MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

Makalah Perkembangan Jiwa Agama Pada Masa Remaja


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Psikologi agama merupakan cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing. Upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan tersebut dilakukan melalui pendekatan psikologi.
Berbicara perkembangan jiwa agama pada seseorang pada umumnya ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya dulu. Seorang yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan pendidikan agama, maka pada masa dewasanya nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya. Lain halnya dengan orang yang di waktu kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama, misalnya ibu-bapaknya orang yang tahu beragama, lingkungan sosial dan teman-temannya juga hidup menjalankan agama, ditambah pula dengan pendidikan agama, secara sengaja di rumah, sekolah dan masyarakat. Maka orang-orang itu akan dengan sendirinya mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama dan dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama.[1]
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini banyak terjadi kegoncangan dalam jiwa remaja. Mereka terkadang mengikuti dan melakukan apa saja sesuatu yang disenangi, yang hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat dan bahkan bertentangan dengan nilai-nilai agama. Berangkat dari fenomena tersebut, perlu diketahui bagaimana perkembangan jiwa agama pada masa murahiqah atau remaja ini. Sehingga potensi agama (fitrah) manusia yang cenderung untuk melakukan kebaikan dan kebenaran benar-benar dapat dioptimalkan dan diaplikasikan dalam kehidupan remaja khususnya pada saat berinteraksi dengan orang tua, sesamanya dan masyarakat secara umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perkembangan Jiwa Agama dan Masa Remaja (al-Murahiqah)
Remaja dan Perkembangan (development) adalah dua kata yang sering terdengar dan diucapkan dalam kehidupan keseharian kita, namun terkadang kata-kata tersebut kurang dan bahkan tidak dipahami oleh yang mengatakan dan orang yang mendengarkan dengan baik. Maka dari, sebelum membahas secara luas berkaitan dengan perkembangan remaja khususnya terkait dengan perkembangan jiwa agama pada masa mereka, maka perlu menjelaskan sedikit tentang pengertian perkembangan dan masa remaja itu sendiri.
1.Perkembangan (Development)
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para tokoh psikologi berkaitaan dengan perkembangan, di antaranya Alizabeth sebagaimana dikemukakan Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir  mengatakan bahwa Perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perubahan ini bersifat kualitatif mengenai suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang komplek. Berikut adalah penjelasan mengenai perkembangan:
a.       perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme,  mulai lahir sampai mati
b.      perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional
c.       kedewasaan atau kemunculan pola-pola dari tingkah laku yang tidak dipelajari.[2]

B.     Batasan Usia Remaja
Kata remaja didefenisikan sebagai tahap perkembangan transisi yang membawa individu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Zakiah Darajat  menyebutkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa.[3] Dengan kata lain masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa.
Masa ini umumnya dimulai sekitar usia 12 tahun hingga akhir masa pertumbuhan fisik, yaitu sekitar usia 20 tahun. Usia remaja berada dalam usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Para ahli jiwa tidak mempunyai kata sepakat tentang berapa panjangnya masa remaja tersebut. Mereka hanya sepakat dalam menentukan permulaan masa remaja, yaitu dengan dimulainya kegoncangan, yang ditandai dengan datangnya haid (menstruasi) pertama bagi wanita dan mimpi pada pria.[4]
Kejadian yang menentukan ini tidak sama antara satu anak dengan anak lainnya. Ada yang dimulai pada umur 12 tahun, ada yang sebelum itu dan ada pula yang sesudah umur 13 tahun. Demikian pula tentang akhir masa remaja para ahli jiwa tidak memiliki kata sepakat. Ada yang mengatakan umur 15 tahun, ada juga yang menentukan umur 18 tahun, bahkan dalam bidang kemantapan beragama oleh ahli jiwa agama diperpanjang lagi sampai umur 24 atau 25 tahun. Meskipun berbeda dalam menentukan umur remaja, namun para ahli memberikan patokan umur antara 13 sampai 21 tahun adalah umur remaja.
Sedang Mengenai perkembangan jiwa agama berkisar antara umur 13 sampai 24 tahun.  Adapun masa remaja, jika dilihat tubuhnya, ia telah seperti orang dewasa, jasmaninya telah jelas berbentuk laki-laki atau wanita. Organ-organnya telah dapat pula menjalankan fungsinya. Dari segi lain, ia sebenarnya belum matang, segi emosi dan sosial masih memerlukan waktu untuk berkembang menjadi dewasa. Dan kecerdasanpun sedang mengalami pertumbuhan. Mereka ingin berdiri sendiri, tidak bergantung lagi kepada orang tua atau orang dewasa lainnya, akan tetapi mereka belum mampu bertanggung jawab dalam soal ekonomi dan sosial, apalagi kalau dalam masyarakat.



C.     Sikap Remaja Dalam Beragama
Manusia pada waktu lahir belum membawa sikap, karena sikap itu timbul dari hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi serta komunikasi individu terus menerus dengan lingkungan sekitarnya. Sikap termasuk salah satu bentuk kemampuan jiwa manusia yang berupa kecenderungan terhadap suatu obyek. Kecenderungan itu dipengaruhi oleh penilaian subyek terhadap obyek, penilaian itu sendiri didalamnya mengandung pengetahuan-pengetahuan tentang obyek. Begitu juga sikap remaja terhadap agama dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya. Ramayulis berpendapat bahwa sikap adalah seperangkat kepercayaan yang menentukan preferensi atau kecenderungan tertentu terhadap suatu obyek atau situasi, sikap merupakan tingkat afektif yang positif atau negatif, yang berhubungan dengan obyek psikologis positif dapat diartikan senang, sedangkan negatif berarti tidak senang atau menolak.[5]
Dengan demikian jelslah bahwa sikap merupakan kecenderungan seseorang terhadap sesuatu untuk bertindak, yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal dalam pembentukan dan perubahan sikap.yaitu dengan cara menerima atau menolak reaksi yang diberikan oleh obyek . Sikap terhadap sesuatu atau obyek itu bisa bernilai positif dan dapat bernilai negatif. Secara psikologis, esensi pada sikap terdapat dalam beberapa komponen fungsi jiwa seseorang, yang bekerja secara kompoleks dalam menentukan sikapnya terhadap sesuatu, yaitu:
1.      komponen kognisi akan memberikan jawaban tentang apa yang dipikirkan individu tentang obyek.
2.      komponen afeksi dihubungkan dengan apa dirasakan oleh individu terhadap obyek, atau perasaan dalam diri seseorang terhadap objek misalnya perasaan senang, marah, benci, sayang, dan sebagainya
3.      Ketiga, komponen konasi yaitu kesediaan/kesiapan individu terhadap obyek berupa menerima atau menolak objek tersebut
ketiga komponen itu saling berhubungan dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya.[6]
Sedangkan menurut Bimo Walgito bahwa sikap itu adalah merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perbuatan-perbuatan atau tingkah laku tertentu. Walaupun demikian sikap mempunyai segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong yang lain yang ada dalam diri manusia.[7]
Sikap remaja terhadap agama tidak terlepas dari keberadaan agama pada dirinya, bila dalam pikiran remaja telah terpolakan bahwa konsep dan ajaran agama yang mereka yakini itu sebagai sesuatu kebenaran, niscaya akan membawa pemikiran remaja ke arah yang lebih baik terhadap agamanya . Berbeda dengan hal diatas, istilah sikap sinonim dengan istilah attitude.
Menurut Gerungan bahwa pengertian attitude itu dapat diterjemahkan dengan kata sikap terhadap obyek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan yang disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikapnya terhadap obyek tersebut. Adapun ciri-ciri sikap (attitude) dan faktor pendorong timbulnya perbuatan atau tingkah laku dengan faktor-faktor pendorong lainnya yaitu:
1.      Attitude bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan,  melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu, dalam hubungannya dengan obyeknya.
2.      Attitude itu dapat berubah-ubah, oleh karena itu attitude dapat dipelajari orang.
3.      Attitude itu tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek.
4.      Obyek attitude itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi attitude itu dapat berkenaan dengan satu obyek saja tetapi juga berkenaan dengan sederetan obyek-obyek yang serupa.
5.      Attitude mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.[8]

 Zakiah Daradjat membagi sikap remaja terhadap agama kepada beberapa bagian, sebagaimana dibawah ini:
1.      Percaya Beragama Turut-turutan
Suatu keluarga yang taat menjalankan agamanya, menunjukkan bahwa ibu, bapak dan keluarganya taat dalam beragama, sementara para remaja yang tinggal disekitarnya hanya ikut-ikutan melaksanakan ibadah dan mengamalkan ajaran-ajaran agama. Kepercayaan dan pengalaman ibadah remaja yang tinggal disekitar orang taat beragama itu disebut dengan percaya turut-turutan.
Beragama seperti itu adalah lanjutan dari cara beragama pada masa anak-anak yang bersifat meniru terhadap orang tuanya seolah-olah pada diri remaja tidak terjadi perubahan dalam beribadah dan kepercayannya dalam beragama. Timbulnya kepercayaan turut-turutan pada remaja disebabkan pada waktu anak masih kecil diberikan oleh orang tuanya didikan agama yang menyenangkan dan jauh dari pengalaman yang menyusahkan, sedangkan pada masa remaja tidak pula mengalami peristiwa atau masalah yang mengoncangkan jiwanya, sehingga cara beragamanya yang kekanak-kanakan masih terus berjalan hingga remaja. Tetapi setelah pemikiran remaja bertambah luas, dan pengalamannya semakin banyak maka timbullah keinginan untuk mengkoreksi kembali kepercayaan dan amalan-amalan agama pada waktu kecil. Maka ketika itu muncullah kesadaran bahwa cara beragamanya itu belum mempunyai dasar, sehingga ia menjadi bersemangat sekali untuk berobah cara beragama pada semasa anak-anak itu, biasanya peristiwa seperti ini dapat menimbulkan sikap raguragu remaja terhadap agamanya.
Percaya turutturutan ini biasanya tidak lama, dan banyak terjadi hanya pada masamasa remaja pertama (umur 13–16 tahun). Sesudah itu biasanya lebih kristis dan lebih lebih sadar.[9]
2.      Percaya dengan Kesadaran
Masa remaja adalah masa perubahan dan masa terjadinya kegoncangan pada dirinya, terutama perubahan jasmani dan jauh dari keseimbangan dan keserasian. Hal ini penyebab remaja tertarik untuk memperhatikan dirinya, tetapi perhatian itu disertai oleh perasaan cemas dan takut, perasaan ingin menentang orang tua, dan dorongan seksual. Kondisi jiwa remaja yang gelisah, cemas, dan ketaktuan itu bercampur dengan rasa bangga, dan senang disertai bermacam-macam pemikiran dan khayalan. Sehingga remaja benar-benar tertarik untuk memperhatikan dan memikirkan dirinya sendiri, semuanya itu mendorong remaja untuk mendapat tempat/ pengakuan dari lingkungannya, dan ingin menonjol dalam masyarakat.
Kondisi ini disebabkan kecerdasan remaja semakin meningkat sehingga perhatian kepada ilmu pengetahuan dan soal-soal sosial semakin terbangun, hanya saja kemajuan itu tidak dibarengi dengan nilai-nilai agama, sehingga remaja menjadi acuh tak acuh terhadap agama.. Pada saat semangat agama pada remaja mulai meningkat, sehingga cara beragama yang ikut-ikutan, patuh, dan tunduk kepada ajaran agama tanpa komentar tidak lagi memuaskannya, jika alasannya hanya dengan dalil-dalil dan hukum mutlak dari ayat atau hadist-hadis Nabi mereka tidak dapat menerimanya. Mereka ingin menjadikan bahwa agama sebagai tempat untuk bermujaddalah dan bermuzkarah untuk membuktikan benaran agama dengan ilmu pengetahuan dan menjadikan kepercayaan dengan penuh kesadaran.[10]
Kesadaran agama pada remaja yang berbentuk behavioral demonstration menunjukkan bahwa seseorang itu mengerjakan perintah agama dengan kesadaran. Disebabkan ingin membuktikan kepercayaannya secara riil, ingin menghubungkan dirinya dengan Tuhan. Kepercayaan seseorang itu lebih fundamental, lebih meningkat dari kepercayaan remaja yang bersifat stimulus response verbalism, dan intellectual comprehension. Sebab perbuatan keagamaan yang kongkrit adalah melambangkan kepercayaan yang sungguh-sungguh.[11]
Manifestasi kepercayaan yang seperti ini sering datangnya dari kepercayaan yang verbalistis tanpa kesadaran yang tinggi. Kadang kala sifat keagamaan seperti ini dibawa dilakukan remaja hingga dewasa, semangat agama yang terdapat pada remaja pada fase ini terdiri dari dua bentuk:
a.       Semangat positif Semangat keagamaan yang positif
Sikap remaja yang bersemangat positif itu ialah sikap yang ingin membersihkan agama dari segala macam hal yang mengurangi kemurnian agamanya. Dan ingin membebaskan agama dari kekakuan dan kekolotan. Remaja yang bersemangat itu ingin mengembangkan dan meningkatkan agama, sesuai dengan perkembangan pemikirannya sendiri.[12]
Disamping itu remaja yang memiliki semangat agama yang positif berkeinginan untuk mengembangkan dan meningkatkan agamanya, serta membersihkan agama dari bid’ah dan khurafat menghindari gambaran sensual terhadap konsep agama, misalnya; surga, neraka, malaikat dan visual Nabi Muhammad saw. Remaja yang memiliki semangat agama yang positif berusaha mempelajari agama dengan pandangan yang kritis, tidak mau lagi menerima cerita dongeng-dongeng tentang agama yang bercampur dengan bid’ah dan khurafat yang tidak masuk akal, dan mereka mulai menghidupkan nilai-nilai agama dalam kehidupannya, sehingga agama menjadi ukuran dalam setiap tindakannya.
Selain itu, semangat agama melahirkan pembaharuan dalam agama dengan jalan mengkritik pemimpin agama yang kolot, munafik, atau beku, tidak mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang semakin tinggi. yang tidak sesuai dengan logika penganut dan tidak sesuai pula dengan agamanya, hal ini membuat orang lari dari agamanya. Karena itu, semangat agama itu tidak saja ditujukan kepada pembaharuan agama, akan tetapi mengandung juga segi-segi menentang terhadap agama dan orang- orang serta pemimpin-pemimpinnya. Sikap, tingkah laku, dan tindakan semangat agama yang positif ini memiliki dua bentuk kepribadian, yaitu:[13]


1). Kepribadian ekstrovet
Orang yang memiliki sifat kepribadian ekstrovet (terbuka) yaitu orang yang dengan mudah mengungkapkan perasaannya keluar (kepada orang lain) atau terbuka untuk menerima saran dan pendapat orang lain. sehingga tidak ada perasaan-perasaan yang menganggu jalan pikirannya baik dalam masalah kehidupan sosial maupun dalam masalah kehidupan keagamaan, dan berkepribadian.
Dengan demikian semangat agama yang ekstrovet tidak akan menghalangi remaja untuk bekerjasama dengan pemeluk agama lain untuk memperbaiki atau mengadakan perubahan sosial masyarakat dengan berbagai macam kegiatan yang bernuansa keagamaan. Pada kepribadian remaja yang ekstrovert memiliki kecenderungan untuk mengembangkan agama berdasarkan sikap toleransi. terhadap agama yang tidak memihak mmemiliki nilai tersendiri untuk menampilkan pemahaman terhadap agama orang lain.[14]
2) Kepribadian introvert
Orang yang memiliki sifat kepribadian yang introvert (tertutup) adalah orang-orang yang lebih cenderung kepada menyendiri dan menyimpan perasaanya. Semangat agama positif pada orang-orang yang intovert memiliki sifat suka menyendiri dan menyimpan segala perasaan dalam dirinya, dan tidak mau aktif dalam masyarakat, sebagaimana orang yang berkepribadian ekstrovert.
Dengan kata lain kepribadian introvert tertutup terhadap perubahan dan perkembangan. Mereka lebih tertarik dengan cita-citanya dan khayalannya serta merasakan betapa nikmat dan hangatnya ketika berhubungan dengan Tuhan, remaja-remaja yang introvert hanya mencari kepuasan dengan sembahyang, beribadah, dan berkontemplasi dengan Tuhan.. Kepribadian yang introvert cenderung membawa remaja ke dalam kehidupan tasauf, yaitu mencari kepuasan dengan cara mendekati Tuhan.
D.    Perasaan Beragama Pada Remaja
1.      Pertumbuhan pikiran dan mental.
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama merekapun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi dan norma-norma kehidupan lainnya.[15]
Dalam hal  ini dinyatakan bahwa agama yang ajarannya bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya agama yang ajarannya kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pikiran dan mental remaja mempengaruhi keagamaan mereka.
2.      Perkembangan Perasaan.
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasan sosial, ethis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati prikehidupan yang terbiasa dalam lingkungan kehidupan agamis akan cenderung mendorong dirinya untuk lebih dekat ke arah hidup agamis. Sebaliknya bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok kearah tindakan seksual yang negatif.
3.      Pertimbangan Sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material, remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.[16]


4.      Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencakupi:
a.       Self-directive yaitu taat akan agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi
b.      Adaptive yaitu mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik
c.       Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama
d.      Unadjusted belum menyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral
e.       Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan dan moral masyarakat.
f.       Sikap dan Minat. Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).[17]

E.     Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan dan Pembinaan Jiwa Agama Bagi Remaja
Adapun faktor penting yang menentukan perkembangan individu menurut Syamsu Yusuf ialah keturunan (hereditas) dan lingkungan. Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Hereditas diartikan sebagai totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen. Dilihat juga pendapat lain yang disebutkan oleh Syamsu Yusuf mengatakan bahwa lingkungan merupakan “ keseluruhan aspek atau fenomena fisik dan sosial yang mempengaruhi organisme individu”. Lingkungan itu meliputi fisik, psikis, sosial, dan relegius (agama).[18] Senada dengan pendapat yang dikemukakan di atas, Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh,  juga mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan adalah faktor turunan (warisan) dan faktor lingkungan.[19]
1. Faktor Turunan
Turunan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Dimana Ia lahir ke dunia ini membawa berbagai ragam warisan yang berasal dari kedua ibu-bapak atau nenek dan kakek. Warisan (turunan atau pembawaan) tersebut seperti bentuk tubuh, raut muka, warna kulit, intelegensi, bakat, sifat-sifat atau watak dan penyakit. Warisan atau turunan yang dibawa anak sejak dari kandungan sebagian besar berasal dari kedua orang tuanya dan selebihnya berasal dari nenek dan moyangnya kedua belah pihak (ibu dan ayahnya).
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat anak bergaul juga bermain sehari-hari dan keadaan alam sekitar dengan iklimnya, flora dan faunanya. Besar kecilnya pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangannya bergantung pada keadaan lingkungan anak itu sendiri serta jasmani dan rohaninya.
a.    Keluarga
Keluarga tempat anak diasuh dan dibesarkan, berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangannya, misalnya tingkat pendidikan orang tua besar pengaruhnya terhadap perkembangan rohaniah anak, terutama kepribadian dan kemajuan pendidikannya.
b.      Sekolah
Sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak terutama untuk kecerdasannya. Anak yang tidak pernah sekolah akan tertinggal dalam berbagai hal.
c. Masyarakat
Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak. Mereka juga termasuk temanteman anak diluar sekolah. Kondisi orang-orang di desa atau kota tempat tinggal ia juga turut mempengaruhi perkembangan jiwanya.
d. Keadaan Alam Sekitar
Keadaan alam sekitar tempat anak tinggal juga berpengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Keadaan alam sekitar adalah lokasi tempat anak bertempat tinggal, di desa atau di kota, tepi pantai atau pengunungan.

G. Pembinaan Pribadai Remaja
Adapun pembinaan jiwa agama bagi anak remaja menurut Zakiah drajat dalam bukunya menyebutkan bahwa pembinaan kehidupan beragama tidak dapat dilepaskan dari pembinaan kepribadian secara keseluruhan. Karena kehidupan beragama itu adalah merupakan bahagian dari kehidupan itu sendiri, sikap atau tindakan seseorang dalam hidupnya tidak lain dari pantulan pribadinya yang bertumbuh dan berkembang sejak ia lahir, bahkan telah mulai sejak dalam kandungan. Semua pengalaman yang dilalui sejak dalam kandungan, mempunyai pengaruh terhadap pembinaan pribadi. Pengalaman yang dimaksudkan itu adalah semua pengalaman yang dilalui, baik pengalaman yang didapat melalui pendengaran, penglihatan atau perlakuan yang diterima sejak lahir. [20]
  

BAB III
Kesimpulan

Kata remaja didefenisikan sebagai tahap perkembangan transisi yang membawa individu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Zakiah Darajat  menyebutkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Dengan kata lain masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa.
Masa ini umumnya dimulai sekitar usia 12 tahun hingga akhir masa pertumbuhan fisik, yaitu sekitar usia 20 tahun. Usia remaja berada dalam usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Para ahli jiwa tidak mempunyai kata sepakat tentang berapa panjangnya masa remaja tersebut. Mereka hanya sepakat dalam menentukan permulaan masa remaja, yaitu dengan dimulainya kegoncangan, yang ditandai dengan datangnya haid (menstruasi) pertama bagi wanita dan mimpi pada pria.
Manusia pada waktu lahir belum membawa sikap, karena sikap itu timbul dari hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi serta komunikasi individu terus menerus dengan lingkungan sekitarnya. Sikap termasuk salah satu bentuk kemampuan jiwa manusia yang berupa kecenderungan terhadap suatu obyek. Kecenderungan itu dipengaruhi oleh penilaian subyek terhadap obyek, penilaian itu sendiri didalamnya mengandung pengetahuan-pengetahuan tentang obyek. Begitu juga sikap remaja terhadap agama dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya. Ramayulis berpendapat bahwa sikap adalah seperangkat kepercayaan yang menentukan preferensi atau kecenderungan tertentu terhadap suatu obyek atau situasi, sikap merupakan tingkat afektif yang positif atau negatif, yang berhubungan dengan obyek psikologis positif dapat diartikan senang, sedangkan negatif berarti tidak senang atau menolak




DAFTAR PUSTAKA


Abdul Mujib dan Jusuf  Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2002
Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta, 2005
Bimo Walgito, Psikologi Sosial,  Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1980
Gerungan. Psychologi Sosial, Bandung: PT Eresco, 1987
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996
Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, Cet-6
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta : Kalam Mulia, 2011
Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, Jakarta : Rajawali Press, 1992
Saifullah, Konsep Pendidikan Zakiah Derajat, Banda Aceh: Ar-raniry Press, Ceke- I 2012
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, Cet, V
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 1991, Cet ke-13



[1] Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama,  (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm. 35
[2] Abdul Mujib dan Jusuf  Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2002), Cet II,  hlm. 91-92
[3] Zakiah Darajat, Op. Cit., hlm. 69
[4] Saifullah, Konsep Pendidikan Zakiah Derajat, (Banda Aceh: Ar-raniry Press, 2012), Cet ke-I,  hlm. 43
[5] Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011),  hlm. 110
[6] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), Cet ke-I, hlm. 112
[7] Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1980), hlm. 53
[8] Gerungan. Psychologi Sosial, (Bandung: PT Eresco, 1987),  Cet ke-8, hlm. 153
[9] Zakiah Daradjat, Log. Cit
[10] Ibid
[11] Ibid
        [12] Ibid., hal. 95                                                                                                       
[13] Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta : Rajawali Press, 1992), hal. 2
[14] Ibid
[15] Ramayulis, Op.Cit, hal. 68
[16] Ibid
[17] Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet-6, hlm.  52

[18] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet ke-5, hlm.  31-35
[19] Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 42
[20]Ibid

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL