MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekol...

MAKALAH KEMUNDURAN TIGA KERAJAAN BESAR (1700-1800 M)


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada setiap kerajaan pasti akan mengalami yang namanya kemajuan, kegemilangan dan kejayaan yang terjadi pada masa kerajaan tersebut, akan tetapi kerajaan tersebut pasti akan mengalami yang namanya kemunduran dan kehancuran.
Begitu pula pada ketiga kerajaan terbesar yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:  kerajaan Syafawi, Mughal dan Usmani yang semulanya mengalami kejayaan kemudian mengalami kehancuran dan kemunduran dikarenakan oleh beberapa faktor penyebab keruntuhannya.
Setelah keruntuhan yang dialami ketiga kerajaan ini, kemudian terjadilah kebangkitan Eropa, yang mana pada kebangkitan Eropa ini mulai menggeser peradaban lain.

B. Rumusan Masalah
1.      Apa faktor penyebab runtuhnya kerajaan Syafawi, Mughal dan Usmani?
2.      Bagaimana terjadinya kebangkitan Eropa?

C. Tujuan Masalah
Agar dapat mengetahui faktor apa yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Syafawi, Mughal dan Usmani kemudian mengetahui bagaimana terjadinya kebangkitan Eropa.



BAB II
PEMBAHASAN
A. Kehancuran dan Kemunduran Kerajaan Syafawi
Salah satu penyebab kehancuran kerajaan Syafawi adalah retak dan patahnya pilar-pilar agung penopang kemajuan yang dimiliki kerajaan syafawi pada masa jayanya, sebagaimana yang telah dikemukakan. Pilar-pilar agung tersebut retak satu demi satu dan akhirnya patah sama sekali, sehingga kemunduran yang telah merayapi batang tubuh kerajaan itu bertambah parah hingga membawanya menjadi hancur berantakan.
Sepeninggal Abbas I, kerajaan Syafawi secara berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza, Abbas II, Sulaiman, Husain, Tahmasap II dan Abbas III. Pada masa keenam raja tersebut, kondisi kerajaan Syafawi tidak menunjukkan kenaikan dan berkembang, tetapi justru sebaliknya memperlihatkan kemundurannya yang membawa kehancuran.[1]
 Menurut Hodsgon, antara tahun 1629-1694 M, politik pemerintahan banyak dikendalikan oleh para harem istana yang kebanyakannya berasal dari daerah Georgia. Meskipun secara formal dalam periode tersebut telah memerintah tiga orang syah, yaitu Safi Mirza (1629-1642 M), Syah Abbas II (1642-1667 M), dan Syah Sulaeman (1667-1694 M), hanya Syah Abbas II (1642-1667 M) yang memiliki kepribadian seperti Syah Abbas I, sehingga ia dapat menahan laju kemerosotan kerajaanya. Adapun Syah Husen (1694-1722 M) karena kelemahannya, banyak menyerahkan urusannya kepada para ulama Syi’ah yang sangat fanatik, sehingga banyak melakukan kekejaman terhadap rakyat yang beraliran Sunni. Hal ini lah yang menjadi biang keladi timbulnya pemberontakan yang membawa kehancuran kerajaan Syafawi, setelah tegak selama dua abad lebih.
Safi Mirza, cucu Abbas, adalah seorang pemimpin lemah. Ia suka minum-minuman keras dan sering melakukan tindakan-tindakan yang sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Akhirnya, kemajuan pernah dicapai oleh Abbas I segera menurun. Kota Qandahar lepas dari kerajaan Syafawi diambil alih oleh kerajaan Mughal ketika kerajaan ini diperintah Syah Jahan. Sementara Baghdad direbut oleh Kerajaan Turki Usmani.
Selanjutnya, Sulaeman memiliki perilaku yang tidak jauh berbeda dengan Safi Mirza. Di samping pemabuk, ia juga banyak bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya banyak kerajaan di Syafawi bersikap apatis terhadap pemerintah. Ia kemudian digantikan oleh Shah Husein yang banyak memberi kekuasaan besar kepada para ulama Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni.[2]
Secara khusus ada tiga faktor yang mempercepat mundur dan hancurnya kerajaan Syafawi.
1.      Adanya pergantian Syah yang tidak konsisten
Sebagai sebuah dinasti, pergantian Syah diturunkan kepada anak atau saudaranya. Namun , Realitas dalam sejarah Syafawi, hal tersebut tidak berlaku. Banyak sekali Syah yang membinasakan keluarganya, termasuk anaknya sendiri karena dianggap membahayakan kelestarian tahtanya. Salah satu contohnya adalah Syah Abbas yang memenjarakan ayah dan dua orang saudaranya di Alamut. Bahkan ia membunuh anaknya yang sulung, hanya karena ia dekat dengan rakyatnya dan curiga jika ia mengadakan pemberontakan. Akibatnya, setelah Syah Abbas meninggal, ia digantikan oleh seorang cucunya yang lemah, yang kemudian bergelar Syah Safi Mirza.
2.      Petualangan para tokoh pemerintah yang oportunis dari golongan qizilbash, gulam, harem dan ulama.
Pada saat-saat tertentu, mereka mendapat kesempatan untuk menentukan roda pemerintahan di bawah syah-syah yang lemah. Namun, mereka tidak melaksanakan amanah itu dengan baik, serta memanfaatkannya secara sewenang-wenang. Akibatnya, timbullah permusuhan antargolongan dalam kerajaan, sehingga kerajaan menjadi lemah. Sebagainya contoh, pada pemerintahan Syah Husein para ulama Syi’ah yang memerintah banyak yang berlaku kejam, yang mengakibat-kan bangkitnya golongan Sunni untuk menumbangkannya.
3.      Menurut loyalitas para pendukung kerajaan kepada kerajaan Syafawi.
Loyalitas Qizilbash bergeser pada suku masing-masing, setelah Syah Ismail meninggal. Munculnya Ghulam yang dibina oleh Syah Abbas telah berhasil menopang kerajaan dengan monoloyalitasnya yang tinggi terhadap Syafawi. Akan tetapi setelah Syah Abbas I meninggal, loyalitas mereka juga menurun dan mulai bergeser kepada asl-usul bangsa mereka sebagai bangsa Georgia. Oleh karena itu, pada masa Syah Husein, ada beberapa pemimpin Georgian yang sangat menentukan politik di ibukota Isfahan, seperti Georgia XI dan Kay Khusraw. Dengan munculnya suatu bangsa dengan tingkat ashabiyah-nya tinggi seperti bangsa Afghan yang berusaha menghancurkan Syafawi, Syafawi tidak dapat dipertahankan lagi, karena ditinggalkan oleh para pendukungnya.
Selanjutnya, P. M. Holt dan Badri Yatim menambahkan bahwa kemunduran kerajaan Syafawi disebabkan konflik berkepanjangan dengan kerajaan Usmani dan dekadensi moral. Bagi kerajaan Turki Usmani, berdirinya kerajaan Syafawi yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara kerajaan Turki Usmani dan kerajaan Syafawi berlangsung lama. Meskipun pernah berhenti ketika adanya perdamaian pada masa Syah Abbas I, tidak lama kemudian, Abbas meneruskan konflik tersebut sehingga tidak ada lagi perdamaian di antara keduanya.
Penyebab langsung kehancuran kerajaan Syafawi adalah penyerbuan bangsa Afghan terhadap ibu kota Isfahan pada tahun 1722 sehingga dengan terpaksa Syah Husein menyerahkan mahkota kerajaan kepada Mir Mahmud, pemimpin Afghan.
Pada waktu Syah Husein menyerahkan politik dan birokrasi pemerintahan kepada orang-orang lain yang dipercayainya, pada satu pihak ia memercayakan kepada orang-orang asing, seperti George XI dan Kay Khursaw untuk menentukan balance politik, tapi pada pihak lain ia memercayakan birokrasi pemerintahan kepada tokoh-tokoh ulama Syi’ah, seperti Syekh Muhammad Baqir Majelisi.
Selanjutnya, bangsa Afghan mulai bangkit di bawah pimpinan Mir Vays. Pada tahun 1709 M mereka melakukan pemberontakan terhadap kerajaan Syafawi di Kandahar. Mereka berhasil menghancurkan pasukan Isfahan, sehingga Kandahar terlepas dari kerajaan Syafawi. Pada tahun 1715 M, Mir Mahmud menggantiakn ayahnya menjadi pemimpin Afghan. Untuk menjinakkan Amir Afghan yang baru ini, Syah Husein mengangkatnya sebagai gubernur Kandahar dengan gelar Husein Qulli Khan yang artinya budak Husein.
Akibat pengangkatan yang bernada penghinaan ini amir bertekad menyerang ibukota Isfahan dalam waktu dekat, dan akhirnya ia berhasil menduduki Isfahan, selama terjadi pengepungan tersebut banyak penduduk Isfahan yang mengalami kelaparan dan penyakit merajalela. Lebih dari 8.000 penduduk meninggal akibat kelaparan, penyakit dan peperangan. Mayat-mayat manusia tertimbun membusuk di jalan-jalan. Akhirnya pada tanggal 12 Oktober 1722/ 1 Muharram 1135, Syah Husein menyerah kepada Mir Mahmud. Akhirnya Mir Mahmud menerima mahkota kerajaan Syafawi dari Syah Husein sebagai Syah terakhir di kerajaan tersebut. Akan tetapi anak dari Husein yang bernama Tahmasap II memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah atas Persia dengan pusat kekuasaannya di kota Astarabad. Tahmasap II memerangi dan mengusir Afghan yang menduduki Isfahan, pada akhirnya kerajaan Syafawi kembali berkuasa.
Setelah Tahmasap II dipecat Nadir Khan kemudian digantikan oleh Abbas III yang masih sangat kecil pada saat itu. Empat tahun setelah itu Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai pengganti Abbas III. Dengan demikian, berakhirlah kekusaan kerajaan Syafawi di Iran.


B. Kemunduran dan Runtuhnya Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah di bina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan dukungan oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai. Sehingga yang diwarisi hanyalah kemewahan dan kebesaran dalam istana yang disertai dengan dayang-dayang yang hanya akan melemahkan sendi-sendi kepemimpinan pada kerajaan Mughal tersebut.
Ada dua hal yang mengancam kebesaran Mughal di India itu selain kerajaan-kerajaan Brahmana yang dibangun hendak melepaskan diri dari Mughal, demikian juga beberapa kerajaan Islam yang lain. Adapun dual hal yang mengancam itu ialah, Pertama kerajaan Iran di bawah pimpinan Nadir Syah. Sebagaimana diketahui dalam sejarah Umat Islam Iran yang telah terdahulu, Nadir Syah setelah dapat merampas kekuasaan dari pada keturunan Syafawi dengan akal yang asangat cerdik, dan setelah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya, akhirnya timbulnya keinginannya yang sangat besar untuk menaklukan kerajaan Mughal di Delhi Agra itu. Dengan berbagai macam alasan terutama dengan tuduhan bahwa kerajaan  Delhi banyak sekali memberikan bantuan kepada kaum pemberontak Afganistan dan memberikan perlindungan kepada pelarian-pelarian politik, maka diserangnyalah negeri itu 1739, yaitu dua tahun saja setelah kekuasaan Iran bulat di tangannya.
Setelah ada beberapa persetuan antara Sultan Muhammad Syah dan Nadir Syah, yang akhirnya membuat Sultan Muhammad Syah mengakui atas kekuatan yang dimilki oleh Nadir Syah. Hal ini ditandai dengan  penyerahan berbagai upeti yang sangat banyak kepada Nadir Syah sebagai syarat penyerahan diri serta memberikan pengampunan dan perlindungan kepada Sultan Muhammad Syah dan rakyat Delhi. Diantara benda-benda yang diserahkan kepada Nadir adalah singgasana buruk merak yang sampai sekarang masih dapat dilihat di dalam istana Iran. Demikian juga intan-berlian Koh-i-Nor yang terkenal itu.
Setelah masa-masa pemerintahan Muhammad Syah berakhir maka digantikanlah oleh Sultan Alam Syah. Pada masa ini Sultan Alam Syah berusaha merebut kembali wilayah Benggala dan berhasil, tiba-tiba terjadilah peperangan dengan kompeni Inggris. Tidaklah henti-hentinya peperangan itu. Kerajaan Mughal bertambah lama bertambah lemah, kompeni Inggris bertambah lama bertambah kuat, Inggris mulai mempelajari segi-segi kelemahan India dengan perbedaan agama antara Islam dan Hindu, dan juga keinginannya raja-raja Islam yang masing-masing hendak berdiri sendiri. Kesesudahannya lemahlah Sultan Alam Syah dan patah semangat perlawanannya, sehingga diterimanya perdamaian dengan Inggris, bahwa dia menyerahkan pemungutan bea-cukai benggala, Bihar, dan Orisa, dengan menerima ganti kerugian 2.600.000 rupiah.
Bertambah celaka dan malanglah nasib Sultan Alam Syah seketika seorang panglima perangnya menagkapnya dan menghukumnya dengan mengorek kedua matanya hingga buta (1788), maka bertambah kacau balaulah pertahanan Delhi yang penghabiskan itu. Hari demi pindahlah kewibawaan kekuasaan pemerintahan kepada Inggris. Akhirnya kompeni Inggris memberinya saja “ganti rugi ” sebanyak 90.000 rupiah sebuhal, cukup untuk belanjanya dalam istananya saja, dan diberi hak terus memakai gelar “Sultan”, dalam keadaan buta dan seluruh kekuasaan terserahlah mulai waktu itu kepada Inggris
 Sultan Alam Syah, cahaya yang akhir dari kerajaan Mughal India itu wafat pada tahun 1806. Lalu Alam Syah diganti oleh Muhammad Akbar (1806-1837), lalu dilanjutkan oleh Bahadur Syah.
Pada masa pemerintahan Bahadur Syah ini, mulai terjadilah pemberontakan pada tahun 1857 yang diusahakan untuk melawan pemerintahan Inggris dengan kongsi dagangnya yaitu EIC. Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah, karena Inggris mendapat dukungan dari beberapa penguasa lokal Hindu dan Muslim. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka di usir dari kota Delhi, rumah-rumah ibadah banyak yang dihancurkan, dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir, diusir dari istana (1858 M). Dengan demikian, berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal di daratan india dan tinggalah di sana umat Islam yang harus berjuang mempertahankan eksistensi mereka.
Adapun maharaja-maharaja India brahmana dan sultan-sultan islam yang tinggal, yang telah banyak berjasa kepada inggris dalma menguatkan imperialismenya di sana, diberi kemegahan dan kekuasaan, memakai gelar pusaka dan diberi bintang-bintang. Seketika Ratu Victoria dialntik menjadi kaisar India, maharaja-maharaja itupun datanglah berduyun-duyun ke London, menjadi pengawal dari Kaisar Ratu Inggris itu, selama peralatan besar diadakan. Sampai akhirnya Indiapun merdeka dan kembali kepada rakyatnya sendiri dan terbelah dengan Pakistan sebab yang beragama Islam ingin hendak mendirikan negara dengan cita-citanya sendiri.
Sebelum Bahadur Syah di usir ke wilayah Rangon atau Birma saat ini, terdapat suatu kejadian yang sangat membuatnya sedih sekali yaitu ketika dia ditangkap dan dipenjarakan, lalu dia pun merasakan lapar dan dia meminta makanan kepada serdadu Inggris. Maka ketika membawa makanan yang berada di dalam talam emas dan dulang emas yang merupakan bekas perhiasan dari istana Inggris. Hal yang tidak disangka-sangka pun terjadi, yaitu ketika tutup dari nampan tersbut dibuka, sekujur tubuhnya gemetar dan pingsan sebab diatas nampan tersebut terdapat dua buah kepala puteranya yang sangat dicintainya. Setelah kejadian tersebut, maka berakhirnya keturunan dari Bahadur Syah.

Namun ada sedikit tambahan bahwasannya pemberontakan yang dilakukan oleh Bahadur Syah dan kawan-kawannya tersebut sering kali disebut dengan “Pemberontakan Sipahi.
 Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan Dinasti Mughal ini mundur pada satu setengah abad terakhir, dan membawa kehancuran pada tahun 1858 M adalah terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera di pantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persejataan buatan Mughal itu sendiri.
Pendekatan Aurangzeb yang terlampau kasar dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya. Dekadensi moral dan gaya hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara. Semua pewaris kerajaan pada masa terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan, sehingga tidak mampu menangani kemerosotan politik dalam negeri.
Faktor ini ditandai dengan banyaknya gerakan pemberontakan sebagai akibat dari lemahnya para pemimpin kerajaan Mughal setelah kepemimpinan Aurangzeb, sehingga banyak wilayah-wilayah kerajaan Mughal yang terlepas dari kekuasaan Mughal. Adapun pemberontakan-pemberontakan tersebut antara lain:
Kaum Hindu yang dipimpin oleh Banda berhasil merebut Sadhura, letaknya di sebelah utara Delhi dan juga kota Sirhind. Golongan Marata yang dipimpin oleh Baji Rao dan berhasil merebut wilayah Gujarat. Pada masa pemerintahan Syah Alam terjadi beberapa serangan dari pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani. Syah Alam mengalami kekalahan dan Mughal jatuh pada kekuasaan Afghanistan.
Adanya perdagangan dan kekuasaan Inggris di India. Pada abad ke-18, terjadi pertempuran antara Prancis dan Inggris yang disebabkan karena perebutan daerah kekuasaan di Asia, pertempuran tersebut dimenangkan oleh Inggris yang nantinya membuat orang-orang Inggris melakukan penaklukan daerah-daerah India satu – persatu. Awalnya Inggris melakukan perdagangan di India melalui EIC (British East India Company, yang memproduksi kain sutra dan tenun dengan mendirikan pabrik-pabrik di Bombay, Madras, dan Kalkuta. Dari beberapa kejadian yang telah terjadi pada masa-masa kerajaan Mughal tersebut maka dapatlah kita ketahui beberapa hal yang menyebabkan kehancuran kerajaan tersebut terjadi, diantaranya: Bidang Militer, Bidang Sosial, Bidang Politik, Bidang Pemerintahan, Bidang Ilmu Pengetahuan, Bidang Ekonomi.
C. KEMUNDURAN KERAJAAN USMANI
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh Salim II (1566-1573 M). Di masa pemerintahannya, terjadi pertempuran antara armada laut kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini, Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut kembali.
Walaupun Sultan Murad III (1574-1595 M) berkepribadian jelek dan suka memperturutkan hawa nafsunya, Kerajaan Usmani pada masanya berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut HitM (1577 M), merampas kembali Tabriz, ibukota Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M. Namun, kehidupan moral sultan yang jelek menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri. Kekacauan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya sultan Muhammad III (1595-1603 M), pengganti Murad III, yang membunuh semua saudara laki-lakinya berjumlah 19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi kepentingan pribadi. Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul kerajaan Usmani. Meskipun Sulta Ahmad I (1603-1617 M), pengganti Muhammad III, sempat bangkit untuk memperbaiki situasi dalam negeri, tetapai kejayaan kerajaan Usmani di mata bangsa-bangsa Eropa sudah semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (masa pemerintahannya yang pertama(1617-1618 M) dan kedua, (1622-1623 M). Karena gejolak politik dalam negeri tidak bisa diatasinya, Syaikh Al-Islam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II (1618-1622 M). Namun, yang tersebut terakhir ini juga tidak mampu memperbaiki keadaan. Dalam situasi demikian, bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan merebut wilayahnya kembali. Kerajaan Usmani sendiri tidak mampu berbuat banyak dan terpaksa melepaskan wilayah Persia tersebut. Langkah-langkah perbaikan kerajaan mulai diusahakan oleh Sultan Murad IV (1623-1640 M). Pertama-tama, ia mencoba menyusun dan menertibkan pemerintahan. Pasukan Jennissari yang pernah menumbangkan Usman II dapat dikuasainya. Akan tetapi, masa pemerintahannya berakhir sebelum ia berhasil menjernihkan situasi negara secara keseluruhan.
Situasi politik yang sudah mulai membaik itu kembali merosot pada masa pemerintaha Ibrahim (1640-1648 M), karena ia termasuk oranag yang lemah. Pada masanya ini, orang-orang Penetia melakuka peperangan laut melawan dan berhasir mengusir orang-orang Turki Usmani dari Cyprus dan Creta tahun 1645 M. Kekalahan itu membawa Muhammad Koprulu (berasal dari Kopru dekat Amasia di Asia Kecil) pada kedudukan sebagai wazir atau shadr al-a’zham (perdana menteri) yang diberi kekuasaan absolut. Ia berhasil mengembalikan peraturan dan mengkonsolidasikan stabilitas keuangan negara. Setelah Koprulu meninggal (1661 M), jabatannya dipegang oleh anaknya, Ibrahim. Ibrahim menyangka bahwa kekuatan militernya sudah pulih sama sekali. Karena itu, ia menyerbu Hongaria dan mengancam Vienna. Namun, perhitungan Ibrahim meleset, ia kalah dalam pertempuran itu secara berturut-turut. Pada masa masa selanjutnya, wilayah Turki Usmani yang luas itu sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya, direbut oleh negara-negara Eropa yang baru mulai bangun. Pada tahun 1699 M, terjadi “Perjanjian Karlowith” yang memaksa Sultan untuk menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada Hapsburg dan Hemenieztz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia kepada orang orang Venetia. Pada tahun 1770 M, tentara Rusia mengalahkan armada kerajaan Usmani disepanjang pantai Asia Kecil. Akan tetapi, tentara rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan Mustafa III (1757-1774 M) yang segera dapat mengkonsolidasi kekuatannya.
Sultan Mustafa III diganti oleh saudaranya, Sultan Abdul Hamid (1774-1789 M), seorang yang lemah. Tidak lama setelah naik tahta, di Kutchuk Kinarja, ia mengadakan perjanjian yang dinamakan “Perjanjian Kinarja” dengan Catherine II dari Rusia. Isi perjanjian itu: (1) kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di Laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melintasi selat yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Putih, dan (2) kerajaan Usmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).
Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami kemunduran, diantaranya adalah:
1.        Wilayah kekuasaan yang sangat luas
2.        Heterogenitas penduduk
3.        Kelemahan para penguasa
4.        Budaya pungli
5.        Pemberontakan tentara Jennissari
6.        Merosotnya ekonomi
7.        Terjadinya stagnasi dalam lapangan Ilmu dan Teknologi
Demikianlah proses kemunduran kerajaan besar Usmani pada masa selanjutnya di periode modern, kelemahan kerajaan ini menyebabkan kekuatan-kekuatan eropa tanpa segan segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya dibawah kekuasaan kerajaan Usmani, terutama di Timur Tengan dan Afrika Utara.[3]



D. KEMAJUAN EROPA (BARAT)
Bersamaan waktunya dengan kemunduran tiga kerajaan Islam di periode pertengahan sejarah Islam, Eropa Barat (biasa disebut dengan “Barat” saja), sedang mengalami kemajuan dengan pesat. Hal ini berbanding terbalik dengan masa klasik sejarah Islam. Ketika itu, peradaban Islam dikataka paling maju, memancarkan sinarnya ke seluruh dunia, sementara Eropa sedang berada dalam kebodohan dan keterbelakangan.
Kemajuan Eropa (Barat) memang bersumber dari khazanah ilmu pengetahuan dan metode berpikir Islam yang rasional. Di Perang Salib, Sicilia, dan yang terpenting adalah Spanyol Islam. Ketika Islam mengalami kejayaan di Spanyol, banyak orang eropa yang belajar ke sana, kemudian menerjemahkan karya-karya ilmiah umat islam. Hal ini dimulai sejak abad ke-12 M. Setelah mereka pulang ke negeri masing-masing, mereka mendirikan universitas dengan meniru pola Islam dan mengajarka ilmu-ilmu yang dipelajari di universitas-universitas Islam itu. Dalam perkembangan selanjutnya, keadaan ini melahirkan renaissance, reformasi, dan rasionalisme di Eropa.
Gerakan-gerakan renaissance melahirkan perubahan-perubahan besar dalam sejara dunia. Abad ke-16 dan 17 M merupakan abad yang paling penting bagi Eropa, sementara pada akhir abad ke-17 itu pula, dunia islam mulai mengalami kemunduran. Dengan lahirnya renaissance, Eropa bangkit kembali untuk mengejar ketinggalan mereka. Mereka menyelidiki rahasia alam, menaklukkn lautan, dan menjelajahi benua yang sebelumnya masih diliputi kegelapan. Banyak penemuan-penemuan dalam segala lapangan ilmu pengetahuan dan kehidupan yang mereka peroleh. Christoper Colombus pada tahun 1492 M, menemukan benua Amerika dan Vasco da Gama tahun 1498 M, menemukan jalan ke timur melalui Tanjung Harapan. Dengan dua temuan ini, Eropa memperoleh kemajuan dalam dunia perdagangan, karena tidak tergantung lagi kepada jalur lama yang dikuasai umat Islam.
Terangkatnya perekonomian bangsa-bangsa Eropa disusul pula dengan penemuan dan perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Perkembangan itu semakin dipercepat setelah mesin uap ditemukan, yang kemudian melahirkan revolusi industri di Eropa. Teknologi perkapalan dan militer berkembang dengan pesat. Dengan demikian, Eropa menjadi penguasa lautan dan bebas melakukan kegiatan ekonomi dan perdagangan dari dan keseluruh dunia, tanpa mendapat hambatan berarti dari lawan-lawan yang masih menggunakan persenjataan tradisional.
Sementara itu, kemerosotan kaum muslimin tidak terbatas dalam bidang ilmu dan kebudayaan saja, melainkan juga disegala bidang. Mereka ketinggalan dari Eropa dalam industri perang, padahal keunggulan Turki Usmani di bidang ini pada masa-masa sebelumnya diakui oleh seluruh dunia.
Dengan organisasi dan persenjataan modern pasukan perang Eropa mampu melancarkan pukulan telak terhadap daerah-daerah kekuasaan Islam, seperti Kerajaa Usmani kerika berhadapan dengan kekuatan-kekuatan Eropa dan Kerajaan Mughal dan ketika berhadapan dengan Inggris. Daerah-daerah kekuasaan Islam lainnya juga mulai berjatuhan ke tangan Eropa, seperti Asia Tenggara, bahkan Mesir, salah satu pusat peradaban islam yang terpenting diduduki Napoleon Bonaparte dari Prancis pada tahun 1798 M.
Benturan-benturan antara kerajaan Islam dan kekuatan Eropa itu menyadarkan umat Islam bahwa mereka memang sudah jauh tertinggal dari Eropa. Kesadaran itulah yang menyebabkan umat Islam di masa modern terpaksa harus banyak belajar dari Eropa.perimbangan kekuatan antara umt Islam dan Eropa berubah dengan cepat.[4]











BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
       Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Secara umum penyebab kemunduran ketiga kerajaan besar adalah dikarenakan lemahnya penguasa yang berkuasa, merosotnya ekonomi, terjadinya perebutan kekuasaan,serta adanya pemberontakan dari luar dan dalam.
2.      Kemajuan eropa (barat) bersamaan dengan kemunduran tiga kerajaan besar. Bermula dari orang eropa yang belajar dari masyarakat muslim di spanyol. Setelah mereka kembali ke negara asal mereka (barat) mereka pun mengembangkan ilmu-ilmu tersebut dengan membangun universitas-universitas yang mirip dengan universitas muslim di spanyol.

b. Saran-saran
       Penulis menyadari kelemahan-kelemahan yang terkandung di dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah kedepannya.











DAFTAR PUSTAKA

Kusdiana, Ading, Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Pertengahan, Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT RajaGrafindo Prasada, 2010,


[1]Ading Kusdiana, Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Pertengahan, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm.197
[2] Ibid., hlm. 198.
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, ( Jakarta: PT RajaGrafindo Prasada, 2010), hlm. 163-168.
[4] Ibid., hlm. 169-171.

<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL