MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH UPACAR HORJA DAN KAWIN LARI


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dalam Batak Angkola, acara adat dalam etnis batak terdiri atas siluluton (duka cita) dan siriaon (suka cita). Kedua cara ini masing-masing memiliki aturan dan tata caranya sendiri atau tata tertibnya sendiri dalam pelaksanaanya, dan setiap orang harus patuhi oleh setiap orang bersuku Batak Angkola termasuk Mandailing
Dalam prosesi upacara adat pernikahan Batak Angkola, ada yang disebut upacara pelaksanaan Horja dan kawin lari.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Horja dan Kawin lari?
2. Apakah perbedaan upacar Horja dan Kawin Lari?
3. Bagaimana cara pelaksanaan Horja dan Kawin Lari?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Horja dan Kawin Lari
2. Untuk mengetahui perbedaan antara Horja dan Kawin Lari
3. Untuk mengetahui cara pelaksanaan Horja dan Kawin Lari












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Horja
Dalam tradisi Batak Angkola, acara etnis Batak Angkola terdiri atas Siluluton (duka cita) dan Siriaon (suka cita). Pada garis besarnya, perkawinan menurut masyarakat Angkola dapat diakukan dengan dua cara, yakni:
1.    Sepengatu keluarga yang disebut dengan istilah dipabuat.
2.    Perkawinan tanpa persetujuan orangtua yang disebut dengan marlojong.
Kedua cara ini masing-masing ada aturannya, tata cara, dan tata tertib yang harus selalu dipatuhi oleh setiap orang bersuku Batak Angkola termasuk Mandailing.
Horja adalah upacara perkawinan dalam adat Angkola dimulai dari musyawarah adat markobar/makkatai, yakni berbicara dalam tutur sapa yang sangat khusus dan unik, antara barisan yang dapat didalam Dalihan Na tolu. Setiap anggota berbalas tutur yang teratur seperti berbalas pantun secara bergiliran dengan pembicara sebagai berikut:
1.    Juru bicara yang punya hajat pesta (suhut) penyususn acara/protokoler (pangatak pengetong)
2.    Suhut (yang punya hajat pesta)
3.    Anak boru suhut (menantu yang punya hajat )
4.    Pisang raut (ipar dari anak boru)
5.    Paralok-alok (peserta musyawarah yang turut hadir)
6.    Hatobangon (raja adat dikampung)
7.    Raja torbing balok (raja adat dari kampung sebelah)
8.    Raja panususnan bulung (raja diraja adat/pimpinan sidang)
Upacara perkawinan akan dibuka dengaan nasihat perkawinan seperti berikut:
Muda dibaen na tu gas-gas, jari-jarion ma na lima
Muda dibaen na marbagas, angkon malo manggolom na lima
Muda istri sigolom sada, angkon suami na sigolom dua
Muda dibaen na mar rumah tangga, pegang erat nasihat yang lima
Bila istri menggenggam kesatu, suami genggam yang kedua
Bila sudah berumah tangga, jangan lagi bermain-main.
Para pembicara akan bersahut-sahutan seperti ditunjukkan pada transkip berikut:
1.    Juru bicara suhut: Ucapan terimakasih dan permohonan mengadakan sidang pesta adat “Diharoro anak ni raja songoni anak ni namora nadung martoru abarana marnayang ni lakka”.
2.    Suhut : permohonan agar diadakan pesta, “Takkas ma hami olat ni niat, anak ni raja dohot namora palaluon sian harani dison hami pasahon songoni dohot manyorahon”.
3.    Anak boru: Mengiring Mora (pihak mertua), “Manatap ma tu toru tu siamun tu siambirang pangidoan ni ami anak boru tulang lang-lang pagusayang”.
4.    Pisang raut: Ikut Menyerahkan, “On ma  pangidoan ni pisang raut ari on ma ari ulang lusut mula lewat on horbo lusut sarsar ma nadung luhut”.
5.    Hatobangon Boru Pisang Raut: Memberikan jawaban atas permintaan suhut, “Anak melpas ma tu namabalosi sangape namangalusi manjawab saro sonnari hata ni suhut habolonan nakkinann i”.
6.    Raja Kampumg: Menjawab Permintaan, “ Muda pola tabi ima na bornok, sombu pola tabo ima na bornok, sombu roha puas dilala”,
7.    Raja Kampung Sebelah: Menjawab permintaan, “ Muda Au Raja i tobing balok sian naritti, hujagit hutarimo andungmunu on muda saro di naritti jolo hudokkon”.
8.    Raja Panusunan Bulung: Memutuskan sidang, “ Dalan-dalan tu sidimpuan boluson parsabolas madung dapot hasimpulan tolu noli ta dokkon Horas...Horas...Horas”.

B.     Upacar Horja Adat Batak Angkola
1.    Upacara Horja Dipabuat
Dipabuat adalah upacara pernikahan yang diketahui atau sepengetahuan dari
Orangtua si anak gadis. Maka dari itu proses secara normal (biasa) adalah sebagai berikut:
a.    Manaruhon Bodil Pangancot
Maksudnya adalah pihak mempelai tidak mmerintahkan ulubalangnya mencari gadisnya. Adanya kata-kata “unduk-unduk  ditoru bulu na tunduk na jadi di bunu”, artinya yang menyerah jangan dibunuh.
b.    Pada saat pemindahan calon mempelai perempuan kecalon mempelai pria, diberikan jujuran (pengganti) berupa kerbau/lembu/ omas sigumorusing (uang).
c.    Selesai hobaran (pertemuan) ni boru maka utusan keluarga pihak perempuan mengirim utusannya ke pihak lelaki untuk mengantarkan makanan pertanda restu disebut indahan lingun-lungun. Pihak keluarga perempuan memberikan barang-barang berupa perangkat rumah tangga dan kepada pengantin dengan kata-kata sebagai berikut:
“ tungkap marmama anak, singgalak marmama boru”, artinya pada saat kecil ibunya mengunyah makanan kemudian disuapkan ke putrinya. “ Anak diparsigadonkon, artinya putra dan putri dihangatkan memakai arang. “ Holong ni roha di anak sepangjang dalan holong ni roha di boru buruk batu matua otal”, artinya kasih sayang kepada boru sepanjang masa.
Secara pangupa dapat dijelaskan sebagai berikut:
-          Mangupa anak dohot parumaen (mempelai) Lahanan Hambeng (menggunakan kambing).
-          Mangupa anak dohot parumaen (mempelai) Lahanan Horbo (menggunaan kerbau).
Adapun pakaian adat (Pokayan Pokean Adat) nya adalah sebagai berikut:
-          Taku (tuku, happu), topi kebesaran adat.
-          Puttu tapak kuda, gelang.
-          Rencong , keris.
-          Bulang, pakaian perempuan untuk upacara adat berskala besar.
-          Abit godang, ulos adat.
-          Burangir, sirih.
-          Hadangan.
-          Ampang.
-          Suan-suanan (bulu, dangka ni hanyahap, hayu andayuk, bulung ni torop, bunga ni sanggar, ria-ria, rudang, dingin-dingin, sanggul, mare-mare, ijuk, tarugi, bulung nipisang sitabar).
-          Pahhan-pahanan.
-          Payung rarangon, tombak 2 buah dan pedang 2 buah.
-          Sira, garam.
Yang terakhir adalah ritual mangupa, ritual mangupa ini adalah berkaitan dengan religi kuno sipelebegu yang dianut oleh nenek moyang orang batak pada masa itu. Sejak agama islam masuk dan dianut oleh umumnya etnis angkola, pelaksanaan acara tradisi mangupa mengacu kepada ajaran agama islam disamping ajaran adat. Kata-kata nasihat dalam acara mangupa pun disampaikan sesuai dengan norma-norma agama islam.
Upaca adat mangupa atau mangupa tondi dohot badan dilaksanakan untuk memulihkan dan menguatkan semangat serta badan. Pangupa yang terkecil terdiri dari telur ayam kampung, garam dan nasi yang dilaksanakan ala kadarnya oleh sabagas(satu rumah). Pangupa yang sedang adalah pangupa manuk (pangupa ayam). Pangupa yang besar adalah pangupa hambeng (pangupa kambing), dan yang paling besar adalah pangupa horbo (pangupa kerbau. Secara simbolik bahan yang terkandung dalam pangupa seperti telur bulat yang terdiri atas kuning telur dan putih telur mencerminkan kebulatan (keutuhan) tondi dan badan.
Upacara mangupa dilaksanakan supaya “ horas tondi madingin, pir tondio matogu”, yang bermaknakan selamtlah tondi dalam keadaan dingin dingin/sejuk/nyaman, keraslah tondi semakin teguh bersatu dengan badan sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan yang dijalani.

2.    Kawin Lari
Masyarakat angkola bermukim di daerah tapanuli selatan yaitu di Sipirok, Padangsidimpuan, Batang toru, dan sekitarnya. Masyarakat angkola dahulunya berasal dari kerajaan batak, diperkirakan berdiri pada 1305 dikampung Sianjur Mula-mula, Pusuk Buhit, Danau Toba. Sejak saat itu penduduknya mempunyai sistem kekerabatan yang disebut dengan dalihan natolu.
Rumpun Batak ini terdiri atas Toba, Angkola, Mandailing, Karo, Simalungun, dan Pakpak Diri. Pada masyarakat Angkola, jaringa kekerabatan itu muncul karena adanya perkawinan, termasuk “perkawinan marlojong” atau kawin lari. Bentuk pernikahan seoerti ini sering ditemukan dikampung (Bona Bulu) atau diperkotaan yang merupakan tempat tinggal diperantauan.
Perkawinan maralojong pada masyarakat Ankola merupakan salah satu kebiasaan apabila perkawinan yang umum tidak dapat dilakukan. Jadi perkawinan marlojong ini merupakan jalan keluar yang akan ditempuh oleh sepasang muda-mudi Angkola apabila mereka memperoleh kesulitan dan kendala yang tidak dapat diselesaikan, untuk itu penyelesaian masalah dapat dilakukan melalui mufakat seperti kata pantun Angkola berikut ini:
Mago pahat mago uhuran
Di toru ni ragi-ragi
Mago adat tulus aturan
Anggo dung madomu tahi
Perkawinan marlojong ini dilaksanakan tanpa sepengetahuan/persetujuan orangtua perempuan. Ada juga yang menyebut marlojong ini engan dua istilah yaitu mambaen rohana dan marlojong takko-takko mata. Mambaen rohana berarti berbuat hatinya, yang mengandung pengertian menurutkan kata hatinya. Istilah marlojong takko-takko mata ini berarti bberlari curu-curi mata, kemudian dalam perkembangannya, arti istilah marlojong takko-takko mata ini berubah menjadi mencuri, tetapu dilihat/diketahui.
Kalau seorang anak gadis marlojong dengan seorang pemuda, ada beberapa yang perlu diperhatikan yaitu:
a.    Memberikan tanda abit partanding atau abit partinggal. Peralatan yang dipake adalah kain sarung bermotif kotak-kotak, berwarna hitam, dan dibawah tempat tidur. Tanda ini disebut juga dengan nabalun diamak “yang bergulung ditikar”.
b.    Mambuat tanda patobang roha “menuakan hati”. Caranya si anak gadis menulis surat kepada kedua orang tuanya yang menyatakan bahwa benar dia telah berangkat untuk berkeluarga dengan menyebutkan nama silaki-laki dan alamat yang dituju.
c.    Meninggalkan tanda pandok-dok “pemberitahuan”. Tanda ini berupa uang, kain sarung, dan surat yang bersatu secara utuh serta diletakkan dikamar tidur si gadis, kata dok-dok mempunyai arti berkata-kata atau pemberitahuan.


C.   Hukum Kawin Lari dalam Islam dan Dalilnya

Menikah adalah bagian dari anjuran islam. Orang yang menikah tentunya telah menjalankan syariat islam, menghindari dari perzinahan, dan tentunya memiliki peluang mendapatkan pahala dari usaha dan perjuangannya untuk membangun keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah. Tentu saja hal ini adalah keinginan dari setiap orang.
Hal ini juga disampaikan dalam sebuah hadist, “Ketika seorang hamba menikah, berarti dia telah menyempurnakan setengah agamanya. Maka bertaqwalah kepada Allah pada setengah sisanya” (HR Baihaqi)
Dalam banyak kasus terdapat berbagai masalah pernikahan, salah satunya adalah kawin lari. Kawin lari biasanya terjadi karena tidak adanya persetujuan dari orang tua salah satu pihak atau ketidak sepakatan dari keluarga. Untuk tetap menjalankan pernikahan biasanya si calon pengantin atau calon suami istri ini melakukan kawin lari, memaksakan diri untuk tetap menikah tanpa atau adanya wali.
Syarat-Syarat Sah dan Hukum Pernikahan
Untuk mendapatkan hukum yang syah dari pernikahan, islam mengaturnya. Dalam setiap melangsungkan akad pernikahan maka harus terdapat :
·            Calon Pengantin Laki-Laki.
·            Calon Pengantin Perempuan.
·            Wali Nikah, khususnya untuk Calon Pengantin Perempuan.
·            Dua orang saksi pernikahan (2 orang laki-laki).
·            Pernyataan Ijab dan Qobul.
Jika tidak ada syarat-syarat tersebut, tentunya pernikahan menjadi tidak sah. Selain itu, juga harus dipastikan bahwa calon pengantin bukanlah bagian dari mahrom dalam hukum islam. Misalnya adik kandungnya, sesama jenis, ataupun bagian dari keluarga yang merupakan mahrom-nya.
Untuk itu dalam islam dijelaskan mengenai mahrom dalam islam. Mahrom dalam islam dilarang untuk dinikahi dan batasan auratnya tentu berbeda dengan yang bukan mahrom. Mengenai hal ini disampaikan oleh Allah dalam QS An-Nur : 31.
Selain itu berkaitan dengan wali nikah, tentunya ini pun harus diperhatikan khususnya bagi perempuan. Wali nikah perempuan adalah hal yang wajib, hal ini adalah ayahnya. Jika Ayah sudah tidak ada maka bisa digantikan dengan keluarga lain yang sedarah dengan Ayahnya. Hal ini menandakan bahwa dengan Ijab Qabul dihadapan Wali, pihak laki-laki berjanji untuk menggantikan posisi ayah bagi perempuan. Bertanggung jawab atas hidup dan kepemimpinan keluarga yang akan dibangun.

Kawin Lari dan Syariatnya dalam Islam
Jika dilihat dari syarat dan bagaimana harusnya pernikahan di langsungkan kawin lari tentunya diharamkan oleh Islam, apalagi jika tanpa ada wali dan saksi yang menyaksikan. Tentunya melanggar syarat sah pernikahan dan akan merugikan diri kita sendiri di kemudian hari.
Islam memberikan syarat untuk adanya Wali Nikah dan Saksi bertujuan agar ada yang melindungi, ada pihak yang menyaksikan, dan jika di kemudian hari terdapat masalah tentunya akan mudah untuk meminta pertanggungjawaban dan bantuan dari berbagai pihak.
Hal ini juga disampaikan dalam beberapa hadist yang ada, sebagai berikut:
1.    Tidak Ada Nikah Kecuali dengan Wali
“Dari Abu Musa, Nabi saw bersabda, “Tidak ada nikah kecuali dengan wali.” (HR Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Di dalam hadist di atas dijelaskan bahwa tidak ada pernikahan kecuali dengan wali. Untuk itu, pernikahan yang dilakukan secara diam-diam atau istilah lainnya adalah tanpa wali, maka hal itu tentu dilarang. Jangan sampai kita melakukan kawin lari tanpa wali, dan kita menyesal kemudian harinya. Tentu hal tersebut juga berdosa dihadapan Allah, melanggar hukum yang telah Allah tetapkan.
2.    Batal Pernikahan Jika Tanpa Wali
Dari Aisyah ra, Nabi saw bersabda, “Siapa saja wanita yang menikah tanpa idzin walinya, maka pernikahannya batal. Jika dia (suami) sudah berhubungan badan dengannya, maka dia (istri) berhak mendapatkan mahar sebagai imbalan dari kahalalan kemaluannya. Andai mereka berselisih, maka sultan (penguasa/hakim dan yang mewakilinya-pen,) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali.” (HR.Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah)
Di dalam hadist di atas dijelaskan bahwa pernikahan yang tanpa ada izin wali maka pernikahan tersebut akan menjadi batal. Untuk itu, jika tak ada wali maka pemerintah atau penguasa atau hakim saat itu bisa menjadi walinya. Hanya saja hal ini bisa dilakukan jika memang sudah tidak ada siapa-siapa lagi dan memang tidak ada keluarga yang bertanggungjawab.
3.    Tanpa Saksi dan Wali Pernikahan Tidak Sah
“Tidak (sah) pernikahan tanpa wali dan dua orang saksi.” (HR. Ahmad)
Hadist di atas menunjukkan bahwa pernikahan tanpa saksi dan wali adalah hal yang dilarang atau diharamkan oleh Allah SWT. Tentu saja, jangan sampai para muslim dan muslimah menjadikan kawin lari sebagai pilihan karena pernikahan tersebut tidak sah dan tidak dianggap dalam islam.

Cara Agar Tidak Melakukan Kawin Lari
Untuk menghindari hal tersebut, bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1.      Kenalilah keluarga kedua belah pihak jauh-jauh sebelum menikah.
2.      Lakukan perkenalan antar keluarga agar masing-masing mengetahui baik dan kelamahannya dari masing-masing pasangan.
3.      Lakukan silahturahmi dan kunjungan masing-masing agar terbentuk kekeluargaan yang erat sebelum terjadi pernikahan.
4.      Buatlah silahturahmi dan diskusikan dengan baik-baik rencana pernikahan kedua belah pihak.
5.      Sampaikan keinginan masing-masing dan tunjukkan resiko-resiko yang bisa terjadi ketika menikah kedua belah pihak terjadi.
6.      Jalin komunikasi yang baik dan penuhilah kebutuhan masing-masing kedua belah pihak.
7.      Masing-masing keluarga dapat memberikan edukasi dan pencerahan pada calon pengantin agar mengerti tentang syariat islam mengenai pernikahan.
8.      Mintalah restu orang tua dari masing-masing pasangan dan berikan pengertian yang baik akan rencana pernikahan yang akan dijalankan.
9.      Orang tua tidak akan mengekang anaknya jika memang itu baik dan memberikan maslahat bagi kedua belah pihak.
10.  Laksanakan pernikahan dengan keridhoan masing-masing orang tua.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL