BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Psikologi agama merupakan cabang psikologi yang meneliti dan
mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan
terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing.
Upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan tersebut dilakukan melalui pendekatan
psikologi.
Berbicara perkembangan jiwa agama pada seseorang pada umumnya ditentukan
oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa
kecilnya dulu. Seorang yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan pendidikan
agama, maka pada masa dewasanya nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama
dalam hidupnya. Lain halnya dengan orang yang di waktu kecilnya mempunyai
pengalaman-pengalaman agama, misalnya ibu-bapaknya orang yang tahu beragama,
lingkungan sosial dan teman-temannya juga hidup menjalankan agama, ditambah
pula dengan pendidikan agama, secara sengaja di rumah, sekolah dan masyarakat.
Maka orang-orang itu akan dengan sendirinya mempunyai kecenderungan kepada
hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi
larangan-larangan agama dan dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama.
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa.
Pada masa ini banyak terjadi kegoncangan dalam jiwa remaja. Mereka terkadang
mengikuti dan melakukan apa saja sesuatu yang disenangi, yang hal tersebut
bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat dan bahkan
bertentangan dengan nilai-nilai agama. Berangkat dari fenomena tersebut, perlu
diketahui bagaimana perkembangan jiwa agama pada masa murahiqah atau
remaja ini. Sehingga potensi agama (fitrah) manusia yang cenderung untuk
melakukan kebaikan dan kebenaran benar-benar dapat dioptimalkan dan
diaplikasikan dalam kehidupan remaja khususnya pada saat berinteraksi dengan
orang tua, sesamanya dan masyarakat secara umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Jiwa Agama dan Masa Remaja (al-Murahiqah)
Remaja dan Perkembangan (development) adalah dua kata yang
sering terdengar dan diucapkan dalam kehidupan keseharian kita, namun terkadang
kata-kata tersebut kurang dan bahkan tidak dipahami oleh yang mengatakan dan
orang yang mendengarkan dengan baik. Maka dari, sebelum membahas secara luas
berkaitan dengan perkembangan remaja khususnya terkait dengan perkembangan jiwa
agama pada masa mereka, maka perlu menjelaskan sedikit tentang pengertian perkembangan
dan masa remaja itu sendiri.
1.Perkembangan (Development)
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para tokoh psikologi berkaitaan
dengan perkembangan, di antaranya Alizabeth sebagaimana dikemukakan Abdul Mujib
dan Jusuf Mudzakir mengatakan bahwa
Perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai
akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perubahan ini bersifat kualitatif
mengenai suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang komplek. Berikut
adalah penjelasan mengenai perkembangan:
a.
perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme, mulai lahir sampai mati
b.
perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian
jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional
c.
kedewasaan atau kemunculan pola-pola dari tingkah laku yang tidak dipelajari.
B.
Batasan Usia Remaja
Kata remaja didefenisikan sebagai tahap perkembangan transisi yang membawa
individu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Zakiah Darajat menyebutkan bahwa masa remaja adalah masa
peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa.
Dengan kata lain masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum
mencapai masa dewasa.
Masa ini umumnya dimulai sekitar usia 12 tahun hingga akhir masa
pertumbuhan fisik, yaitu sekitar usia 20 tahun. Usia remaja berada dalam usia
12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Para
ahli jiwa tidak mempunyai kata sepakat tentang berapa panjangnya masa remaja tersebut.
Mereka hanya sepakat dalam menentukan permulaan masa remaja, yaitu dengan
dimulainya kegoncangan, yang ditandai dengan datangnya haid (menstruasi) pertama
bagi wanita dan mimpi pada pria.
Kejadian yang menentukan ini tidak sama antara satu anak dengan
anak lainnya. Ada yang dimulai pada umur 12 tahun, ada yang sebelum itu dan ada
pula yang sesudah umur 13 tahun. Demikian pula tentang akhir masa remaja para
ahli jiwa tidak memiliki kata sepakat. Ada yang mengatakan umur 15 tahun, ada
juga yang menentukan umur 18 tahun, bahkan dalam bidang kemantapan beragama
oleh ahli jiwa agama diperpanjang lagi sampai umur 24 atau 25 tahun. Meskipun
berbeda dalam menentukan umur remaja, namun para ahli memberikan patokan umur
antara 13 sampai 21 tahun adalah umur remaja.
Sedang Mengenai perkembangan jiwa agama berkisar antara umur 13 sampai
24 tahun. Adapun masa remaja, jika
dilihat tubuhnya, ia telah seperti orang dewasa, jasmaninya telah jelas
berbentuk laki-laki atau wanita. Organ-organnya telah dapat pula menjalankan
fungsinya. Dari segi lain, ia sebenarnya belum matang, segi emosi dan sosial
masih memerlukan waktu untuk berkembang menjadi dewasa. Dan kecerdasanpun
sedang mengalami pertumbuhan. Mereka ingin berdiri sendiri, tidak bergantung
lagi kepada orang tua atau orang dewasa lainnya, akan tetapi mereka belum mampu
bertanggung jawab dalam soal ekonomi dan sosial, apalagi kalau dalam masyarakat.
C.
Sikap Remaja Dalam Beragama
Manusia pada waktu lahir belum membawa sikap, karena sikap itu
timbul dari hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi serta
komunikasi individu terus menerus dengan lingkungan sekitarnya. Sikap termasuk
salah satu bentuk kemampuan jiwa manusia yang berupa kecenderungan terhadap
suatu obyek. Kecenderungan itu dipengaruhi oleh penilaian subyek terhadap
obyek, penilaian itu sendiri didalamnya mengandung pengetahuan-pengetahuan
tentang obyek. Begitu juga sikap remaja terhadap agama dipengaruhi oleh
pengetahuan yang dimilikinya. Ramayulis berpendapat bahwa sikap adalah
seperangkat kepercayaan yang menentukan preferensi atau kecenderungan tertentu
terhadap suatu obyek atau situasi, sikap merupakan tingkat afektif yang positif
atau negatif, yang berhubungan dengan obyek psikologis positif dapat diartikan
senang, sedangkan negatif berarti tidak senang atau menolak.
Dengan demikian jelslah bahwa sikap merupakan kecenderungan
seseorang terhadap sesuatu untuk bertindak, yang dipengaruhi oleh faktor internal
dan faktor eksternal dalam pembentukan dan perubahan sikap.yaitu dengan cara
menerima atau menolak reaksi yang diberikan oleh obyek . Sikap terhadap sesuatu
atau obyek itu bisa bernilai positif dan dapat bernilai negatif. Secara
psikologis, esensi pada sikap terdapat dalam beberapa komponen fungsi jiwa
seseorang, yang bekerja secara kompoleks dalam menentukan sikapnya terhadap
sesuatu, yaitu:
1.
komponen kognisi akan memberikan jawaban tentang apa yang
dipikirkan individu tentang obyek.
2.
komponen afeksi dihubungkan dengan apa dirasakan oleh individu
terhadap obyek, atau perasaan dalam diri seseorang terhadap objek misalnya
perasaan senang, marah, benci, sayang, dan sebagainya
3.
Ketiga, komponen konasi yaitu kesediaan/kesiapan individu terhadap
obyek berupa menerima atau menolak objek tersebut
ketiga komponen itu saling berhubungan dan saling mempengaruhi
antara satu dengan lainnya.
Sedangkan menurut Bimo Walgito bahwa sikap itu adalah merupakan
faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan
perbuatan-perbuatan atau tingkah laku tertentu. Walaupun demikian sikap
mempunyai segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong yang lain yang ada
dalam diri manusia.
Sikap remaja terhadap agama tidak terlepas dari keberadaan agama
pada dirinya, bila dalam pikiran remaja telah terpolakan bahwa konsep dan
ajaran agama yang mereka yakini itu sebagai sesuatu kebenaran, niscaya akan
membawa pemikiran remaja ke arah yang lebih baik terhadap agamanya . Berbeda
dengan hal diatas, istilah sikap sinonim dengan istilah attitude.
Menurut Gerungan bahwa pengertian attitude itu dapat diterjemahkan
dengan kata sikap terhadap obyek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan
atau sikap perasaan yang disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai
dengan sikapnya terhadap obyek tersebut. Adapun ciri-ciri sikap (attitude) dan
faktor pendorong timbulnya perbuatan atau tingkah laku dengan faktor-faktor
pendorong lainnya yaitu:
1.
Attitude bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya
sepanjang perkembangan orang itu, dalam hubungannya dengan obyeknya.
2.
Attitude itu dapat berubah-ubah, oleh karena itu attitude dapat
dipelajari orang.
3.
Attitude itu tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung
relasi tertentu terhadap suatu obyek.
4.
Obyek attitude itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat
juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi attitude itu dapat
berkenaan dengan satu obyek saja tetapi juga berkenaan dengan sederetan
obyek-obyek yang serupa.
5.
Attitude mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.
Zakiah Daradjat membagi sikap remaja terhadap agama kepada beberapa
bagian, sebagaimana dibawah ini:
1.
Percaya Beragama Turut-turutan
Suatu keluarga yang taat menjalankan
agamanya, menunjukkan bahwa ibu, bapak dan keluarganya taat dalam beragama,
sementara para remaja yang tinggal disekitarnya hanya ikut-ikutan melaksanakan
ibadah dan mengamalkan ajaran-ajaran agama. Kepercayaan dan pengalaman ibadah
remaja yang tinggal disekitar orang taat beragama itu disebut dengan percaya
turut-turutan.
Beragama seperti itu adalah lanjutan
dari cara beragama pada masa anak-anak yang bersifat meniru terhadap orang
tuanya seolah-olah pada diri remaja tidak terjadi perubahan dalam beribadah dan
kepercayannya dalam beragama. Timbulnya kepercayaan turut-turutan pada remaja
disebabkan pada waktu anak masih kecil diberikan oleh orang tuanya didikan
agama yang menyenangkan dan jauh dari pengalaman yang menyusahkan, sedangkan
pada masa remaja tidak pula mengalami peristiwa atau masalah yang mengoncangkan
jiwanya, sehingga cara beragamanya yang kekanak-kanakan masih terus berjalan
hingga remaja. Tetapi setelah pemikiran remaja bertambah luas, dan
pengalamannya semakin banyak maka timbullah keinginan untuk mengkoreksi kembali
kepercayaan dan amalan-amalan agama pada waktu kecil. Maka ketika itu muncullah
kesadaran bahwa cara beragamanya itu belum mempunyai dasar, sehingga ia menjadi
bersemangat sekali untuk berobah cara beragama pada semasa anak-anak itu,
biasanya peristiwa seperti ini dapat menimbulkan sikap raguragu remaja terhadap
agamanya.
Percaya turutturutan ini biasanya
tidak lama, dan banyak terjadi hanya pada masamasa remaja pertama (umur 13–16
tahun). Sesudah itu biasanya lebih kristis dan lebih lebih sadar.
2.
Percaya dengan Kesadaran
Masa remaja adalah masa perubahan
dan masa terjadinya kegoncangan pada dirinya, terutama perubahan jasmani dan
jauh dari keseimbangan dan keserasian. Hal ini penyebab remaja tertarik untuk
memperhatikan dirinya, tetapi perhatian itu disertai oleh perasaan cemas dan
takut, perasaan ingin menentang orang tua, dan dorongan seksual. Kondisi jiwa
remaja yang gelisah, cemas, dan ketaktuan itu bercampur dengan rasa bangga, dan
senang disertai bermacam-macam pemikiran dan khayalan. Sehingga remaja benar-benar
tertarik untuk memperhatikan dan memikirkan dirinya sendiri, semuanya itu
mendorong remaja untuk mendapat tempat/ pengakuan dari lingkungannya, dan ingin
menonjol dalam masyarakat.
Kondisi ini disebabkan kecerdasan
remaja semakin meningkat sehingga perhatian kepada ilmu pengetahuan dan
soal-soal sosial semakin terbangun, hanya saja kemajuan itu tidak dibarengi
dengan nilai-nilai agama, sehingga remaja menjadi acuh tak acuh terhadap
agama.. Pada saat semangat agama pada remaja mulai meningkat, sehingga cara
beragama yang ikut-ikutan, patuh, dan tunduk kepada ajaran agama tanpa komentar
tidak lagi memuaskannya, jika alasannya hanya dengan dalil-dalil dan hukum
mutlak dari ayat atau hadist-hadis Nabi mereka tidak dapat menerimanya. Mereka
ingin menjadikan bahwa agama sebagai tempat untuk bermujaddalah dan bermuzkarah
untuk membuktikan benaran agama dengan ilmu pengetahuan dan menjadikan kepercayaan
dengan penuh kesadaran.
Kesadaran agama pada remaja yang
berbentuk behavioral demonstration menunjukkan bahwa seseorang itu mengerjakan
perintah agama dengan kesadaran. Disebabkan ingin membuktikan kepercayaannya
secara riil, ingin menghubungkan dirinya dengan Tuhan. Kepercayaan seseorang
itu lebih fundamental, lebih meningkat dari kepercayaan remaja yang bersifat
stimulus response verbalism, dan intellectual comprehension. Sebab
perbuatan keagamaan yang kongkrit adalah melambangkan kepercayaan yang
sungguh-sungguh.
Manifestasi kepercayaan yang seperti
ini sering datangnya dari kepercayaan yang verbalistis tanpa kesadaran yang
tinggi. Kadang kala sifat keagamaan seperti ini dibawa dilakukan remaja hingga
dewasa, semangat agama yang terdapat pada remaja pada fase ini terdiri dari dua
bentuk:
a.
Semangat positif Semangat keagamaan yang positif
Sikap remaja yang bersemangat
positif itu ialah sikap yang ingin membersihkan agama dari segala macam hal
yang mengurangi kemurnian agamanya. Dan ingin membebaskan agama dari kekakuan
dan kekolotan. Remaja yang bersemangat itu ingin mengembangkan dan meningkatkan
agama, sesuai dengan perkembangan pemikirannya sendiri.
Disamping itu remaja yang memiliki
semangat agama yang positif berkeinginan untuk mengembangkan dan meningkatkan
agamanya, serta membersihkan agama dari bid’ah dan khurafat menghindari
gambaran sensual terhadap konsep agama, misalnya; surga, neraka, malaikat dan
visual Nabi Muhammad saw. Remaja yang memiliki semangat agama yang positif
berusaha mempelajari agama dengan pandangan yang kritis, tidak mau lagi
menerima cerita dongeng-dongeng tentang agama yang bercampur dengan bid’ah dan
khurafat yang tidak masuk akal, dan mereka mulai menghidupkan nilai-nilai agama
dalam kehidupannya, sehingga agama menjadi ukuran dalam setiap tindakannya.
Selain itu, semangat agama
melahirkan pembaharuan dalam agama dengan jalan mengkritik pemimpin agama yang
kolot, munafik, atau beku, tidak mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan
teknologi yang semakin tinggi. yang tidak sesuai dengan logika penganut dan
tidak sesuai pula dengan agamanya, hal ini membuat orang lari dari agamanya. Karena
itu, semangat agama itu tidak saja ditujukan kepada pembaharuan agama, akan
tetapi mengandung juga segi-segi menentang terhadap agama dan orang- orang serta
pemimpin-pemimpinnya. Sikap, tingkah laku, dan tindakan semangat agama yang
positif ini memiliki dua bentuk kepribadian, yaitu:
1). Kepribadian ekstrovet
Orang yang memiliki sifat kepribadian
ekstrovet (terbuka) yaitu orang yang dengan mudah mengungkapkan perasaannya
keluar (kepada orang lain) atau terbuka untuk menerima saran dan pendapat orang
lain. sehingga tidak ada perasaan-perasaan yang menganggu jalan pikirannya baik
dalam masalah kehidupan sosial maupun dalam masalah kehidupan keagamaan, dan berkepribadian.
Dengan demikian semangat agama yang
ekstrovet tidak akan menghalangi remaja untuk bekerjasama dengan pemeluk agama
lain untuk memperbaiki atau mengadakan perubahan sosial masyarakat dengan
berbagai macam kegiatan yang bernuansa keagamaan. Pada kepribadian remaja yang
ekstrovert memiliki kecenderungan untuk mengembangkan agama berdasarkan sikap
toleransi. terhadap agama yang tidak memihak mmemiliki nilai tersendiri untuk
menampilkan pemahaman terhadap agama orang lain.
2) Kepribadian introvert
Orang yang memiliki sifat kepribadian yang introvert (tertutup)
adalah orang-orang yang lebih cenderung kepada menyendiri dan menyimpan
perasaanya. Semangat agama positif pada orang-orang yang intovert memiliki
sifat suka menyendiri dan menyimpan segala perasaan dalam dirinya, dan tidak
mau aktif dalam masyarakat, sebagaimana orang yang berkepribadian ekstrovert.
Dengan kata lain kepribadian introvert tertutup terhadap perubahan
dan perkembangan. Mereka lebih tertarik dengan cita-citanya dan khayalannya
serta merasakan betapa nikmat dan hangatnya ketika berhubungan dengan Tuhan,
remaja-remaja yang introvert hanya mencari kepuasan dengan sembahyang,
beribadah, dan berkontemplasi dengan Tuhan.. Kepribadian yang introvert
cenderung membawa remaja ke dalam kehidupan tasauf, yaitu mencari kepuasan
dengan cara mendekati Tuhan.
D.
Perasaan Beragama Pada Remaja
1.
Pertumbuhan pikiran dan mental.
Ide dan dasar keyakinan beragama
yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka.
Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama merekapun
sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi dan norma-norma
kehidupan lainnya.
Dalam hal ini dinyatakan bahwa agama yang ajarannya
bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk
tetap taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya agama yang ajarannya kurang
konservatif-dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan
pikiran dan mental para remaja sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran
agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pikiran dan mental remaja
mempengaruhi keagamaan mereka.
2.
Perkembangan Perasaan.
Berbagai perasaan telah berkembang
pada masa remaja. Perasan sosial, ethis dan estetis mendorong remaja untuk
menghayati prikehidupan yang terbiasa dalam lingkungan kehidupan agamis akan
cenderung mendorong dirinya untuk lebih dekat ke arah hidup agamis. Sebaliknya
bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih
mudah didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan
seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih
mudah terperosok kearah tindakan seksual yang negatif.
3.
Pertimbangan Sosial
Corak keagamaan para remaja juga
ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka
timbul konflik antara pertimbangan moral dan material, remaja sangat bingung
menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan
akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
4.
Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja
bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral
yang juga terlihat pada para remaja juga mencakupi:
a. Self-directive yaitu taat akan agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi
b. Adaptive yaitu mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik
c. Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama
d. Unadjusted belum menyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral
e. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan dan moral masyarakat.
f. Sikap dan Minat.
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat
kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama
yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).
E.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan dan Pembinaan Jiwa
Agama Bagi Remaja
Adapun faktor penting yang menentukan perkembangan individu menurut
Syamsu Yusuf ialah keturunan (hereditas) dan lingkungan. Hereditas merupakan faktor
pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Hereditas diartikan sebagai
totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala
potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (pembuahan
ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen. Dilihat
juga pendapat lain yang disebutkan oleh Syamsu Yusuf mengatakan bahwa
lingkungan merupakan “ keseluruhan aspek atau fenomena fisik dan sosial yang
mempengaruhi organisme individu”. Lingkungan itu meliputi fisik, psikis,
sosial, dan relegius (agama). Senada
dengan pendapat yang dikemukakan di atas, Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, juga mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan adalah faktor turunan (warisan) dan faktor lingkungan.
1. Faktor Turunan
Turunan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
anak. Dimana Ia lahir ke dunia ini membawa berbagai ragam warisan yang berasal dari
kedua ibu-bapak atau nenek dan kakek. Warisan (turunan atau pembawaan) tersebut
seperti bentuk tubuh, raut muka, warna kulit, intelegensi, bakat, sifat-sifat
atau watak dan penyakit. Warisan atau turunan yang dibawa anak sejak dari
kandungan sebagian besar berasal dari kedua orang tuanya dan selebihnya berasal
dari nenek dan moyangnya kedua belah pihak (ibu dan ayahnya).
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak, sekolah tempat mendidik,
masyarakat tempat anak bergaul juga bermain sehari-hari dan keadaan alam sekitar
dengan iklimnya, flora dan faunanya. Besar kecilnya pengaruh lingkungan terhadap
pertumbuhan dan perkembangannya bergantung pada keadaan lingkungan anak itu
sendiri serta jasmani dan rohaninya.
a.
Keluarga
Keluarga tempat anak diasuh dan dibesarkan, berpengaruh besar
terhadap pertumbuhan dan perkembangannya, misalnya tingkat pendidikan orang tua
besar pengaruhnya terhadap perkembangan rohaniah anak, terutama kepribadian dan
kemajuan pendidikannya.
b.
Sekolah
Sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak terutama untuk kecerdasannya. Anak yang tidak pernah sekolah
akan tertinggal dalam berbagai hal.
c.
Masyarakat
Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak. Mereka juga termasuk
temanteman anak diluar sekolah. Kondisi orang-orang di desa atau kota tempat
tinggal ia juga turut mempengaruhi perkembangan jiwanya.
d. Keadaan Alam Sekitar
Keadaan alam sekitar tempat anak tinggal juga berpengaruh bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Keadaan alam sekitar adalah lokasi tempat
anak bertempat tinggal, di desa atau di kota, tepi pantai atau pengunungan.
G. Pembinaan Pribadai Remaja
Adapun pembinaan jiwa agama bagi anak remaja menurut Zakiah drajat
dalam bukunya menyebutkan bahwa pembinaan kehidupan beragama tidak dapat
dilepaskan dari pembinaan kepribadian secara keseluruhan. Karena kehidupan
beragama itu adalah merupakan bahagian dari kehidupan itu sendiri, sikap atau
tindakan seseorang dalam hidupnya tidak lain dari pantulan pribadinya yang
bertumbuh dan berkembang sejak ia lahir, bahkan telah mulai sejak dalam
kandungan. Semua pengalaman yang dilalui sejak dalam kandungan, mempunyai
pengaruh terhadap pembinaan pribadi. Pengalaman yang dimaksudkan itu adalah
semua pengalaman yang dilalui, baik pengalaman yang didapat melalui
pendengaran, penglihatan atau perlakuan yang diterima sejak lahir.
BAB III
Kesimpulan
Kata remaja didefenisikan sebagai tahap perkembangan transisi yang
membawa individu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Zakiah Darajat menyebutkan bahwa masa remaja adalah masa
peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Dengan
kata lain masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai
masa dewasa.
Masa ini umumnya dimulai sekitar usia 12 tahun hingga akhir masa
pertumbuhan fisik, yaitu sekitar usia 20 tahun. Usia remaja berada dalam usia
12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria.
Para ahli jiwa tidak mempunyai kata sepakat tentang berapa panjangnya masa
remaja tersebut. Mereka hanya sepakat dalam menentukan permulaan masa remaja,
yaitu dengan dimulainya kegoncangan, yang ditandai dengan datangnya haid
(menstruasi) pertama bagi wanita dan mimpi pada pria.
Manusia pada waktu lahir belum membawa sikap, karena sikap itu
timbul dari hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi serta
komunikasi individu terus menerus dengan lingkungan sekitarnya. Sikap termasuk
salah satu bentuk kemampuan jiwa manusia yang berupa kecenderungan terhadap
suatu obyek. Kecenderungan itu dipengaruhi oleh penilaian subyek terhadap
obyek, penilaian itu sendiri didalamnya mengandung pengetahuan-pengetahuan
tentang obyek. Begitu juga sikap remaja terhadap agama dipengaruhi oleh
pengetahuan yang dimilikinya. Ramayulis berpendapat bahwa sikap adalah
seperangkat kepercayaan yang menentukan preferensi atau kecenderungan tertentu terhadap
suatu obyek atau situasi, sikap merupakan tingkat afektif yang positif atau
negatif, yang berhubungan dengan obyek psikologis positif dapat diartikan
senang, sedangkan negatif berarti tidak senang atau menolak
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Mujib dan
Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa
Psikologi Islam, Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2002
Syamsu Yusuf, Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, Cet, V
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir,
Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2002),
Cet II, hlm. 91-92
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004), Cet ke-5, hlm.
31-35
Komentar
Posting Komentar