BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Filsafat atau philosophyl dalam bahasa
inggiris, atau falsafah dalam bahasa arab merupakan istilah yang diwariskan
dari tradisi pemikiran yunani kuno. Filsafah dalam harfiah berarti”cinta
kebijaksanaan” . filsafat telah berhasil mengubah pola pemikiran bangsa yunani
dan umat manusia dari pandangan mitisentris dan logosentris. Dengan filsafat,
pola pemikiran yang selalu tergantung pada dewa di ubah menjadi pola pikir yang
tergantung pada rasio.
Plato mengatakan “filsafat tidak
lain dari pada usaha mencari kejelasan dan kecermatan secara gigih dan
dilakukan terus-menerus.”dan aristoteles juga mendefinisikan filsafat adalah
ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika,ekonomi dan politik.Filsafat bukan
merupakan sesuatu yang abstrak karena filsafat
tidak hanya berkut dengan buku-buku sulit.akan tetapi filsafat berangkat dari
pergulatan dari reaslitas kehidupan sehari-hari.
B.
Rumusan Masalah.
1. Bagaimana
cara berpikir seorang filosofis...?
2. Bagaimana
ciri-ciri seorang filosofis........?
3. Bagaimana
bentuk dari filsafat sebagai cara berpikir...?
4. Bagaimana
berpikir seorang filsafat muslim....?
C.
Tujuan.
1. Cara
berpikir seorang filosofis dalam bentu filsafat tradisional dan filsafat
ilmiah.
2. Mengetahuan
kefilsafatan/ ciri-ciri kefilsafatan.
3. Mengetahuai
bentuk dari filsafat sebagai cara befikir.
4. Dapat
mengetahuai ciri-ciri filsafat.
5. Mengetahui
cara berpikir filsuf dalam dunua nuslim.
6. Agar
dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. CARA
BERPIKIR SEORANG FILOSOFIS.
Berfilsafat
itu adalah berpikir, tapi tidak semua yang berpikir itu dikatakan berfilsafat. Berfikir
nonfilsafat dibedakan menjadi dua:
1. Berpikir
tradisional
Berfikir secara tradisional ialah berpikir tanpa mendasarkan pada
aturan-aturan berpikir ilmiah. Artinya berpikir hanya mendasarkan pada tradisi
atau kebiasaan yang sudah berlaku sejak nenek moyang sehingga merupakan warisan
lama.
Sebagai contoh, berpikir tradisional dalam bidang
penyembuhan: kalau ada anak sakit Gondongen (pembengkakan pada leher), secara
spontan orang tuanya segera mencarikan buah pace, kemudian dikalungkan pada
leher si sakit; tanpa berpikir panjang, mengapa orang tua berbuat demikian
karena hal itu sudah merupakan kebiasaan/ tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang
mereka dan yang terpenting si sakit tersebut dapat sembuh dari penyakitnya. Dan
hal semacam ini banyak sekali dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat khususnya
masyarakat Jawa.
2. Berpikr
ilmiah.
Berpikir ilmiah
adalah berpikir yang memakai dasar-dasar ataupun suatu aturan-aturan pemikiran
ilmiah, diantaranya seperti metodis, sestematis, objektif, dan juga umum.
a. Metodis
: menggunakan metode, cara, jalan, yang lazim digunakan dalam disiplin ilmu
yang dibicarakan.
b. Setematis
: dalam berpikir masing-masing unsur saling
berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan,
sehingga dapat tersusun suatu pola pengetahuan yang rasional.
c. Obyektif
: kebenaran dari hasil pemikirannya dapat memperoleh bobot obyektif, tidak lagi
bersifat subyektif.
d.Umum
: tingkat kebenaran yang mempunyai bobot obyektif tersebut dapat berlaku umum,
dimana saja dan kapan saja.
Berfilsafat termasuk dalam berpikir
namun berfilsafat tidak didentik dengan berpikir. Sehingga tidak semua dari
orang yang berpikir itu disebut berfilsafat, namun dapat di ambil kesimpulan
bahwa semua orang yang berfilsafat itu adalah orang yang berpikir. Berpikir
dalam arti berfilsafat adalah berpikir yang konsepsional, mendasar, sehingga
menyentuh esensi yang ia pikirkan. Pemikikran kefilsafatan mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Metodis,
adalah menggunakan metode, cara, jalan, yang biasa ataupun lazim digunakan oleh para
filsum dalam proses berpikir filsafat.
2. Sestematis,
dalam berpikir setiap unsur saling berkaitan antara yang satu dengan yang
lainnya secara teratur dalam suatu keseluruhan, sehingga dapat tersusun dalam
suatu pola pemikiran yang filosofis.
3. Koheren,
dalam unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan antara
satu sama lain namun juga memuat uraian yang logis.
4. Rasional,
adala harus mendasarkan pada kaidah berpikir yang benar ataupun logis.
5. Komprehensif,
artinya berpikir secara menyeluruh, artinya melihat ebjek tidak hanya melihat
dari satu sisi sudut pandang, melainkan secara multidimensional. Disinilah
perlunya filsafat dan ilmu pengetahuan.
6. Radikal,
berpikir secara mendalam, sampai pada akar-akarnya yang paling ujung, artinya
saling menyentuh akar persoalannya.
7. Universal,muatan
kebenarannya sampai tingkat umum
universal, mengarah pada pandangan dunua,mengarah
pada realitas hidup dan realitas uamt kehidupan manusia secara keseluruhan.
Para filsum terkenal telah banyak menyumbangkan metode berpikir
filsafat, dalam proses mencari kebenaran.mereka mampu menyumbangkan konsepsi
pemikiran untuk mengungkap misteri kehidupan manusia. Bahkan tidak hanya
manusia yang menjadi obyek pemikiran,tetapi meliputi seluruh yang adadan
mungkin ada. (tuhan, alam semesta, dan manusia)pola pemikiran di dalam metode
berpikir (berfilsafat) berawal dari titik pangkal dan dasar kepastian, seperti
logika konsepsional dan intuisi,seperti penalaran (induktif)dan penalaran
(deduktif).
Beberapa metode berpikir
(berfilsafat) yang telah dirumuskan oleh Dr. Anton Bakker dalam bukunya. Yang
mana di dalam uraian ini akan di jelaskan.
1. Metode
intuitif (plotinus dan henri bergson)
Plotinus (205-270)
ia sendiri mengeku sebagai pengikut ajaran Plato, maka alirannya dikenal
dengan nama neo-platonisme. Plotinus seorang mistikus yang mempunyai pengalaman
langsung secara pribadi akan rahasia ilahi. Tetapi pemikirannya
benar-benar bersifat metafisik,
merupakan filsafat sistematis dan bukan berdasarkan wahyu. Tingkat-tingkat dan
penghayatan-penghayatan kesatuan dengan “yang mutlak”di ungkapkan dengan
kategori-kategori intelektual dan spekulatif.
2. Henri
Bergson (1859-1941)
Filsafat Bergson bersifat spritualistis, ia akan menyelami
kegiatan spritual intern di dalam individu yang kongkret, tetaapi dengan cara
ilmiah, suatu cara yang membangkitkan bebih dapat di pertanggungjawabkan.
B. FILSAFAT
SEBAGAI CARA BERPIKIR.
Berpikir secara filsafat dapat
diartikan sebagai berpikir yang sangat mendalam
sampai hakikat,atau berpikir secara global ataupun menyeluruh, atau juga
berpikir dapat dilihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang
ilmu pengetahuan. Berpikir yang demikian ini sebagai upaya untuk dapat berpikir
secara tepat dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Harus
sistematis.
Pemikiran yang sistematis ini dimaksudkan untuk menyusun
suatu pola pengetahuan yang rasional. Sistematis adalah masing-masing unsur
saling berkaitan satu sama dengan lain secara teratur dalam suatu keseluruhan.
Sestematis pemikiran seorang filosofis banyak pengaruhi oleh keadan dirinya, lingkungan,
zamannya, pendidikan, dan sistem pemikiran yang mempengaruhi.
2. Harus
konsepsional.
Secara umum istilah konsepsional
berkaitan dengan ide (gambar) atau gambaran yang melekat pada akal pikiran yang
berada dalam intelektual. Gambaran tersebut mempunyai bentuk tangkapan sesuai
dengan riilnya. Sehingga maksud dari kata konsepsional tersebut sebagai
upaya untuk menyusun suatu bagan yang
terkonsepsi (jelas).karena berpikir secara berfilsafat sebenarnya berpikir
tentang hal dan prosesnya.
3. Harus
koheran.
Koheran atau runtut adalah unsur-unsurnya
tidak boleh mengandung uraian –uraian yang bertentangan satu sama lain. Koheran
atau runtut di dalamnya memuat suatu kebenaran logis. Sebaiknya, apabila suatu
uraian yang didalamnya tidak memuat kebenaran logis, uraian tersebut dikatakan
sebagai uraian yang tidak koheran/ runtut.
4. Harus
rasional.
Maksud rasional adalah unsur-unsurnya berhubungan secara
logis. Artinya, pemikiran filsafat harus di uraikan dalam bentuk yang logis,
yaitu suatu bentuk kebenaran yang mempunyai kaidah-kaidah (logika).
5. Harus
sinoptik.
Sinoptik artinya pemikiran filsafat harus melihat hal-hal
secara menyeluruh atau dalam kebersamaan secara integral.
6. Harus
mengarah kepada pandangan dunia.
Maksudnya adalah pemikiran filsafat sebagai upaya untuk
memahami semua realitas kehidupan dengan jalan menyusun suatu pandangan (hidup)
dunia, termasuk didalamnya menerapkan tentang dunia dan semua hal yang berada
di dalamnya (dunia).
C. CIRI-CIRI
PEMIKIRAN PARA FILSUF
Menurut clarence I. Lewis seorang
ahli logika mengatakan bahwa filsafat itu sesungguhnya suatu proses refleksi
dari bekerjanya akal. Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses refleksi
adalah berbagai kegiatan atau problem kehidupan manusia. Tidak semua kegiatan
atau baerbagai problem kehidupan tersebut dikatakan sampa pada derajat pemikiran filsafat,api dalam kegiatan atau
problem yang terdapat beberapa ciri yang dapat mencapai derajat pemikiran
filsafat adalah sebagai berikut.
1. Sangat
umum atau universal
Pemikiran filsafat mempunyai
kecenderungan sangat umum, dan dan tingkat keumumannya sangat tinggi. Karena
pemikiran filsafat tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus, akan tetapi
bersangkutan dengan konsep-konsep yang sifatnya umum, misalnya tentang manusia,
tentang keadilan, tentang kebebasan dan lainnya.
2. Tidak
faktual
Kata lain tidak faktual adalah
spekulatif, yang artinya filsafat membuat dugaan-dugaan yang masuk akal
mengenai sesuatu dengan tidak berdasarkan pada bukti. Hal ini sebagai sesuatu
hal yang melampaui tapal batas dari fakta-fakta pengetahuan ilmia. Jawaban yang
didapati dari dugaan-dugaan tersebut sifatnya spekulatif. Hal ini bukan berarti
bahwa pemikiran filsafat tidak termasuk dalam lingkup kewenangan khusus.
3. Bersangkutan
dengan nilai
C.J.Ducasse mengatakan bahwa filsafat
merupakan usaha untuk mencari pengetahuan, berupa fakta-fakta, yang disebut
penilaian. Yang dibicarakan dalam penilaian adalah tentang yang baik dan buruk,
yang susila ada asusila dan akhirnya filsafat sebagai nsuatu usaha untuk
mempertahankan nilai. Maka selanjutnya dibentuklah sistem nilai, sehingga
lahirlah apa yang disebut sebagai nilai sosial,nilai keagmaan, nilai budaya,
dan lainnya. Selanjutnya Ducasse mengatakan bahwa tugas filsafat dewasa ini memberikan patokan-patokan dan
membicarkan persoalan-persoalan moral yang disajikan kepad manusia oleh
lingkungan sosialnya.
4. Berkaitan
dengan arti
Diatas telah dikemukakan bahwa nilai
selalu dipertahankan dan dicari. Sesuatu yang bernilai tentu di dalamnya penuh
dengan arti. Agar para filosof dapat mengungkapkan ide-idenya sarat dengan
arti, para filosof harus dapat menciptakan kalimat-kalimat yang logis dan
bahasa yang tepat (ilmiah), semua itu
berguna untuk menghindari adanya kesalahan atau sesat pikiran.
5. Implikatif
Pemikiran filsafat yang baik dan
terpilih selalu mengandung implikasi (akibat). Dari implikasi tersebut
diharapkan akan mampu melahirkan pemikiran baru sehingga akan terjadi proses
proses pemikiran yang dinamis. Dan pola pemikiran yang implikasi akan dapat
menyuburkan intelektual.
D. PARA
FILSUF MUSLIM DAN PEMIKIRANNYA.
1. Al-kindi.
Nama lengkapnya adalah abu yusuf bin
ishak, anak seorang gubernur kufah dan mempunyai keturunan langsung kepada
ya`qub bin qathan nenek pertama suku arabia selatan. Ia lahir pada tahunh 185 H
atau pada 801 M, yang mana al- kindi hidup dalam kecemerlangan dunia islam di
fase dinasti abbasiah.al- kindi merupakan filsum yang produktif, terbukti
dengan banyaknya karya beliau.yang mana
karya beliau tersebut dikelompokkan kepada 17 kelompok diantaranya
adalah filsafa, logika, ilmu hitung, musik dan yang lainnya.Sebagai filsum
al-kindi merumuskan pemikiran kefilsafatan. Dalam uraian disini hanya dibatasi pada
dua kajian terpenting yaitu: Hubungan agama dan filsafat.
Problem pertama yang dihadapi para filsafat muslim adalah “bagaimana memadukan kebenaran yang
bersumber dari kitab suci dengan kebenaran filsafat yang bersumber dari diri
manusia yang sebagian ajarannya di pandang bertentangan dengan ajaran agama
islam” untuk menghindari dari pertentangan ini al- kindi mengadakan pemanduan
(talfiq)yang dimulai dari memposisiskan pengertian filsafat. Adapaun yang
termasuk didalam bidang filsafat adalah ilmu ketuhanan (rububiyah), ilmu
keesaan (wahdaniyah), dan ilmu keutamaan (fadhilat).Untuk membuktikan adanya
Tuhan, al-kindi menggunakan tiga argumen (dalil) yaitu:
Pertama,barunya alam. Berbeda dengan ulama kalam, menurut
al-kindi argumen ini berpijak pada sebab,apakah bisa di pahami dalam alam ini
menjadi sebab bagi adanya atau tidak..???? al-kindi menjawab tidak, karena
pasti ada sebab yang mendahuluinya.dengan demikian alam ini ada sebab yang
mendahuluinya dan berarti ada permulaan, karena itu ia baru.
Kedua, keseragaman dan kesatuan. Dalil ini berpijak pada kenyataan
bahwa alam empiris tidak terlepas dari adanya keseragaman yang bersumber dari
kesatuan, atau sebaliknya.
Ketiga, pengendalian. Suatu dalil yang didasarkan pada
keteraturan alam tentu tidak terlepas dari adanya pengetur dan pengendali dari
keteraturan alam, yaitu Tuhan.
2. Al-
farabi
Nama lengkapnya adalah Abu Nars
Muhahmmad bin Muhammad bin Tharkhan, lahir di wasij distrik farab, turkestan
tahun 258 H/ 339 M, adri seorang ayah persia dan ibu turki. Beliau adalah
filsum besar muslim yang yang banyak menyusun karya filsafat, bahkan memadukan
beberapa kejanggalan-kejanggalan,terutama antara Plato dna Aristoteles. Sebagaimana yang dijelaskan di atas, bahwa
pemikiran al-farabi mencakup beberapa aspek,namun dibatasi pada tiga masalah
utama, sebagai berikut:
a.
Kesatuan filsafat.
Menurut al-farabi, pemikiran para
filsum Yunani (khususnya Plato dan Aristoteles) pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan yang sitemik,sehingga tidak terdapat pertentangan di antara kedua
tokoh tersebut. Apabila dalam kenyataanya terdapat pertentangan atau
kejanggalan, hal itu bukanlah secara esensial, melainkan disebabkan oleh tiga
hal: pertama yaitu defenisi filsafat dibuat tidak benar. Kedua:pandangan orang
terhadap pemikiran kedua tokoh tersebut tidak benar dan ketiga, pengetahuan
kita tentang pertentangan itu tidak benar. Dengan demikian kesatuan filsafat tetap utuh.
b. Ketuhanan.
Membicarakan ketuhanan, al-farabi mengatakan “Allah adalah
wujud yang tidak mempunyai hole (matter, benda) dan tidak mempunyai form
(shurah, bentuk). Untuk membuktikan kesempurnaan wujud Tuhan, al-farabi membagi wujud kepada
dua tingkatannya yaitu:Wujud yang ada atau mungkin ada karena/disebabkanyang
lainnya seperti cahaya matahari ada karena ada matahari atau manusia karena ada
yang menciptakan, jadi keberadaannya ditentukan yang lain.Wujud yang mengadakan
dengan sendirinya, yaitu wujud yang tabiatnya menghendaki wujudnya, bahkan ia
menyebabkan adanya wujud lain. Wujud inilah yang paling sempurna, yang disebut
al-farabi sebagai Tuhan.
3. Ibnu
sina.
Nama lengkapnya abu ali al-husein ibn
nabdillah ibn hasan ibn ali, dengan sebutan ibn sina. Ibn sina merupakan filsum
besar yang digelar sebagai “maha guru” kadang disebut juga dengan Aristoteles
baru. Filsuf ini lahir di desa Afsyanah, dekat persia utara tahun 370 H/980 M
dan wafat di Hamazahn 57 tahun kemudian, yaitu tahun 428 H/1037 M.sejak kecil
Ibn sina menampakkan kecerdasannya yang luar biasa. Misalnya ketika beliau berusia 10 tahun ia sudah mampu menghafalkan
al-quran dan di usia 16 tahun beliau juga sudah menguasai berbagai disiplin
ilmu, dan kemudian di usia 18 tahun beliau sudah menjadi guru.dan tak lupa
bahwa kepopuleran beliau ini adalah di bidang kedokteran.
Selain boidang kedokteran, ibn sina juga juga ahli dalam
bidang fisika, matematika, logika, dan asrtonomi.karya-karya terpenting di
antaranya adalah:
a. Al-shifa,
berisikan kajian logika, matematika dan filsafat.
b. Al-isyarat
wa al-tanbihat, berisikan kajian logika, filsafat, dan tasawuf.
c. Hadiyah
al-rais ila al-amir, sebuah buku yang dihadiahkan kepada sultan nuh bin mansur.
Dari pemikiran ibn sina, kajian dibatasi pada tiga bidang, adalah
sebagai berikut:
1)
Penciptaan alam.
Kajian tentang penciptaan alam masih merupakan bagian
dari pemikiran ibn sina, sebagai kelanjutan dari pemikiran al-farabi, seperti
tertuang dalam teori emanasi al-farabi. Sebagai kelanjutan, maka pemikirannya
merupakan penyempurnaan dari pemikiran sebelumnya. Kesempurnaan terletak pada
adanya jiwa dari setiap benda-benda akal. Hal ini terkait dengan pemikiran tentang
jiwa yang mendapat tempat yang strategis dalam sistem pemikiran ibn sina.
2) Jiwa.
Pemikiran ibn sina paling intens ialah mengenai jiwa,
yang diartikannya sebagai “kesempurnaan awal bagi jisim yang organik” untuk
membuktikan bahwa jiwa ada dan lebih sempurna dibanding jasad, ibn sina
mengajukan empat dalil yaitu:Jiwa dapat mengetahuan obyek pemikiran yang tidak dapat dilakukan dengan jisim.Jiwa
dapat mengetahui hal-hal abstrak dan juga zatnya tanpa menggunakan alat,
sedangkan indra dan khayal tidak dapat
melakukannya, apalagi badan.Jasad apabila sering melakukan kerja berat akan
mengalami keletihan, sedang jiwa (akal) apabila sering memikirkan yang berat
akan memiliki ketajaman pemikiran.Jasad akan mengalami ketuaan dan proses melemahnya organ-organ,
sedang jiwa semakin berusia tua, semakin memiliki pandangan yang lebih
sempurna.
3)
Akal.
Kelanjutan dari kajian jiwa di atas ialah kajian mengenai
akal. Ibn sina memiliki tingkatan sesuai dengan obyek pemikirannya. Yang
pertama yaitu akal dasar sebagai potensi yang selalu siap berpikir. Kedua
adalah akal pengetahuan yaitu akal potensial yang teraktual ketika menghadapi
obyek pemikiran. Ketiga, akal tulen, yaitu ketika senantiasa teraktual dalam
kehidupan. Keempat, akal daya upaya, baik yang dimilik manusia maupun nabi. Akal ini berfungsi di dalam
menghadapi obyek pemikiran yang non material (metafisik).
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Filsafat atau philosophyl dalam bahasa
inggiris, atau falsafah dalam bahasa arab merupakan istilah yang diwariskan
dari tradisi pemikiran yunani kuno. Filsafah dalam harfiah berarti”cinta
kebijaksanaan” . filsafat telah berhasil mengubah pola pemikiran bangsa yunani
dan umat manusia dari pandangan mitisentris dan logosentris. Dengan filsafat,
pola pemikiran yang selalu tergantung pada dewa di ubah menjadi pola pikir yang
tergantung pada rasio.
Berfilsafat
termasuk dalam berpikir namun berfilsafat tidak didentik dengan berpikir.
Sehingga tidak semua dari orang yang berpikir itu disebut berfilsafat, namun dapat
di ambil kesimpulan bahwa semua orang yang berfilsafat itu adalah orang yang
berpikir. Berpikir dalam arti berfilsafat adalah berpikir yang konsepsional,
mendasar, sehingga menyentuh esensi yang ia pikirkan.
DAFTAR FUSTAKA
Bakker, Anton, metodologi penelitian filsafat, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1983.
Achmadi, Asmoro, filsafat
umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Mustansyir, Rizal,
& Munir, Misnal, Filsafat ilmu, Yokyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001.
Bambang, & Juli,
Radea, Filsafat Untuk Umum, Jakarta: Prenada
Media, 2003.
Sudarto, Metodologi penelitian filsafat,
Jakarta:PT Raja grafindo persada,1997.
Mulyahdi
Kartanegara, Filsafat umum, Jakarta: Gaya
media pratama,2001.
<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
Komentar
Posting Komentar