MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekol...

MAKALAH CARA BERPIKIR FILOSOFIS


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.
             Filsafat atau philosophyl dalam bahasa inggiris, atau falsafah dalam bahasa arab merupakan istilah yang diwariskan dari tradisi pemikiran yunani kuno. Filsafah dalam harfiah berarti”cinta kebijaksanaan” . filsafat telah berhasil mengubah pola pemikiran bangsa yunani dan umat manusia dari pandangan mitisentris dan logosentris. Dengan filsafat, pola pemikiran yang selalu tergantung pada dewa di ubah menjadi pola pikir yang tergantung pada rasio.
            Plato mengatakan “filsafat tidak lain dari pada usaha mencari kejelasan dan kecermatan secara gigih dan dilakukan terus-menerus.”dan aristoteles juga mendefinisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,ekonomi dan politik.Filsafat bukan merupakan  sesuatu yang abstrak karena filsafat tidak hanya berkut dengan buku-buku sulit.akan tetapi filsafat berangkat dari pergulatan dari reaslitas kehidupan sehari-hari.
B.                Rumusan Masalah.
1.      Bagaimana cara berpikir seorang filosofis...?
2.      Bagaimana ciri-ciri seorang filosofis........?
3.      Bagaimana bentuk dari filsafat sebagai cara berpikir...?
4.      Bagaimana berpikir seorang filsafat muslim....?
C.     Tujuan.
1.      Cara berpikir seorang filosofis dalam bentu filsafat tradisional dan filsafat ilmiah.
2.      Mengetahuan kefilsafatan/ ciri-ciri kefilsafatan.
3.      Mengetahuai bentuk dari filsafat sebagai cara befikir.
4.      Dapat mengetahuai ciri-ciri filsafat.
5.      Mengetahui cara berpikir filsuf dalam dunua nuslim.
6.      Agar dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing.
                                                           

BAB II
PEMBAHASAN

A.    CARA BERPIKIR SEORANG FILOSOFIS.                                                   
Berfilsafat itu adalah berpikir, tapi tidak semua yang berpikir itu dikatakan berfilsafat. Berfikir nonfilsafat dibedakan menjadi dua:
1.      Berpikir tradisional
            Berfikir secara tradisional  ialah berpikir tanpa mendasarkan pada aturan-aturan berpikir ilmiah. Artinya berpikir hanya mendasarkan pada tradisi atau kebiasaan yang sudah berlaku sejak nenek moyang sehingga merupakan warisan lama.
              Sebagai contoh, berpikir tradisional dalam bidang penyembuhan: kalau ada anak sakit Gondongen (pembengkakan pada leher), secara spontan orang tuanya segera mencarikan buah pace, kemudian dikalungkan pada leher si sakit; tanpa berpikir panjang, mengapa orang tua berbuat demikian karena hal itu sudah merupakan kebiasaan/ tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang mereka dan yang terpenting si sakit tersebut dapat sembuh dari penyakitnya. Dan hal semacam ini banyak sekali dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat khususnya masyarakat Jawa.
2.      Berpikr ilmiah.
             Berpikir ilmiah adalah berpikir yang memakai dasar-dasar ataupun suatu aturan-aturan pemikiran ilmiah, diantaranya seperti metodis, sestematis, objektif, dan juga umum.
a. Metodis : menggunakan metode, cara, jalan, yang lazim digunakan dalam disiplin ilmu yang dibicarakan.
b. Setematis : dalam berpikir masing-masing unsur saling  berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan, sehingga dapat tersusun suatu pola pengetahuan yang rasional.
c. Obyektif : kebenaran dari hasil pemikirannya dapat memperoleh bobot obyektif, tidak lagi bersifat subyektif.
d.Umum : tingkat kebenaran yang mempunyai bobot obyektif tersebut dapat berlaku umum, dimana saja dan kapan saja.
            Berfilsafat termasuk dalam berpikir namun berfilsafat tidak didentik dengan berpikir. Sehingga tidak semua dari orang yang berpikir itu disebut berfilsafat, namun dapat di ambil kesimpulan bahwa semua orang yang berfilsafat itu adalah orang yang berpikir. Berpikir dalam arti berfilsafat adalah berpikir yang konsepsional, mendasar, sehingga menyentuh esensi yang ia pikirkan. Pemikikran kefilsafatan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Metodis, adalah menggunakan metode, cara, jalan, yang biasa ataupun                      lazim digunakan oleh para filsum dalam proses berpikir filsafat.
2.      Sestematis, dalam berpikir setiap unsur saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya secara teratur dalam suatu keseluruhan, sehingga dapat tersusun dalam suatu pola pemikiran yang filosofis.
3.      Koheren, dalam unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan antara satu sama lain namun juga memuat uraian yang logis.
4.      Rasional, adala harus mendasarkan pada kaidah berpikir yang benar ataupun logis.
5.      Komprehensif, artinya berpikir secara menyeluruh, artinya melihat ebjek tidak hanya melihat dari satu sisi sudut pandang, melainkan secara multidimensional. Disinilah perlunya filsafat dan ilmu pengetahuan.
6.      Radikal, berpikir secara mendalam, sampai pada akar-akarnya yang paling ujung, artinya saling menyentuh akar persoalannya.
7.      Universal,muatan kebenarannya sampai tingkat  umum universal, mengarah pada pandangan   dunua,mengarah pada realitas hidup dan realitas uamt kehidupan manusia secara keseluruhan.[1]
                Para filsum terkenal telah banyak menyumbangkan metode berpikir filsafat, dalam proses mencari kebenaran.mereka mampu menyumbangkan konsepsi pemikiran untuk mengungkap misteri kehidupan manusia. Bahkan tidak hanya manusia yang menjadi obyek pemikiran,tetapi meliputi seluruh yang adadan mungkin ada. (tuhan, alam semesta, dan manusia)pola pemikiran di dalam metode berpikir (berfilsafat) berawal dari titik pangkal dan dasar kepastian, seperti logika konsepsional dan intuisi,seperti penalaran (induktif)dan penalaran (deduktif).
              Beberapa metode berpikir (berfilsafat) yang telah dirumuskan oleh Dr. Anton Bakker dalam bukunya. Yang mana di dalam uraian ini akan di jelaskan.
1.      Metode intuitif (plotinus dan henri bergson)
            Plotinus (205-270)  ia sendiri mengeku sebagai pengikut ajaran Plato, maka alirannya dikenal dengan nama neo-platonisme. Plotinus seorang mistikus yang mempunyai pengalaman langsung secara pribadi akan rahasia ilahi. Tetapi pemikirannya benar-benar  bersifat metafisik, merupakan filsafat sistematis dan bukan berdasarkan wahyu. Tingkat-tingkat dan penghayatan-penghayatan kesatuan dengan “yang mutlak”di ungkapkan dengan kategori-kategori intelektual dan spekulatif.
2.      Henri Bergson (1859-1941)
            Filsafat Bergson bersifat spritualistis, ia akan menyelami kegiatan spritual intern di dalam individu yang kongkret, tetaapi dengan cara ilmiah, suatu cara yang membangkitkan bebih dapat di pertanggungjawabkan.[2]

B.       FILSAFAT SEBAGAI CARA BERPIKIR.
              Berpikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yang sangat mendalam  sampai hakikat,atau berpikir secara global ataupun menyeluruh, atau juga berpikir dapat dilihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan. Berpikir yang demikian ini sebagai upaya untuk dapat berpikir secara tepat dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:


1.      Harus sistematis.
          Pemikiran yang sistematis ini dimaksudkan untuk menyusun suatu pola pengetahuan yang rasional. Sistematis adalah masing-masing unsur saling berkaitan satu sama dengan lain secara teratur dalam suatu keseluruhan. Sestematis pemikiran seorang filosofis banyak pengaruhi oleh keadan dirinya, lingkungan, zamannya, pendidikan, dan sistem pemikiran yang mempengaruhi.
2.      Harus konsepsional.
          Secara umum istilah konsepsional berkaitan dengan ide (gambar) atau gambaran yang melekat pada akal pikiran yang berada dalam intelektual. Gambaran tersebut mempunyai bentuk tangkapan sesuai dengan riilnya. Sehingga maksud dari kata konsepsional tersebut sebagai upaya  untuk menyusun suatu bagan yang terkonsepsi (jelas).karena berpikir secara berfilsafat sebenarnya berpikir tentang hal dan prosesnya.
3.      Harus koheran.
         Koheran atau runtut adalah unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian –uraian yang bertentangan satu sama lain. Koheran atau runtut di dalamnya memuat suatu kebenaran logis. Sebaiknya, apabila suatu uraian yang didalamnya tidak memuat kebenaran logis, uraian tersebut dikatakan sebagai uraian yang tidak koheran/ runtut.
4.      Harus rasional.
            Maksud rasional adalah unsur-unsurnya berhubungan secara logis. Artinya, pemikiran filsafat harus di uraikan dalam bentuk yang logis, yaitu suatu bentuk kebenaran yang mempunyai kaidah-kaidah (logika).
5.      Harus sinoptik.
            Sinoptik artinya pemikiran filsafat harus melihat hal-hal secara menyeluruh atau dalam kebersamaan secara integral.
6.      Harus mengarah kepada pandangan dunia.
              Maksudnya adalah pemikiran filsafat sebagai upaya untuk memahami semua realitas kehidupan dengan jalan menyusun suatu pandangan (hidup) dunia, termasuk didalamnya menerapkan tentang dunia dan semua hal yang berada di dalamnya (dunia).[3]

C.     CIRI-CIRI PEMIKIRAN PARA FILSUF
              Menurut clarence I. Lewis seorang ahli logika mengatakan bahwa filsafat itu sesungguhnya suatu proses refleksi dari bekerjanya akal. Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses refleksi adalah berbagai kegiatan atau problem kehidupan manusia. Tidak semua kegiatan atau baerbagai problem kehidupan tersebut dikatakan sampa pada derajat  pemikiran filsafat,api dalam kegiatan atau problem yang terdapat beberapa ciri yang dapat mencapai derajat pemikiran filsafat adalah sebagai berikut.
1.      Sangat umum atau universal
         Pemikiran filsafat mempunyai kecenderungan sangat umum, dan dan tingkat keumumannya sangat tinggi. Karena pemikiran filsafat tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus, akan tetapi bersangkutan dengan konsep-konsep yang sifatnya umum, misalnya tentang manusia, tentang keadilan, tentang kebebasan dan lainnya.
2.      Tidak faktual
         Kata lain tidak faktual adalah spekulatif, yang artinya filsafat membuat dugaan-dugaan yang masuk akal mengenai sesuatu dengan tidak berdasarkan pada bukti. Hal ini sebagai sesuatu hal yang melampaui tapal batas dari fakta-fakta pengetahuan ilmia. Jawaban yang didapati dari dugaan-dugaan tersebut sifatnya spekulatif. Hal ini bukan berarti bahwa pemikiran filsafat tidak termasuk dalam lingkup kewenangan khusus.
3.      Bersangkutan dengan nilai
         C.J.Ducasse mengatakan bahwa filsafat merupakan usaha untuk mencari pengetahuan, berupa fakta-fakta, yang disebut penilaian. Yang dibicarakan dalam penilaian adalah tentang yang baik dan buruk, yang susila ada asusila dan akhirnya filsafat sebagai nsuatu usaha untuk mempertahankan nilai. Maka selanjutnya dibentuklah sistem nilai, sehingga lahirlah apa yang disebut sebagai nilai sosial,nilai keagmaan, nilai budaya, dan lainnya. Selanjutnya Ducasse mengatakan bahwa tugas filsafat  dewasa ini memberikan patokan-patokan dan membicarkan persoalan-persoalan moral yang disajikan kepad manusia oleh lingkungan sosialnya.
4.      Berkaitan dengan arti
         Diatas telah dikemukakan bahwa nilai selalu dipertahankan dan dicari. Sesuatu yang bernilai tentu di dalamnya penuh dengan arti. Agar para filosof dapat mengungkapkan ide-idenya sarat dengan arti, para filosof harus dapat menciptakan kalimat-kalimat yang logis dan bahasa  yang tepat (ilmiah), semua itu berguna untuk menghindari adanya kesalahan atau sesat pikiran.
5.      Implikatif
         Pemikiran filsafat yang baik dan terpilih selalu mengandung implikasi (akibat). Dari implikasi tersebut diharapkan akan mampu melahirkan pemikiran baru sehingga akan terjadi proses proses pemikiran yang dinamis. Dan pola pemikiran yang implikasi akan dapat menyuburkan intelektual.[4]

D.    PARA FILSUF MUSLIM DAN PEMIKIRANNYA.
1.      Al-kindi.
         Nama lengkapnya adalah abu yusuf bin ishak, anak seorang gubernur kufah dan mempunyai keturunan langsung kepada ya`qub bin qathan nenek pertama suku arabia selatan. Ia lahir pada tahunh 185 H atau pada 801 M, yang mana al- kindi hidup dalam kecemerlangan dunia islam di fase dinasti abbasiah.al- kindi merupakan filsum yang produktif, terbukti dengan banyaknya karya beliau.yang mana  karya beliau tersebut dikelompokkan kepada 17 kelompok diantaranya adalah filsafa, logika, ilmu hitung, musik dan yang lainnya.Sebagai filsum al-kindi merumuskan pemikiran kefilsafatan. Dalam uraian disini hanya dibatasi pada dua kajian terpenting yaitu: Hubungan agama dan filsafat.
            Problem pertama yang dihadapi para filsafat muslim  adalah “bagaimana memadukan kebenaran yang bersumber dari kitab suci dengan kebenaran filsafat yang bersumber dari diri manusia yang sebagian ajarannya di pandang bertentangan dengan ajaran agama islam” untuk menghindari dari pertentangan ini al- kindi mengadakan pemanduan (talfiq)yang dimulai dari memposisiskan pengertian filsafat. Adapaun yang termasuk didalam bidang filsafat adalah ilmu ketuhanan (rububiyah), ilmu keesaan (wahdaniyah), dan ilmu keutamaan (fadhilat).Untuk membuktikan adanya Tuhan, al-kindi menggunakan tiga argumen (dalil) yaitu:
         Pertama,barunya alam. Berbeda dengan ulama kalam, menurut al-kindi argumen ini berpijak pada sebab,apakah bisa di pahami dalam alam ini menjadi sebab bagi adanya atau tidak..???? al-kindi menjawab tidak, karena pasti ada sebab yang mendahuluinya.dengan demikian alam ini ada sebab yang mendahuluinya dan berarti ada permulaan, karena itu ia baru.
         Kedua, keseragaman dan kesatuan. Dalil ini berpijak pada kenyataan bahwa alam empiris tidak terlepas dari adanya keseragaman yang bersumber dari kesatuan, atau sebaliknya.
         Ketiga, pengendalian. Suatu dalil yang didasarkan pada keteraturan alam tentu tidak terlepas dari adanya pengetur dan pengendali dari keteraturan alam, yaitu Tuhan.
2.      Al- farabi
         Nama lengkapnya adalah Abu Nars Muhahmmad bin Muhammad bin Tharkhan, lahir di wasij distrik farab, turkestan tahun 258 H/ 339 M, adri seorang ayah persia dan ibu turki. Beliau adalah filsum besar muslim yang yang banyak menyusun karya filsafat, bahkan memadukan beberapa kejanggalan-kejanggalan,terutama antara Plato dna Aristoteles[5].   Sebagaimana yang dijelaskan di atas, bahwa pemikiran al-farabi mencakup beberapa aspek,namun dibatasi pada tiga masalah utama, sebagai berikut:
a.         Kesatuan filsafat.
         Menurut al-farabi, pemikiran para filsum Yunani (khususnya Plato dan Aristoteles) pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang sitemik,sehingga tidak terdapat pertentangan di antara kedua tokoh tersebut. Apabila dalam kenyataanya terdapat pertentangan atau kejanggalan, hal itu bukanlah secara esensial, melainkan disebabkan oleh tiga hal: pertama yaitu defenisi filsafat dibuat tidak benar. Kedua:pandangan orang terhadap pemikiran kedua tokoh tersebut tidak benar dan ketiga, pengetahuan kita tentang pertentangan itu tidak benar. Dengan demikian  kesatuan filsafat tetap utuh.
b.    Ketuhanan.
         Membicarakan  ketuhanan, al-farabi mengatakan “Allah adalah wujud yang tidak mempunyai hole (matter, benda) dan tidak mempunyai form (shurah, bentuk). Untuk membuktikan kesempurnaan  wujud Tuhan, al-farabi membagi wujud kepada dua tingkatannya yaitu:Wujud yang ada atau mungkin ada karena/disebabkanyang lainnya seperti cahaya matahari ada karena ada matahari atau manusia karena ada yang menciptakan, jadi keberadaannya ditentukan yang lain.Wujud yang mengadakan dengan sendirinya, yaitu wujud yang tabiatnya menghendaki wujudnya, bahkan ia menyebabkan adanya wujud lain. Wujud inilah yang paling sempurna, yang disebut al-farabi sebagai Tuhan.
3.      Ibnu sina.
         Nama lengkapnya abu ali al-husein ibn nabdillah ibn hasan ibn ali, dengan sebutan ibn sina. Ibn sina merupakan filsum besar yang digelar sebagai “maha guru” kadang disebut juga dengan Aristoteles baru. Filsuf ini lahir di desa Afsyanah, dekat persia utara tahun 370 H/980 M dan wafat di Hamazahn 57 tahun kemudian, yaitu tahun 428 H/1037 M.sejak kecil Ibn sina menampakkan kecerdasannya yang luar biasa. Misalnya ketika beliau  berusia 10 tahun ia sudah mampu menghafalkan al-quran dan di usia 16 tahun beliau juga sudah menguasai berbagai disiplin ilmu, dan kemudian di usia 18 tahun beliau sudah menjadi guru.dan tak lupa bahwa kepopuleran beliau ini adalah di bidang kedokteran.
            Selain boidang kedokteran, ibn sina juga juga ahli dalam bidang fisika, matematika, logika, dan asrtonomi.karya-karya terpenting di antaranya adalah:
a.       Al-shifa, berisikan kajian logika, matematika dan filsafat.
b.      Al-isyarat wa al-tanbihat, berisikan kajian logika, filsafat, dan tasawuf.
c.       Hadiyah al-rais ila al-amir, sebuah buku yang dihadiahkan kepada sultan nuh bin mansur.
      Dari pemikiran ibn sina, kajian dibatasi  pada tiga bidang, adalah
sebagai berikut:
1)        Penciptaan alam.
            Kajian tentang penciptaan alam masih merupakan bagian dari pemikiran ibn sina, sebagai kelanjutan dari pemikiran al-farabi, seperti tertuang dalam teori emanasi al-farabi. Sebagai kelanjutan, maka pemikirannya merupakan penyempurnaan dari pemikiran sebelumnya. Kesempurnaan terletak pada adanya jiwa dari setiap benda-benda akal. Hal ini terkait dengan pemikiran tentang jiwa yang mendapat tempat yang strategis dalam sistem pemikiran ibn sina.
2)   Jiwa.
            Pemikiran ibn sina paling intens ialah mengenai jiwa, yang diartikannya sebagai “kesempurnaan awal bagi jisim yang organik” untuk membuktikan bahwa jiwa ada dan lebih sempurna dibanding jasad, ibn sina mengajukan empat dalil yaitu:Jiwa dapat mengetahuan obyek pemikiran  yang tidak dapat dilakukan dengan jisim.Jiwa dapat mengetahui hal-hal abstrak dan juga zatnya tanpa menggunakan alat, sedangkan indra dan  khayal tidak dapat melakukannya, apalagi badan.Jasad apabila sering melakukan kerja berat akan mengalami keletihan, sedang jiwa (akal) apabila sering memikirkan yang berat akan memiliki ketajaman pemikiran.Jasad akan mengalami  ketuaan dan proses melemahnya organ-organ, sedang jiwa semakin berusia tua, semakin memiliki pandangan yang lebih sempurna.
3)             Akal.
            Kelanjutan dari kajian jiwa di atas ialah kajian mengenai akal. Ibn sina memiliki tingkatan sesuai dengan obyek pemikirannya. Yang pertama yaitu akal dasar sebagai potensi yang selalu siap berpikir. Kedua adalah akal pengetahuan yaitu akal potensial yang teraktual ketika menghadapi obyek pemikiran. Ketiga, akal tulen, yaitu ketika senantiasa teraktual dalam kehidupan. Keempat, akal daya upaya, baik yang dimilik manusia  maupun nabi. Akal ini berfungsi di dalam menghadapi obyek pemikiran yang non material (metafisik).[6]



















                                                     BAB III
PENUTUPAN
A.    Kesimpulan
      Filsafat atau philosophyl dalam bahasa inggiris, atau falsafah dalam bahasa arab merupakan istilah yang diwariskan dari tradisi pemikiran yunani kuno. Filsafah dalam harfiah berarti”cinta kebijaksanaan” . filsafat telah berhasil mengubah pola pemikiran bangsa yunani dan umat manusia dari pandangan mitisentris dan logosentris. Dengan filsafat, pola pemikiran yang selalu tergantung pada dewa di ubah menjadi pola pikir yang tergantung pada rasio.
Berfilsafat termasuk dalam berpikir namun berfilsafat tidak didentik dengan berpikir. Sehingga tidak semua dari orang yang berpikir itu disebut berfilsafat, namun dapat di ambil kesimpulan bahwa semua orang yang berfilsafat itu adalah orang yang berpikir. Berpikir dalam arti berfilsafat adalah berpikir yang konsepsional, mendasar, sehingga menyentuh esensi yang ia pikirkan.

                       
















DAFTAR FUSTAKA
Bakker, Anton, metodologi penelitian filsafat, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1983.
Achmadi, Asmoro,  filsafat umum, Jakarta: Rajawali  Pers, 2014.
Mustansyir, Rizal, & Munir, Misnal,  Filsafat ilmu, Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Bambang, & Juli, Radea,  Filsafat Untuk Umum, Jakarta: Prenada Media, 2003.
Sudarto, Metodologi penelitian filsafat, Jakarta:PT Raja grafindo persada,1997.
Mulyahdi Kartanegara, Filsafat umum, Jakarta: Gaya media pratama,2001.




[1] Sudarto, Metodologi penelitian filsafat,(Jakarta:PT Raja grafindo persada,1997),hlm 28-31.
[2]Anton Bakker, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1983), hlm.9-11.  
[3]Bambang, Radea Juli, Filsafat Untuk Umum (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm.54.
[4] Asmoro Achmadi, Filsafat umum,(Jakarta:Rajawali pers, 2014),hlm.9-11.
[5]Rizal Mustansyir, Misnal Munir, Filsafat Ilmu (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm 29-32.
[6] Mulyahdi Kartanegara, Filsafat umum,(Jakarta:Gaya media pratama,2001),hlm.113-139.

<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL