digelari Abu Bakr Muhyiddin atau Al-Hattinny dan nama populernya Ibn Arabi. Ia lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol, tahun 560 H/1165 M, dari keluarga berpangkat, hartawan, dan ilmuan.[9]
Ajaran sentral Ibn Arabi adalah tentang wahdat al-wujud (kesatuan wujud). Meskipun demikian, istilah wahdat al-wujud yang dipakai untuk menyebut ajaran sentralnya, tidaklah berasal darinya, tetapi berasal dari Ibnu Taimiyah, tokoh yang paling keras dalam mengecam dan mengkritik ajaran sentralnya tersebut, atau setidak-tidaknya tokoh itulah yang telah berjasa dalam mempopulerkannya ketengah masyarakat islam.
Menurut Ibnu Taimiyah, wahdat al wujud adalah penyamaan tuhan dengan alam. Menurut penjelasannya, orang-orang yang mempunyai paham, wahdat al-wujud mengatakan bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajib al wujud yang dimiliki oleh khaliq adalah juga mukmin al wujudi yang dimiliki oleh makhluk. Selain itu orang-orang yang mempunyai paham wahdat al wujud juga mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud tuhan, tidak ada kelainan dan tidak ada perbedaan.[10]

b.    Abu Yazid Al-Bustan
Nama lengkapnuya adalah Abu Yazid Thaifur bin ‘Isa bin Surusyan Al-Bustami, lahir di daerah Bustan (Persia) tahun 874-947 M. Keluarga Abu Yazid termasuk orang berada di daerahnya, tetapi ia lebih memilih hidup sederhana. Beliau meninggal dunia tahun 261 H/ 874 M dikota kelahirannya Busthan.

Adapun ajaran-ajaran Tasawufnya antara lain:
1)        Al-Fana dan Al-Baqa
Secara harfiah fana berarti meninggal dan musnah, dalam kaitan dengan sufi, maka sebutan tersebut biasanya digunakan dengan proposi: fana’an yang artinya kosong dari segala sesuatu, melupakan atau tidak menyadari sesuatu.
Sedangkan dari segi bahasa kata fana’ berasal dari kata bahasa Arab yakni faniya-yafina yang berarti musnah, lenyap, hilang atau hancur. Dalam istilah tasawuf, fana adakalanya diartikan sebagai keadaan moral yang luhur.
Dengan demikian fana’ bagi seorang sufi ialah mengharapkan kematian itera, maksudnya adalah mematikan diri dari pengaruh dunia. Sehingga yang tersisa hidup di dalam dirinya hanyalah Tuhan semesta. Jadi seorng sufi dapat bersatu dengan Tuhan, bila terlebih dahulu ia harus menghancurkan dirinya, selama ia masi sadar akan dirinya, ia tidak akn bersatu dengan tuhan. Penghancuran diri tersebut senantiasa diiringi dengan baqa yang berarti to live and service (hidup dan terus hidup).[11]
Baqa berasal dari kata baqiya artinya dari segi bahasa ialah tetap, sedangkan berdasarkan ilmu tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Dalam kaitannya dengan sufi, maka sebutan baq’ biasanya digunakan dengan proposi: baqa bi, yang berarti diisi dengan sesuatu, hidup atau bersama sesuatu.



2)      Al- Ittihad
Ittihad secara bahasa berasal dari kata ittahada-yuttahidu artinya (dua benda) menjadi satu, yang dalam istilah para sufi merasa dirinya bersatu dengan tuhan. Yang mana tahapan ini adalah tahapan selanjutnya yang diambil sorang sufi setelah ia melalui tahapan baqa dan fana. Dalam tahapan ittihad, bersatu tuhan. Antara yang mencintai dan yang dicintai menyatu, baik subtansi maupun perbuatannya.

c.    Al-Hallaj
Nama lengkap Abu Al-Mughist Al-Husein bin Mansur bin Muhammad Al-Baidawi. Beliau dilahirkan pada tahun 244 H/858. Dan beliau dibesarkan di Wasit dan Tustar yang dikenal sebagai tempat perkebunan kapas dan tempat tinggal para penyortir kapas. Ayahnya adalah seorang penyortir wool (al-hallaj), oleh karena itu beliau diberi gelar Al-Hallaj.[12]
Inti ajaran Al-Hallaj telah dinyatakan dalam bentuk syair (tawasin) dan kadang juga dalam prosa (natsar), dalam susunan kata-katayang mendalam tiga hal yaitu:
1)        Hulul ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri insan (nasut)
Secara etimologi hulul berarti sinonim dengan infusion yang bermakna penyerapan, yakni menyerap keseluruhan obyek yang dapat menerimanya. Secara harfiah hulul berarti tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melelui fana.
2)        Al-Haqiqah Al- Muhammadiyah (Nur Muhammad)
Menurut Al-Hallaj Nur Muhammad merupakan asal atau sumber dari segala sesuatu, segala kejadian, amal perbuatan atau ilmu pengetahuan. Dan dengan perantaraan Nur Muhammad itulah alam ini dijadikan. Nur Muhammad bisa diartikan juga sebagai pusat kesatuan alam dan pusat kesatuan nubuwwat segala nabi. Dan nabi-nabi itu nubuwwatnya atau dirinya adalah sebagian dari Nur Muhammad itu. Segala macam ilmu, hikmat dan nubuwwat adalah pancaran dari Nur Muhammad.
3)        Wahdal Al-Adyan (kesatuan-kesatuan agama)
 Ini ajaran dari Wahdah Al-Adyan adalah sebenarnya nama agama yang berbagai macam, seperti Islam, Nasrani, Yahudi dan yang lain-lain hanyalah perbedaan nama dari hakikat yang satu saja. Nama berbeda, satu tujuan. Segala agama adalah agama Allah, maksudnya ialah menuju Allah. Orang memilih agama atau dari dalam satu agama, bukanlah atas kehendaknya, tetapi dikehendaki untuknya.
3.      Tasawuf Amali
Hasrat untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah tujuan pokok dari sufi dan keinginan yang manusiawi. Diantara manusia ada yang merasa mampu dan tahu bagaimana caranya untuk mendekatkan diri Tuhan tanpa bantuan dari orang lain, karena ia mempunyai pengetahuan untuk itu. Akan tetapi sebagian besar tidak mampu melakukannya, tidak tahu jalan yang akan ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa bantuan orang lain.
Jadi tasawuf ini menekankan pada intensitas dan kualitas amal yang dimotifasi rasa ridho dancinta kepada Allah. Apabila dilihat dari tingkatan dari komunitas itu, terdapat beberapaistilah sebagai berikut:
a.       Murid ialah orang yang mencapai pengetahuan dan bimbingan dalam melaksanakan amal ibadahnya.
b.      Syekh yaitu seorang pemimpin kelompok kerohanian
c.       Wali atau Quthub yaitu orang yang telah sampai kepuncak kesucian batin, memperoleh ilmu laduni yang tinggi sehingga tersingkap tabir rahasia yang gaib-gaib.[13]
Apabila dilihat dari srgi amalan serta jenos-jenis ilmu yangdipelajari, maka terdapat istilah yang khas dalam dunia tasawuf yaitu: ilmu lahir dan batin, kedua aspek yang terkandung dalam ilmu itu mereka bagi menjadi empat kelompok yaitu:
a). Syariat
mereka mengartikan sebagai amalan lahir yang diwajibkan dalam agama, yang bersumber dari Al-Qur’an dan Rasul
b). Thariqat
perjalanan menuju Allah itulah yang mereka sebut dengan tareqat, yaitu tareqar tasawuf.
c). Hakikat
secara lugawi hakikat berarti inti sesuatu, puncak atau sumber asal dari sesuatu
d). Ma’rifah
dari segi bahasa, ma’rifah berarti pengetahuan atau pengalaman, sedang dalam istilah sufi, ma’rifah diartikan sebagai pengetahuan mengenai tuhan melalui hati sanubari.[14]
4.      Tasawuf Akhlaki
Tasawuf ini diperkenalkan oleh kaum sufi yang mu’tadil (moderat) dalam pendapat-pendapatnya, mereka mengingkat antara tasawuf mereka dan Al-Qur’an serta Sunnah dengan bentuk yang jelas. Boleh dinilai bahwa mereka adalah orang-orang yang senantiasa menimbang tasawuf mereka dengan neraca syari’ah.
Tasawuf ini berasal dari zuhud, kemudian tasawuf, dan berakhir pada akhlak. Mereka adalah sebagai sufi abad kedua, atau pertengahan abad kedua, dan setelahnya sampai pada abad keempat Hijriah. Tasauf tersebut menjadi sebuah ilmu yang menimpali kaidah-kaidah yang praktis. Tasauf ini yang dimotivasi dengan menekankan pada permasalah etika. Padanya terdapat rasa takut terhadap kemurkaan Allah dan pengharapan terhadap Rahmat-nya.[15]
Harun Nasution mengatakan bahwa Al-Qur’an dan sunnah mementingkan akhlak. Al-Qur’an dan Hadist menekankan nilai-nilai kejujuran, keseyiakawanan, persaudaraan rasa kesosialan, keadilan, tolong=menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, naik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menempati janji, disiplin, mencintai ilmu dan berpikir lurus. Nilai-nilai ini yang harus dimiliki seseorang musli, yang akan bertasawuf sebagai pembentukan kearah pribadi yang mulia.
Bagian terpenting tujuan tasawuf adalah memperoleh hubungan langsung dengan tuhan sehingga merasa sadar berada duhadirat Tuhan. Keberadaan dihadirat tuhan itu dirasakan sebagai kenikmatan dan kebahagiaan yang hakiki.
Semua sufi berpendapat bahwa satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan seseorang kehadirat Allah hanyalah dengan kesucian jiwa. Karena jiwa manusia merupakan refleksi atau pancaran dari Dzat Allah yang suci, segala sesuatu itu harus sempurna dan suci, sekalipun tingkat kesucian dan kesempurnaan itu berfaruasi dan jauhnya dari sumber aslinya.[16]

C.            Kesimpulan
Tasawuf sunni ialah aliran-aliran tasawuf yang berusaha memadukan aspek hakekat dan syariat, yang senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan mengkonsentrasikan pendekatan diri kepada Allah, dengan berusaha bersungguh-sungguh berpegang teguh terhadap ajaran Al-Qur’an, Sunnah dan Sirah para sahabat. Dalam kehidupan sehari-hari para pengamal tasawuf ini berusaha untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat keduniawian, jabatan, dan menjauhi hal-hal yang dapat m engganggu kekhusyukan ibadah.
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Berbeda dengan tasauf akhlaki, tasawuf filsafi menggunakan terminologi filosofindalam pengungkapannya. Terminologi falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.

D.           Daftar Pustaka
Abu Al-Wafa’ Al-Ghanimi At- Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. Ahmad Rafi’i ustmani, Bandung: Pustaka Setia, 1985.
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980.
Khan Shahib Khaja, Studies In Tasawuf , Jakarta:Raja Grafindo Persada,1993.
Rivay, Tasawuf dari Sufisme Klasik Neo-Sufisme, Jakarta: PT Grafindopersada, 2002.
Rosihon Anwar, Ilmu-Ilmu Tasawuf , Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Rosihan Anwar dkk, Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Umar Faru, Tarikh Al-Fikr Al-Arabi’ Dar Al-Ilmin Al-Malayin, Bairut: Amanah, 1987.
Zakia Drajat, Pengantar Ilmu Tasawuf, Medan: IAIN Sumatra Utara, 1983.


[1] Rosihon Anwar, Ilmu-Ilmu Tasawuf  (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 21.
[2] Hamka, Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 19.
[3] Ibid., hlm. 21.
[4] Umar Faru, Tarikh Al-Fikr Al-Arabi’ (Dar Al-Ilmin Al-Malayin, Bairut: Amanah, 1987), hlm. 78.
[5] Ibid., hlm. 91.
[6] Umar Furu, Op.cit, hlm. 94.
[7]Abu Al-Wafa’ Al-Ghanimi At- Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. Ahmad Rafi’i ustmani, (Bandung: Pustaka Setia, 1985), hlm. 187.
[8] Ibid., hlm.188.
[9] Khan Shahib Khaja, Studies In Tasawuf  (Jakarta:Rja Grafindo Persada), hlm. 91.
[10] Ibid., hlm. 93.
[11]Rivay, TasawuDARI Sufisme Klasik Neo-Sufisme (Jakarta: PT Grafindo persada,2002), hlm. 54.
[12]Ibid., hlm. 56.
[13]Zakia Drajat, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Medan: IAIN Sumatra Utara, 1983), hlm.123-124.
[14] Ibid., hlm. 126-129.
[15] Rosihan Anwar dkk, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 144.
[16]  Ibid.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL