MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekol...

MAKALAH ASBABUL WULUD


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang 
            Hadis atau as-Sunnah merupakan salah satu sumber ajaran Islam yang menduduki posisi sangat signifikan, baik secara struktural maupun fungsional. Secara struktural, hadis menduduki posisi kedua setelah alQur’an, namun jika dilihat secara fungsional, hadis merupakan bayan (menjelaskan) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat ‘am (umum), mujmal (global) atau mutlaq. Disamping sebagai bayan terhadap al-Qur’an, hadis dapat menetapkan suatu ketetapan yang belum diatur dalam al-Qur’an. Namun, dalam memahami suatu hadis itu tidaklah mudah. Ketika mencoba memahami hadis, tidak cukup hanya melihat teks hadisnya saja, maka perlu mengetahui asbabul wurudnya. Dan perlu dicatat bahwa hadis ada yang mempunyai asbabul wurud dan juga tidak mempunyai asbabul wurud.
B.     Rumusan Masalah 
1.      Apa pengertian dari asbabul wurud?
2.      Apa saja macam-macam dari asbabul wurud?
3.      Apa manfaat dari mengetahui asbabul wurud?   

C.     Tujuan Pembelajaran 
1.      Mengetahui pengertian dari asbabul wurud.
2.      Mengetahui macam-macam asbabul wurud.
3.      Mengetahui manfaat mengetahui asbabul wurud.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Asbabul Wurud 
                Secara etimologis, “asbabul wurud” merupakan gabungan (idhafah) dari dua suku kata yaitu dari kata asbab dan al-wurud. Kata “asbab” adalah bentuk jamak dari kata “sabab”, yang berarti sebab atau segala sesuatu yang dapat menghubungkan kepada sesuatu yang lain. Sedangkan kata “al-wurud” merupakan bentuk isim masdar dari kata warada-yaridu-wurudan yang berarti datang atau sampai.[1]
            Menurut as-Suyuthi, secara terminologi asbabul wurud diartikan sebagai berikut: 
أنه مايكون طريقا لتحديد المراد من الحديث من عموم أو خص وص أو إطلاق أو تقييد أو نسخ  أو نحوذلك
 Sesuatu yang menjadi thariq (metode) untuk menentukan maksud suatu hadis yang bersifat umum, atau khusus, mutlak atau muqayyad, dan untuk menentukan ada tidaknya naskh (pembatalan) dalam suatu hadis.”
            Menurut Hasbi ash-Shiddiqie asbabul wurud sebagai berikut:
علم يعرف به السبب الذى وردلاجله الحديث والزمان الذى جاءبه
 Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW. menuturkan sabdanya dan masa-masa Nabi SAW. menuturkannya.”
            Sementara itu, ada pula ulama yang memberikan definisi asbabul wurud, agak mirip dengan pengertian asbabun nuzul, yaitu:

          ماورد الحديث أيام وقوعه
“Sesuatu (baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertaanyaan-pertanyaan) yang terjadi pada waktu hadis itu disampaikan oleh Nabi SAW”
                Dengan demikian, secara sederhana dapat diartikan bahwa asbabul wurud  adalah sebab-sebab datangnya sebuaah hadis. Artinya ilmu ini membahas mengenai sebab mengapa suatu hal itu disabdakan, dilakukan atau ditetapkan Nabi Muhammad SAW. Maka, asbabul wurud sangat erat kaitannya dengan waktu dan tempat terjadinya peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya suatu hadis.[2] 
B.     Macam-Macam Asbabul Wurud
            Menurut Imam as-Suyuthi, asbabul wurud itu dapat dikategorikan menjadi tiga macam yaitu:[3]
1.      Sebab yang berupa ayat al-Qur’an.
            Artinya disini ayat al-Qur’an itu menjadi penyebab Nabi SAW mengeluarkan sabdanya. Contohnya antara lain adalah firman Allah SWT yang berbunyi:
“Orang- orang yang beriman, dan mereka tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu orang-orang yang mendapat petunjuk.”  (QS. Al-An’am:82)
            Ketika itu sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu” dengan pengertian al-jaur yang berarti berbuat aniaya atau melanggar aturan. Nabi SAW kemudian memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud azhzhulmu dalam firman tersebut adalah asy-syirku yakni perbuatan syirk, sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Luqman:


“Sesungguhnya syirk itu merupakan kezhaliman yang besar.” (QS. Al-Luqman: 13)
2.      Sebab yang berupa hadis.
             Artinya pada saat saat itu Nabi  menyampaikan sebuah hadis, namun sebagian sahabat merasa kesulitan memahami apa yang dikehendaki Nabi, maka kemudian muncul hadis lain yang memberikan penjelasan terhadap hadis tersebut.
            Dalam memahami hadis tersebut, para sahabat merasa kesulitan, maka mereka bertanya: Ya Rasul, bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka nabi SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “ Dia itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “Wajabat”. (pasti masuk neraka).
            Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat bertanya: ‘Ya Rasul! Mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap jenazah ke dua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: Ya benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar: “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang”. (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi). Yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenazah itu jahat.
3.      Sebab yang berupa perkara yang berkaitan dengan para pendengar di kalangan sahabat.
            Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat Syuraid bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath Makkah (pembukaan kota Mekah) beliau pernah datang kepada Nabi SAW seraya berkata: “Saya bernazar akan shalat di Baitul Maqdis”. Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi bersabda: “Shalat disini, yakni Masjidil Haram itu lebih utama”. Nabi SAW lalu bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat disini (masjid al-Haram Makah), maka sudah mencukupi bagimu untuk memenuhi nazarmu”. Kemudian Nabi SAW, bersabda lagi: “Shalat di masjid ini, yaitu Masjid al-Haram itu lebih utama dari pada 100 000 kali shalat di selain masjid al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq dalam kitab alMushannafnya).

C.     Manfaat Mengetahui Asbabul Wurud
            Asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat peting dalam rangka memahami suatu hadis. Adapun urgensi dan signifikansi asbabul wurud menurut Imam as-Suyuthi antara lain untuk:
1.      Menentukan adanya takhshish (pengkhususan) hadis yang bersifat umum (‘am).

“Shalat orang yang sambil duduk pahalanya separoh dari orang yang shalat sambil berdiri.” (HR.Ahmad)
            Pengertian “shalat” dalam hadis tersebut masih bersifat umum, bisa shalat fardhu bisa juga shalat sunnah. Jika ditelusuri melalui asbabul wurudnya, maka akan dapat dipahami bahwa yang dimaksud “shalat” dalam hadis itu adalah shalat sunnah, bukan shalat fardhu. Pada waktu itu penduduk Madinah sedang terjangkit suatu wabah penyakit. Maka kebanyakan para sahabat lalu melakukan shalat sunnah sambil duduk. Pada waktu itu, Nabi kebetulaan datang dan tahu bahwa mereka suka melakukan shalat sunnah dengan sambil duduk. Inilah yang dimaksud dengan takhshish, yaitu menentukan kekhususan suatu hadis yang bersifat umum, dengan memperhatikan konteks asbabul wurud. 
2.      Membatasi pengertian hadis yang masih mutlak.
3.      Mentafshil (memerinci) hadis yang masih bersifat global.
4.      Menentukan ada atau tidak adanya naskh-mansukh dalam suatu hadis.

“Puasa orang yang berbekam (canthuk) dan yang minta dibekam adalah batal.” (HR. Imam Ahmad)

“Tidak batal puasa orang yang muntah, orang yang bermimpi keluar sperma dan orang yang berbekam.” (HR. Abu Dawud).

            Menurut pendapat Imam asy-Syafi’i dan Imam Ibnu Hazm, Hadis pertama sudah dinasakh (dihapuskan) dengan hadis yang kedua. Karena  hadis pertama datang lebih awal dari pada hadis yang kedua.
5.      Menjelaskan ‘illat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum.
6.      Menjelaskan maksud suatu hadis yang masih musykil (sulit dipahami)[4]
D.    Mengetahui Asbabul Wurud
            Adapun cara mengetahui asbabul wurud hadits adalah dengan cara melihat aspek riwayatnya atau sejarah yang berkaitan dengan peristiwa wurudnya hadits, sebab-sebab wurudnya hadits, ada yang  sudah tercantum pada matan hadits itu sendiri, ada yang tercantum pada matan hadits lain. Dalam hal tidak tercantum, maka ditelusuri melalui riwayat tau sejarah atas dasar pemberitahuanpara sahabat[5]
E.     Perintis Ilmu Asbabul wurud dan kitab-kitab yang membicarakan tetang asbabul wurud
            Ilmu mengenai asbabul wurud al hadis ini sebenarnya telah ada sejak zaman sahabat. Hanya saja ilmu ini belum tersusun secara sistematis dalam suatu bentuk kitab-kitab. Namun demikian seiring perkembangan duna keilmuwan waktu itu, ilmu asbabul wurud ini menjadi berkembang. Para ulama ahli hadis rupanya merasakan perlunya disusun suatu kitab secara tersendiri mengenai asbabul wurud.
            Perintis asbabul wurud ialah Abu Hamid bin Kaznah al-jubary. Kemudian disusul oleh Abu Hafs Umar bin Muhammad bin Raja’ Al-Ukhbary, Ia adalah seorang guru Abu Yahya Muhammad bin Al-Husein Al-Farra’ Al-Hambaly dan salah seorang murid dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal.
            Adapun kitab-kitab yang banyak berbicara mengenai asbabul wurud hadits antara lain:
1.      Asbabul wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-jabari
2.      Al-bayan wa at-Ta’rif karya Ibnu Hamzah Al-Husein ad-Damasyqi.[6]









BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Asbabul wurud al-hadis merupakan konteks historis yang melatarbelakangi munculnya suatu hadis. Ia dapat berupa peristiwa atau pertanyaan yang terjadi pada saat hadis itu disampaikan Nabi SAW. Dengan lain ungkapan, asbabul wurud adalah faktor- faktor yang melatar belakangi munculnya suatu hadis. Asbabul wurud memiliki peranan penting untuk memahami maksud suatu hadis secara lebih baik.
B.     Saran
            Makalah ini banyak kekurangan disetiap bagiannya, karena keterbatasan refrensi dari kami. Oleh sebab itu, saran dari dosen maupun teman-teman sangat kami butuhkan  untuk memperbaiki makalah kami selanjutnya.














DAFTAR PUSTAKA

             Munawar Husein, Said Agil , Asbabul Wurud: Studi Kritis Hadis Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2001.
            Rahman, Fatchur, Ikhtisar Musthalahul hadit.  Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1974.
            Sattar, Abdul, Konsiderasi Rasional Sabda Nabi dan Pengaruhnya Terhadap Tampilan Redaksional Hadis Studi Tentang Asbabul Wurud al-Hadis. Semarang:  IAIN Walisongo, 2012.
            Soetari, Endang . Ilmu Hadits, Bandung: Amal Bakti  Press, 1997.



                [1] Abdul Sattar, Konsiderasi Rasional Sabda Nabi dan Pengaruhnya Terhadap Tampilan Redaksional Hadis Studi Tentang Asbabul Wurud al-Hadis, (Semarang:  IAIN Walisongo, 2012) , hlm. 19.
                [2] Ibid. , hlm. 21.
                [3] Said Agil Husin Munawwar, Asbabul Wurud: Studi Kritis Hadis Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual,( Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2001), hlm.  9-12. 
                [4] Ibid. , hlm. 13-18.
                [5] Endang Soetari, Ilmu Hadits, (Bandung: Amal Bakti  Press, 1997), hlm.211.
                [6] Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul hadits, ( Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1974), hlm. 326.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL