MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekol...

MAKALAH KEPEDULIAN SOSIAL


A.      PENDAHULUAN
                 Manusia memang sejatinya tidak akan bisa lepas dari kehidupan sosial. Karena memang manusia itu merupakan makhluk sosial, makhluk yang memerlukan orang lain, berkomunikasi dengan sesama, bertukar pikiran, tolong-menolong dan lain sebagainya. Dalam pandangan Islam seseorang tidak akan dikatakan sempurna imannya sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.
                 Dalam hidup bermasyarakat perlu adanya kepedulian antara manusia satu dengan manusia lainnya. Rasulullah pun mengajak umatnya untuk peduli kepada sesama makhluk Allah, dan saling bergotong-royong untuk saling membantu. Dan meringankan penderitaan orang lain sangat dianjurkan untuk umat Rasulullah.
                 Banyak yang belum mengetahui pentingnya memahami isi kandungan hadist tentang kepedulian social ini, yang pada hakikatnya pandangan Islam yang demikian sudah benar, tetapi kenyataannya sekarang masih banyak orang yang kurang peduli terhadap permasalahan sosial ini sehingga tatanan sosial menjadi kurang seimbang yang mengakibatnkan banyak terjadi kekacauan seperti pencurian, perampokan, dan lain-lain. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas mengenai kepedulian sosial dalam perspektif hadits Rasulullah SAW.







B.     MEMPERHATIKAN KESULITAN ORANG LAIN
1.      Hadits Tentang Memperhatikan Kesulitan Orang Lain
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ
كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ اَلدُّنْيَا، نَفَّسَ اَللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اَلْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ،
 يَسَّرَ اَللَّهُ عَلَيْهِ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اَللَّهُ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ،
وَاَللَّهُ فِي عَوْنِ اَلْعَبْدِ مَا كَانَ اَلْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ». ﴿أَخْرَجَهُ مُسْلِم﴾

عَنْ أَبِيْ مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ
 كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا.) أخرجه البخارى(

عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :كُلُّ سُلامَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ
 كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ قَالَ تَعْدِلُ بَيْنَ الاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ
عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ قَالَ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خُطْوَةٍ تَمْشِيهَا
 إِلَى الصَّلاةِ صَدَقَةٌ وَتُمِيطُ الاذَى عَنِ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ  )أخرجه مسلم في كتاب الزكاة(

2.      Terjemahan Hadist
                                                Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim.[1] (BM: 1493)
        “Diriwayatkan dari Abi Musa ra. di berkata, "Rasulullah saw. pernah bersabda, 'Orang mukmin yang satu dengan yang lain bagai satu bangunan yang bagian-bagiannya saling mengokohkan.” (HR. Bukhari)
                                    Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Setiap ruas tulang pada badan manusia wajib atasnya untuk  sedekah  pada setiap hari matahari terbit, kamu melakukan keadilan diantara dua orang yang berselisih faham adalah sedekah, kamu membantu orang yang menaiki kendaraan atau kamu mengangkat barang-barang untuknya kedalam kenderaan adalah sedekah, perkataan yang baik adalah sedekah, setiap langkah kamu berjalan untuk menunaikan solat adalah sedekah dan kamu membuang perkara-perkara yang menyakiti di jalan adalah sedekah.[2]

3.      Mufradat
نَفَّسَ
Bebaskan
الطَّرِيقِ
Jalan
اَلدُّنْيَا
Dunia
كُرَبِ
Kesulitan
صَدَقَةٌ
Sedekah
الطَّيِّبَةُ
Kendaraan
الشَّمْسُ
Matahari
الصَّلاةِ
Sholat

4.      Penjelasan Hadist       
                          Sikap individualistis adalah sikap mementingkan diri sendiri, tidak memiliki kepekaan terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain. Menurut agama, sebagaimana di sampaikan dalam hadits di atas adalah termasuk golongan orang-orang yang tidak (smpurna) keimanannyanya.
                                    Seorang mukmin yang ingin mendapat ridla Allah swt. Harus berusaha untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diridai-Nya. Salah satunya adalah mencintai sesama saudaranya seiman seperti ia mencintai dirinya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits di atas.
                                    Namun demikian, hadits di atas tidak dapat diartikan bahwa seorang mukmin yang tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri berarti tidak beriman. Hadits di atas juga menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti sebenarnya.[3] Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan dan bukan hal-hal lain, sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci. Persaudaraan yang akan abadi seabadi imannya kepada Allah swt. Dengan kata lain, persaudaraan yang didasarkan Illah, sebagaimana diterangkan dalam banyak hadits tentang keutamaan orang yang saling mencintai karena Allah SWT.
                                    Sifat persaudaraan kaum mukmin yatiu mereka yang saling menyayangi, mengasihi dan saling membantu. Demikian akrab, rukun dan serempak sehingga merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan satu sama lain. Dalam hal satu kesatuan ini, Nabi saw. mengibaratkan dalam berbagai hal, di antaranya dengan tubuh, bangunan dan lainnya. Jika salah satu ada yang menghadapi kesulitan, maka yang lainpun harus belasungkawa dan turut menghadapinya. Begitupun sebaliknya.
                                    Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan memandang bahwa dirinya merupakan aslah satu anggota masyarakat, yang harus membangun suatu tatanan untuk kebahagiaan bersama. Apapun yang dirasakan oleh saudaranya, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan, ia anggap sebagai kebahagiaan dan kesengsaraannya juga. Dengan demikian, terjadi keharmonisan hubungan antarindividu yang akan memperkokoh persatuan dan kesatuan. Dalam hadits lain Rasulullah saw. menyatakan:
                                    Sebaliknya, orang-orang mukmin yang egois, yang hanya mementingkan kebahagiaan dirinya sendiri, pada hakikatnya tidak memiliki keimanan yang sesungguhnya. Hal ini karena perbuatan seperti itu merupakan perbuatan orang kufur dan tidak disukai Allah swt. Tidaklah cukup dipandang mukmin yang taat sekalipun khusyuk dalam shalat atau melaksanakan semua rukun Islam, bila ia tidak peduli terhadap nasib saudaranya seiman.
                        Namun demikian, dalam mencintai seorang mukmin, sebagaimana dikatakan di atas, harus didasari lillah. Oleh karena itu, harus tetap memperhatikan rambu-rambu syara’. Tidak benar, dengan alasan mencintai saudaranya seiman sehingga ia mau menolong saudaranya tersebut dalam berlaku maksiat dan dosa kepada Allah swt.
                        Sebaiknya, dalam mencintai sesama muslim, harus mengutamakan saudara-saudara seiman yang betul-betul taat kepada Allah swt. Rasulullah saw. memberikan contoh siapa saja yang harus terlebih dahulu dicintai, yakni mereka yang berilmu, orang-orang terkemuka, orang-orang yang suka berbuat kebaikan, dan lain-lain sebagaimana diceritakan dalam hadits.

                                    Dalam hadits di atas, dijelaskan bahwa cabang yang paling utama adalah tauhid, yang wajib bagi setiap orang, yang mana tidak satu pun cabang iman itu menjadi sah kecuali sesudah sahnya tauhid tersebut. Adapun cabang iman yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu kaum muslimin, di antaranya dengan menyingkirkan duri atau batu dari jalan mereka.[4]
                                    Hadist di atas menunjukkan bahwa dalam Islam, sekecil apapun perbuatan baik akan mendapat balasan dan memiliki kedudukan sebagai salah satu pendukung akan kesempurnaan keimanan seseorang.[5]

C.    MERINGANKAN PENDERITAAN DAN BEBAN ORANG LAIN
1.      Hadist Meringankan Penderitaan Orang Lain
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «المُسْلِمُ أخُو المُسْلِمِ ،
 لاَ يَظْلِمُهُ  يُسْلِمُهُ . مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أخِيهِ، كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً،
 فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَومِ القِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ يَومَ القِيَامَةِ».
 ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ وَمُسْلِم وأَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيّ وَالتِّرْمِذِيّ﴾
حَدِيْثُ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ، وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ
 وَذَكَرَ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ وَالْمَسْئَلَةَ: اَلْيَدُ الْعُلْيَى خَيْرٌ مِّنَ الْيَدِ السُّفْلَى، فَالْيَدُ الْعُلْيَى هِيَ الْمُنْفِقَةُ
 وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ (أخرجه البخارى فى : 24 كتاب الزكاة: 18 – لاصدقة إلاّ عن ظهر غنى - )
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِ
لأَخِيْهِ مَايُحِبُّ لِنَفْسِهِ. )رواه البخارى ومسلم وأحمد والنسائى(
2.      Terjemahan Hadist 
                                    Dari ‘Abdullah bin ‘Umar rađiyaLlāhu ‘anhuma, ia mengabarkan bahwa Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2262)(AN: 23)
                                    Ibnu Umar ra. Berkata, “Ketika Nabi saw. Berkhotbah di atas mimbar dan menyebut sedekah dan minta-minta, beliau bersabda, ”Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah, tangan yang di atas memberi dan tangan yang di bawah menerima.[6]
                                    Anas ra. berkata, bahwa Nabi saw. bersabda, “Tidaklah termasuk beriman seseorang di antara kami sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”. (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i)

3.      Mufradat
ايُحِبُّ
Cinta
يَومَ القِيَامَةِ
Hari Kiamat
لِنَفْسِهِ
Diri sendiri
أخُو
Saudara
يَظْلِمُهُ
Zhalim
حَاجَةِ
Membantu
الْمُنْفِقَةُ
Munafiq

4.      Penjelasan Hadits
                                    Hadits di atas mengajarkan kepada kita untuk selalu memperhatikan sesama muslim dan memberikan pertolongan jika seorang mendapatkan kesulitan.[7]Melepaskan kesusahan orang lain sangat luas maknanya, bergantung pada kesusahan yang sedang diderita oleh saudaranya seiman tersebut. Jika saudaranya termasuk orang miskin, sedangkan dia termasuk orang yang berkecukupan atau kaya, dia harus berusaha menolongnya dengan cara memberikan pekerjaan atau bantuan sesuai kemampuanya; jika saudaranya sakit, dia berusaha menolongnya, antara lain dengan membantu memanggilkan dokter atau memberikan sebagian uangnya guna meringankan biaya pengobatanya.
                        Orang muslim yang membantu meringankan atau melonggarkan kesusahan saudaranya yang seiman berarti telah menolong hamba Allah SWT. Allah pun akan memberikan pertolongan-Nya serta menyelamatkannya dari berbagai kesusahan, baik di dunia maupun di akhirat.
                                    Begitu pula orang yang membantu kaum muslimin agar terlepas dari berbagai cobaan dan bahaya, ia akan mendapat pahala yang lebih besar dari Allah SWT. Dan Allah SWT pun akan melepaskannya dari berbagai kesusahan yang akan dihadapinya, baik di dunia maupun di akhirat, pada hari ketika harta benda, anak, maupun benda-benda yang selama ini dibanggakan di dunia tidak lagi bermanfaat. Pada waktu itu hanya pertolongan Allah saja yang akan menyelamatkan manusia. Berbahagialah bagi mereka yang bersedia untuk melepaskan penderitaan sesama orang mukmin kerena pada hari kiamat nanti, Allah akan menyelamatkannya.[8]
                        Adakalanya  suatu masalah sangat sulit untuk diatasi atau hanya dapat diselesaikan oleh yang bersangkutan. Terhadap masalah seperti itu, seorang mukmin ikut melonggarkannya atau memberikan pandangan dan jalan keluar, meskipun dia sendiri tidak terlibat secara langsung. Bahkan, hanya dengan mendengarkan curhat atau keluhannya saja sudah cukup untuk mengurangi beban yang dihadapi olehnya. Dengan demikian, melonggarkan kesusahan orang lain haruslah sesuai dengan kemampuan saja dan bergantung pada kesusahan yang sedang dialami oleh saudaranya seiman tersebut. Orang yang berusaha sekuat tenaga untuk melonggarkan penderitaan saudaranya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, dia akan mendapat pertolongan dari Allah SWT, yaitu Allah akan melonggarkan berbagai kesusahannya, baik di dunia maupun di akhirat.
                        Orang mukmin pun harus berusaha menutupi aib saudaranya. Dia harus berusaha menjaga rahasia saudaranya. Apalagi jika dia tahu bahwa orang yang bersangkutan tidak akan senang kalau aib atau rahasianya diketahui oleh orang lain. Namun jika keaiban itu termasuk kejahatan, maka dia tidak boleh menutupinya.  Jika dia tetap saja menutupi aib tersebut, perbuatan seperti itu sangat dicela dan tidak dibenarkan dalam islam, sebagaimana firman-Nya:
                        Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah: 2)
                                    Dengan demikian, jika melihat seseorang akan melakukan kejahatan atau dosa, setiap mukmin harus  berusaha untuk mencegahnya dan menasehatinya. Jika orang tersebut sudah terlanjur melakukan perbuatan dosa, suruhlah bertaubat kerena Allah maha pengampun dan maha penerima taubat.[9] Tindakan itu termasuk pertolongan juga kerena berusaha menyelamatkan seseorang dari adzab Allah. Itulah makna lain dari menutupi aib kaum muslimin, yakni menutupi agar saudaranya tidak terjerumus ke dalam kesesatan dan dosa. Allah pun akan menutupi aib kita  di dunia maupun di akhirat jika kita mampu menjaga aib baik maupun buruk sesama muslim di dunia.
                                    Yang paling penting dalam melakukan perbuatan yang dianjurkan syara’, seperti menolong atau melonggarkan kesusahan orang lain, adalah tidak mengharapkan pamrih dari orang yang di tolong, melainkan ikhlas adalah semata-mata menjalankan perintah Allah dan di dasari rasa iman dan ingin mendapatkan ridho-Nya.
                                    Sebenarnya, inti dari hadits di atas adalah agar umat islam memiliki jiwa kepedulian yang tinggi dan kepekaan terhadap saudara-saudara seimannya. Orang yang memiliki harta melebihi orang lain, hendaknya tidak menjadikan sombong atau tinggi hati serta tidak mau menolong orang yang sangat membutuhkan pertolongannya. Karena pada hakikatnya Allah menciptakan manusia dengan kehidupan yang berbeda-beda itu adalah untuk saling melengkapi satu sama lain.
                        Jika dunia ini hanya di huni oleh orang yang kaya, siapa yang akan menjadi petani atau mengerjakan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh orang yang miskin? Dengan demikian pada hakikatnya hidup di dunia ini saling melengkapi, orang kaya tidak akan kaya jika tidak ada orang miskin, semakin kaya seseorang, ia semakin membutuhkan orang miskin.
                        Rasulullah Bersabda: “Kalian ditolong dan diberi rejeki hanyalah oleh kaum lemah di antara kalian.”(HR.Bukri). Peduli terhadap sesame tidak hanya dalam masalah materi saja, tetapi dalam berbagai hal yang menyebabkan orang lain susah. Jika mampu, setiap muslim harus berusaha untuk menolong sesaman.










D.    KESIMPULAN
     Dalam Islam, manusia tidak bisa hidup seorang diri karena manusia mempunyai sifat bersosialisasi di dalam masyarakat. Sesama muslim harus saling membantu dan menolong dalam kesulitan agar selalu memperhatikan kesusahan-kesusahan saudara-saudaranya.
     Manusia adalah  makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian atau makhluk yang saling ketergantungan dengan yang lain, selain memiliki hubungan dengan penciptanya, juga memiliki hubungan dengan sesama makhluk, sehingga dalam agama islam di ajarkan bagaimana cara untuk menjaga hubungan tersebut, kita dianjurkan untuk melapangkan orang lain, sayang memberi satu sama lainnya, meringankan penderitaan orang lain, serta membuang duri dari jalan selain mendapat pahala bersedekah, secara tidak langsung kita telah melindungi saudara kita dari mara bahaya.

DAFTAR PUSTAKA

Husna Khotimatul, 40 Hadits Pedoman Membangun Toleransi, Yogyakarta:          Pustaka Pesantren, 2006
Ahmad Mudjab, Hadist-hadist Muttafaq ‘alaih, Jakarta: Prenada Media, 2004
Rahmat Syafe’I, Al Hadits, Bandung: CV Pustaka, 2000
Al Heleli, Maghdi, Fait First, Semarang : Pustaka Nuun, 2009
Ibnu Hajar AL Asqolani, Al Hafizd, Terjemah Bulughul Maram, Ter. Hamim         Thohari Ibnu M. Dailimi, Beirut: Dar al Kotob al Ilmiyah, 2002
AsmoroToto, Menuju Muslim Kaffah, Jakarta: Gema Insani Press, 2000
Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: PT. Karya      Toha    Putra, 1993



                [1] Husna, Khotimatul, 40 Hadits Pedoman Membangun Toleransi, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), hlm.106
                [2] Ahmad Mudjab, Hadist-hadist Muttafaq ‘alaih, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm.91
                [3] Rahmat Syafe’I, Al Hadits, (Bandung: CV Pustaka, 2000), hlm.252-259
                [4] Al Heleli, Maghdi, Fait First, (Semarang : Pustaka Nuun, 2009), hlm.272
                [5] Rahmat Syafe’I,  Op.Cit., hlm.261
                [6] Ibnu Hajar AL Asqolani, Al Hafizd, Terjemah Bulughul Maram, Ter. Hamim Thohari Ibnu M. Dailimi, (Beirut: Dar al Kotob al Ilmiyah, 2002), hlm.209
                [7] AsmoroToto, Menuju Muslim Kaffah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm.154
                [8] Ibid., hlm.155
                [9] Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm.317

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL