BAB
I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Usaha penerjemahan naskah-naskah dalam berbagai
cabang ilmu pengetahuan dan filsafat telah dilakukan pada masa klasik Islam
dari berbagai bahasa seperti bahasa Suryani, Yunani, Persia, dan India kedalam
bahasa Arab. Usaha penerjemahan tersebut berlangsung kurang dari satu setengah
abad pada zaman klasik Islam ( abad ke I hingga abad ke-7 H) dan berlangsung
secara besar-besaran di Baghdad sejak masa khalifah Al-mansyur (137-159 H/
754-775 M) serta mencapai puncaknya pada masa khalifah Al-makmun (198-218 H/ 813-833
M)
Lebih lanjut usaha tersebut
menghasilkan berbagai karya dalam bahasa Arab diberbagai perpustakaan, baik
yang dibangun oleh para penguasa muslim maupun yang digagas oleh para hartawan.
Ketersediaan berbagai buku, terjemahan tersebut dimanfaatkan oleh kalangan
muslim untuk berkenalan dengan ilmu pengetahuan dan filsafat seperti yang
dilakukan oleh kalangan kristen, yahudi, dan majusi pada masa sebelum Islam.
Kelompok yang dibahas pada bab ini
adalah para filsuf muslim timur. Hal ini dikarenakan duniaIslam belahan timur
yang berpusat di Bagdhad (Irak) pada zaman klasik Islam lebih dahulu melahirkan
filsuf muslim daripada dunia Islam belahan barat yang berpusat di Cordoba (
Spanyol) dengan memanfaatkan materi filsafat Yunani dari Plato, Aristoteles,
Phytagoras, Demokritos, Plotinus dan lain-lain, tetapi tetap berpegang teguh
pada Al-qur’an dan hadis, para filsuf muslim membangun satu corak folsafat yang
disebut filsafat Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
Filosof Al-Kindi
Al-Kindi
(185 H/801 M – 260 H/873 M) adalah filosof muslim pertama. Pengetahuan filsafat
pada abad ke-2 hijriah / ke-8 M berada di tangan orang-orang kristen Syria,
yang terutama para dokter. Mereka mulai menerjemahkan karya-karya berbahasa
yunani kedalam bahasa arab atas dorongan halifah. Sebagai muslim arab pertama
yang mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat Al-Kindi patut disebut “ahli
filsafat arab”.
Nama
lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishaq ibn Sabbah ibn Imaran ibn
Ismail al-Ash’ats bin Qais al-Kindi. Kinddah salah satu suku arab besar pra
islam. Kakeknya al-Ash’ats bin Qais memeluk islam dan dianggap sebagai salah
satu seorang sahabat nabi saw. Al-Ash’ats bersama beberapa perintis muslim
pergi ke kufah, tempat ia dan keturunannya mukim. Ayah al-kindi Ishaq al-
Sabbah ,menjadi gubernur kufah selama kekhalifaan Abbasiyah al-Mahdi dan
Al-Rasyid. Kemiungkinan besar al-Kindi lahir pada tahun 1085 H/801 M sekitar
satu dasar warsa sebelum khalifah al-Rasyid meninggal.
Kuffah
dan Basrah pada abad ke2 H atau ke-8 M dan ke-3 H atau ke-9 M merupakan dua
pusat kebudayaan islam yang bersaingan kuffah lebih cendrung kepeda studi-studi
aqliyah dan dalam lingkungan intelektual inilah al-Kindi melewatkan masa
kanak-kanaknya. Dia menghafal al-qur’an mempelajari tata bahasa arab kesusatraan
dan ilmu hitung yang kesemuanya itu merupaka kurikulum bagi semua anak muslim.
Ia kemudian mempelajari fiqih dan disiplin baru yang disebut kalam. Tetapi
tanpaknya ia lebih tertarik kepada ilmu pengetahuan dan filsafat, ia kepada
keduanya ia mengabdikan seluruh sisa hidupnya. Al-Kindi mempelajari bahasa
yunani tetapi ia menguasai bahasa Syiria yang dengannya ia menerjemahkan
beberapa karya. Ia juga memperbaiki terjemahan bahasa arab seperti terjemahan Enneads-nya Plotinus oleh al-Himsy yang sampai kepada orang-orang arab sebagai
salah satu karya Aris Toteles.
Dibaghdad
ia berkenalan dengan al-Ma’mun, al-Mu’tasim dan putra al-Mu’tasim Ahmad. Ia
diangkat sebagai guru pribadi Ahmad ibn al-Mu’tasim yang kepadanya ia
persembahkan karya-karya pentingnya. Ibn Nabatah berkata “Al-Kindi dan
karya-karyanya telah menghiasi kerajaan al-Mu’tasim”. Ia jaya di masa
pemerintahan al-Mutawakkil (232-247 H/847-861 M). Sebuah kisah oleh ibn Aby
Usaibi’ah menceritakan ke masyhuran al-Kindi pada masa itu kemajuan
pengetahuannya dan kamsyhuran perpustakaan pribadinya. Kisah itu sepenuhnya
demikian “Muhammad dan Ahmad dua putra Musa ibn Syakir yang bersekongkol untu
memusuhi orang yang maju dalam ilmu pengetahuan, mengutus sanad ibn Ali kle
Baghdad untuk memisahkan al-kindi dari al-Mtawakkil. Persekongkolan mereka
berhasil sehingga al-Mutawakkil memerintahkan agar al-Kindi dirangket.
Perpustakaannya.
Diantara
karyanya yang paling populer ialah mengenai sejarah para penguasa dan qadhi di
Mesir. Bagian awal kitab Al-Wulat wa Al-Qudhat mencatat para penguasa Mesir dan
panglima perang. Catatan ini diselingi dengan uraian mengenai kondisi Domestik
maupun Internasional Mesir. Ia menulis sejarah Mesir hingga wafatnya Al-Ikhsyid
tahun 335 H/946 M. Catatan ini diteruskan oleh sejarawan anonim sehingga
berdirinya dinasti Fathimiyah tahun 362 H/972 M. Al-Kindi menambahi catatn
biografi pra penguasa dengan catatan biografi qadhi Mesir sampai kepemimpinan
qadhi Bakar tahun 246 H/861 M. Ahmad bin Abdul Rahman bin Barat menambahi
catatan karya ini hingga sejarah tahun 366 H/977 M. Lalu dilanjutkan oleh
penulis anonim hingga catatan tahun 347-424 H/959-1033 M.
Ditilik
dari serarah peradilan, katya ini terbilang sangat penting karena tercatat
berbagai keputusan penting yang ditetapkan para qadhi. Pada tahun 1908 M R.
Gottheil mengpublikasikan karya ini dibawah judul The History Of Egyptian Qadhis. Selain
menerbitkan karya Al-Kindi publikasi R.Gottheil juga mencantumkan suplement
yang diambil dari karya Ibn Hajar Al-‘Asqalani Raf’u Al-Ishr ‘an Qudhat
Al-Mishr.
Riwayat
lain tentang sepakterjang al-Kindi dilukiskan dalam karikatur al-Jhaiz dalam
kitab al Buwkhala. Al-Kindi hidup mewah disebuah rumah yang dikebun rumahnya ia
memelihara banyak bintang langkah. Ia hidup menjauah dari masyarakat, bahkan
dari tetangga-tetangganya sebuah kisah menarik oleh al-Qiftih memeparkan bahwa
al-Kindi bertetangga dengan seorang saudagar kaya yang tidak pernah tahu bahwa
al-Kindi adalah seorang tabit ahli. Ketika sang saudagar tiba-tiba lumpuh dan
seorang tabibpun di Baghdad mampu menyembuhkannya, seseorang memberi tahu sang
saudagar bahwa ia bertetangga dengan filsuf tercemarlah yang sangat pandai
mengobati penyakit seperti itu. Al-Kindi mengobati anak yang sakit lumpuh itu
dengan musik.
B. Filsafat dan
Pemikiran Al- Kindi
Definisi
filsafat menurut al-Kindi adalah sebagai berikut:
a.
ilsafat
terdiri dari gabungan dua kata: philo (sahabat) dan Sophia (kebijakan).
Filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Definisi ini berdasarkan etimologi Yunani.
b.
Filsafat
adalah upaya manusia meneladani perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh
kemampuan akal manusia. Definisi ini merupakan definisi fungsional.
c.
Filsafat
adalah latihan untuk mati. Yaitu bercerainya jiwa dari badan, mematikan hawa
nafsu untuk mencapai keutamaan. Definisi ini merupakan definisi fungsional.
d.
Filsafat
adalah pengetahuan dari segala pengetahuan dan kebijaksanaan dari segala
kebijaksanaan. Definisi ini bertitik tolak dari segi kausa.
e.
Filsafat
adalah pengetahuan manusia tentang dirinya. Definisi ini menitikberatkan pada
fungsi filsafat sebagai upaya manusia untuk mengenal dirinya sendiri.
f.
Filsafat
adalah mengetahui tentang segala sesuatu yang abadi dan bersifat menyeluruh,
baik esensinya maupun kausa-kausanya. Definisi ini menitikberatkan pada sudut
pandang materinya.
Dan menurut al-Kindi, filsafat yang
paling tinggi tingkatannya adalah filsafat yang berupaya mengetahui kebenaran
yang pertama yakni kausa dari semua kebenaran.Filosuf yang sejati adalah
filosuf yang memiliki pengetahuan tentang yang utama.Pengetahuan tentang kausa
(penyebab) lebih utama daripada pengetahuan tentang akibat. Orang akan
mengetahui realitas secara sempurna jika mengetahui pula yang menjadi kausanya
(penyebabnya).
Menurut Al-kindi filsafat hendaknya
diterima sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Berdasarkan ini para sejarawan
Arab awal menyebutnya ‘’Filosof Arab’’. Memang gagasan-gagasan berasal dari
Aristotelianisme Neo-Platonis, namun juga benar bahwa ia meletakkan
gagasan-gagasan itu dalam konteks baru. Dengan mendamaikan warisan-warisan
Hellenistis dengan Islam, ia meletakkan asas- asas sebuah filsafat baru. Sungguh,
pendamaian ini untuk jangka lama menjadi ciri utama filsafat ini. Kemudian Al-kindi yang
mengkhususkan diri dalam semua ilmu pengetahuan yang dikenal pada masanya
tentangnya, tulisan-tulisannya cukup bukti menjadikan filsafat sebagai suatu
studi menyeluruh yang mencakup seluruh ilmu. Al-Farabi, Ibnu Shina, Ibnu Rusyd
mulanya ilmuan kemudian menjadi filosof. Karena itu Al- Nadin menempatkan
Al-kindi dalam kelompok filosof alami. Berikut ini gambaran penuhnya tentang
Al-kindi ‘’Al-kindi adalah manusia terbaik pada masanya, unik pengetahuannya
tetntang seluruh ilmu pengetahuan kuno, ia disebut filosof Arab. Buku-bukunya
mengandung aneka ilmu pengetahuan seperti logika, filsafat, geometri, ilmu
hitung, astronomi, dan sebagainya. Kami menyebutnya filosof alam, karena ia
menonojol dalam ilmu pengetahuan.
Filsafat merupakan pengetahuan tentang
kebenaran. Filosof muslim sebagaimana filosof Yunani percaya bahwa kebenaran
jauh berada diatas pengalaman, bahwa kebenaran itu abadi dialam. Batasan
filsafat dalam risalah Al-kindi tentang fisafat awal, berbunyi demikian
‘’filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat segala suatu dalam batas-batas
kemampuan manusia, karena tujuan para filosof dalam berteori ialah mencapai
kebenaran dan dalam berpraktek ialah menyesuaikan dengan kebenaran’’. Pada
akhir risalahnya ia menyifati Allah dengan istilah ‘’ kebenranan’’ yang
merupakan tujuan filsafat. Maka satu yang benar ( Al-wahid Al-haq) adalah yang
pertama, sang pencipta, sang pemberi rezeki semua ciptaanya, pandangan ini berasal
dari filsafat Aristoteles tetapi penggerak tak tergerakkan ( Unmovable Mover)
nya Aristoteles diganti dengan sang pencipta. Perbedaan ini menjadi inti sistem
filsafat Al-kindi.
Filsafat dibagi menjadi dua bagian
utama studi-studi teoritis, yakni fisika, matematika, dan metafisika dan
studi-studi praktis yaitu etika, ekonomi dan politik. Seorang penulis kemudian
sembari mengutip Al-kindi mengklasifikasikannya sebagai berikut ‘’ teori dan
praktek merupakan awal kebajikan. Masing-masing dibagi menjadi fisika,
matematika dan teologi. Praktek dibagi menjadi bimbingan diri, keluarga dan
masyarakat. Ibn Nabatah yang juga mengutip Al- kindi hanya menyebutkna
bagian-bagian teoritisnya. Ilmu-ilmu filsafat terdiri atas tiga hal, Petama
pengajaran ( ta’lim), yaitu matematika yang bersifat mengantar, kedua ilmu alam
yaitu yang bersifat terakhir, dan ketiga ilmu agama yang bersifat paling
tinggi.
Pengutamaan matematika berasal dari
Aristoteles, tetapi urutan terakhir dari tiga pengetahuan yang dimulai dengan
fisika, datang dari penganut filsafat Aristoteles terkemudian. Kemungkinan
besar Al-kindi mengikuti Ptolomeus yang membagi ilmu pengetahuan diawal
Almagest. Sejak masa itu matematika dikenal oleh orang-orang Arab sebagai
kajian pertama. Batasan filsafat dan
pembaiannya dalam filsafat muslim sebagaimana disebutkan diatas masih bersifat
tradisional sebagaiman dikatakan oleh Mustafa abd al-Raziq ‘’siakp memahami
makna filsafat dan pembagiannya berdasarkan materi pokok ini memajukan filsafat
muslim.
Filsafat pertama atau metafisika
merupakan pengetahuan tentang sebab pertama, karena seluruh filsafat lainnya
tercangkup dalam pengetahuan ini. Metode yang dianut dalam mengkaji filsafat
awal ialah penggunaan logika. Sejak kini logika menjadi alat para filosof dalam
upaya mencari kebenaran. Nilai Al-kindi sebagai filosof dalam masa-masa dahulu
diperdebatkan karena kurangnya teori logika dalam sistemnya. Syair Al-andalusi
berkata ‘’ Al-kindi menulis banyak buku tentang logika, yang tidak pernah
menjadi populer, tak pernah dibaca atau digunakan orang dalam ilmu pengetahuan,
karena buku-buku ini hampa seni analisis yang merupakan satu-satunya cara untuk
membedakan antara yang benar dan yang salah dalam setiap pengkajian.
Menurut Ya’qub dalam
tulisan-tulisannya seni sintesis tak dapat memberikan manfaat selam tal
mempunyai premis-premis yang pasti, yang dari premis-premis itu dapat dibuat
sintesis. Sukar bagi kita memberikan pendapat yang pasti tentang penilaian ini,
sebelum risalah-risalahnya tentang logika dikemukakan. Tetapi kenyataan bahwa
Al-Farabi disebut sebagai bapak kedua, lantaran upayanya memperkenalkan logika
sebagai metode berpikir dalam filsafat muslim tampak memperkuat penialain Said
diatas.
C. Pengaruh
Pemikiran Al-Kindi Terhadap Filsafat Islam
Al-Kindi
adalah filosof pertama dalam islam yang menyelaraskan agama dengan filsafat. Ia
melicinkan jalan bagi Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd. Ia memberikan dua
pandangan yang berbeda. Pertama, mengikuti jalur logika, dan memfilsafatkan
agama.Kedua, memandang agama sebagai sebuah ilmu ilahiyah yang menempatkannya
di atas filsafat.Ilmu ilahiyah ini diketahui lewat jalur para nabi.Tetapi
melalui penafsiran filosofis, agama menjadi selaras dengan filsafat.
Kebesaran
Al-Kindi telah dibuktikan dengan pengaruh Al-Kindi terhadap kemajuan peradaban
islam. Kemajuan ilmu pengetahuan di dunia islam yang dipelopori oleh Al-Kindi
ini telah mengantarkan Al-Kindi dan karya-karyanya menghiasi kerajaan
al-Mu’tasim. Ia juga mengalami masa kejayaan dimasa pemerintahan Al-muttawakil
(232-247 H/847-861 M). pemikiran Al-Kindi telah banyak menginspirasi banyak
para pemikir lain pada masa itu. Hal itu dibuktikan dengan sebagian karya
ilmiahnya telah diterjemaahkan oleh Gerard dari Cremona ke dalam bahasa latin.
Karya-karya itu sangat mempengaruhi Eropa pada abad pertengahan.Cardano
menganggap Al-Kindi sebagai salah satu dari duabelas pemikir terbesar.
Sejarah
filsafat yang berkembang di dunia Islam tidak bisa dilepaskan dari perkembangan
aliran kalam di tengah-tengah kaum muslimin, terutama pada masa ke khilafahan
Abbasiyah. Al-Kindi merupakan filosof muslim yang hidup pada zaman khalifah
Al-Ma’mun dan Al-Mu’tasim, dimana pemikiran Mu’tazilah berkembang secara pesat
waktu itu. Sehingga amat wajar jika pemikiran Al-Kindi merupakan kelanjutan
dari cara berfikir dari rumusan logika yang merupakan pengaruh filsafat yunani
dalam metode berfikir. Namun al-Kindi telah memfokuskan kajiannya lebih
mengarah pada filsafat daripada sekedar masalah teologis sebagaimana gagasan
para ulama mutakallimin.
Oleh
karena itu ia disebut sebagai filosof pertama di dunia Islam yang membuka jalan
atas derasnya pengaruh-pengaruh filsafat Yunani memasuki pemikiran para pemikir
muslim kala itu. Namun pada bagian ini penulis hanya membatasi kajian mengenai
pemikiran Al-Kindi seputar masalah ketuhanan, disebabkan topik yang menjadi
titik tekan adalah menyangkut masalah pemikiran Islam. Jika kita mencermati
pemikiran Al-Kindi mengenai keberadaan Tuhan maka kesimpulannya tidak jauh beda
dari apa yang digagas oleh ulama mutakallimin. Ia masih membuktikan keberadaan
Tuhan melalui metode pengamatan yang bersifat inderawi yaitu dengan baharunya
alam dan keteraturannya.
Namun
pada argumentasi mengenai ke anekaragaman alam untuk membuktikan keberadaan
Tuhan sangat nampak pemanfaatan logika mantiknya. Misalnya dengan proposisi
bahwa : Sang khalik adalah zat yang tidak sama dengan makhluknya, sedangkan
alam semesta yang sifatnya beraneka ragam adalah makhluk.
Dengan
demikian Tuhan tidak mungkin beraneka ragam sebagaimana makhluknya. Berdasarkan
logika mantik tersebut Al-Kindi menyusun argumentasinya bahwa keanekaragaman
mesti selalu ada bersama keseragaman, dan itu tidak mungkin terjadi karena
kebetulan namun karena sebab lain. Sebab lain itulah yang ia maksud adalah
Tuhan. Sesungguhnya akal pikiran manusia hanya bisa berfungsi melaui metode
pengamatan terhadap fakta-fakta yang terindera ataupun melalui informasi akurat
yang menjamin kepastiannya.
Pada
hal-hal yang tidak dapat di amati secara inderawi maupun tidak ada informasi
pasti yang membicakannya maka hal yang demikian merupakan diluar jangkauan
akal. Apa yang di gagas tentang keberadaan Tuhan oleh al-Kindi dengan bukti
baharunya alam memang merupakan hal yang dapat dijangkau oleh setiap manusia.
Sebagaimana
argumentasi orang-orang arab bahwa tidak akan ada kotoran unta jika tidak ada
untanya. Namun ketika ia melampaui batas
jangkauan akal dengan mencoba membahas subtansi zat Tuhan bahwa Tuhan tidak
berubah ataupun tidak bergerak dengan alasan bahwa gerak hanya dimiliki oleh makhluknya,
sementara Tuhan tidak sama dengan makhluknya, maka menurut hemat penulis ia
hanya menyimpulkan demikian berdasarkan rumusan logika mantik, bukan
berdasarkan pengamatan inderawi dan juga tidak ada keterangan sedikitpun
mengenai dzat Tuhan tersebut. Oleh karena itu sesungguhnya hal yang demikian
bukan hasil dari pemikiran berdasarkan akal dengan keterbatasannya, namun tidak
lebih hanya sekedar spekulasi atau imajinasi yang didasarkan pada rumusan
logika sebagai justifikasinya.
Adapun
Filsafat Al-Kindi diantaranya :
1.
Epistemologi
Al-Kindi
menyebutkan adanya tiga macam pengetahuan manusia.Pertama, pengetahuan
indrawi.Kedua, pengetahuan yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal atau
rasional.Ketiga, pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan yang disebut
pengetahuan isyraqi (iluminasi).
2.
Pengetahuan
indrawi.
Pengetahuan
indrawi terjadi secara langsung ketika orang mengamati terhadap objek-objek
material.Pengetahuan indrawi ini tidak memberi gambaran tentang hakikat suatu
realitas.Pengetahuan indrawi selalu bersifat juz'iy (parsial).Pengetahuan
indrawi sangat dekat pada pengindraannya, tetapi jauh dari gambaran tentang
alam pada hakikatnya.
3.
Pengetahuan
rasional.
Pengetahuan
tentang sesuatu yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal sifatnya universal,
tidak parsial.Objek pengetahuan rasional ialah genus dan spesies, bukan
individu.Orang mengamati manusia berbadan tegak dengan dua kaki, pendek,
jangkung, berkulit putih, dan lain sebagainya. Semua ini akan menghasilkan
pengetahuan indrawi. Tetapi jika orang mengamati manusia dan menyelidiki
hakikatnya sehingga sampai pada suatu kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk
berfikir, maka pengetahuan tersebut diperoleh dengan akal atau rasional, dan
telah mencakup semua individu manusia.
4.
Pengetahuan isyraqi.
Al-Kindi
mengatakan bahwa pengetahuan indrawi saja tidak akan sampai pada pengetahuan
yang hakiki tentang hakikat sesuatu. Pengetahuan rasional terbatas pada
pengetahuan tentang genus dan spesies.Banyak filosof yang membatasi jalan
memperoleh pengetahuan pada dua jalan tersebut. Al-Kindi, sebagaimana filosuf
isyraqi lainnya, mengingatkan adanya jalan lain untuk memperoleh pengetahuan
lewat jalan isyraqi (iluminasi). Yaitu pengetahuan yang langsung diperoleh dari
pancaran Nur Ilahi.Puncak dari jalan ini ialah wahyu yang diperoleh para nabi
yang berasal dari Tuhan.
Selanjutnya,
al-Kindi mengatakan bahwa selain Nabi mungkin ada sebagian orang yang mampu
memperoleh pengetahuan isyraqi meskipun derajatnya di bawah yang diperoleh para
nabi yang berasal dari wahyu Tuhan.Hal ini mungkin terjadi pada orang-orang
yang suci jiwanya.
5.
Filsafat
Ketuhanan.
Pandangan
al-Kindi tentang ketuhanan sangat sesuai dengan ajaran Islam.Bagi al-Kindi
Allah adalah wujud yang sebenarnya. Allah akan selalu ada dan akan ada selama-lamanya.
Allah adalah wujud yang sempurna, tidak didahului oleh yang lain. Dia tidak
berakhir. Sedangkan wujud yang lain disebabkan adanya Allah.
Menurut
al-Kindi, benda-benda yang ada di alam ini mempunyai dua hakikat: sebagai juz'i
(parsial) yang disebut 'aniah. Dan hakikat sebagai kulli (universal) yang
disebut mahiyah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan
spesies.
Tujuan
akhir dalam filsafat adalah untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan
tentang Tuhan.Allah dalam filsafat al-Kindi, tidak mempunyai hakikat dalam arti
'aniah dan mahiah.Allah tidak 'aniah karena Allah bukan benda yang mempunyai
sifat fisik dan tidak pula termasuk benda-benda di alam ini.Allah tidak
tersusun dari materi dan bentuk.Allah Tidak mahiah karena Allah tidak berupa
genus atau spesies.Bagi al-Kindi, Allah adalah unik.Dia hanya satu dan tidak
ada yang setara denganNya.Dialah yang benar pertama, dan yang benar
tunggal.Selain dariNya semuanya mengandung arti banyak.
Untuk
membuktikan adanya Allah, al-Kindi memajukan tiga argument.Pertama, baharunya
alam.Kedua, keanekaragaman dalam wujud.Ketiga, kerapian alam.
Tentang
dalil pertama, yakni baharunya alam, al-Kindi berangkat dari pertanyaan,
"apakah mungkin sesuatu menjadi sebab bagi wujud dirinya?".Menurut
al-Kindi, tidak mungkin, karena alam ini mempunyai permulaan waktu, dan yang
mempunyai permulaan pasti berakhir.Oleh karena itu, setiap benda ada yang
menyebabkan wujudnya dan mustahil adanya benda tersebut menjadi penyebab
wujudnya.Hal ini berarti alam semesta sifatnya baru, dan diciptakan oleh yang
menciptakannya, yakni Allah.
Tentang
dalil kedua, yakni keanekaragaman dalam wujud, al-Kindi menyatakan bahwa
terjadinya keanekaragaman dan keseragaman ini bukan secara kebetulan, tetapi
ada yang menyebabkan atau merancangnya.Sebagai penyebabnya, mustahil jika alam
itu sendiri yang menyebabkannya. Jika alam yang menjadi sebab, maka akan
terjadilah tasalsul (rangkaian) yang tidak akan ada habisnya. Sementara itu,
sesuatu yang tidak berakhir tidak mungkin terjadi pada alam ini.Oleh karena
itu, penyebabnya harus yang berada di luar alam itu sendiri, yakni zat yang
Maha dahulu.Dialah Allah Yang Maha Esa.
Tentang
dalil ketiga, yakni kerapian alam, al-Kindi menegaskan bahwa alam empiris ini
tidak mungkin teratur dan terkendali begitu saja tanpa ada yang mengatur dan
mengendalikannya.Pengatur dan pengendalinya tentu yang berada di luar alam.Ia
tidak sama dengan alam. Zat itu tidak terlihat, tetapi dapat diketahui dengan
melihat tanda-tanda atau fenomena-fenomena yang ada di alam ini. Zat itu tiada
lain adalah Allah SWT.
6.
Filsafat Alam.
Di
dalam risalahnya yang berjudul al-Ibanat 'an al 'illat al-Fa'ilat al-Qaribat fi
kawn wa al-Fasad, pendapat al-Kindi sejalan dengan Aristoteles bahwa benda di
alam ini dapat dikatakan wujud yang aktual apabila terhimpun empat 'illat,
yakni: materi benda, bentuk benda, pembuat benda, manfaat benda.
Tentang
barunya alam, al-Kindi mengemukakan tiga argumen, yakni gerak, waktu, dan
benda.Benda untuk menjadi ada harus ada gerak.Masa gerak menunjukkan adanya
zaman.Adanya gerak tentu mengharuskan adanya benda.Mustahil jika ada gerak
tanpa ada benda.Ketiganya sejalan dan pasti berakhir.
Pada
sisi lain, benda mempunyai tiga dimensi: panjang, lebar, dan tinggi. Ketiga
dimensi tersebut membuktikan bahwa benda tersusun.Dan setiap yang tersusun
tidak dapat dinamakan kadim. Apabila zaman kadim ditelusuri ke belakang tentu
saja tidak akan sampai pada akhirnya, karena ia tidak mampunyai awal. Begitu
pula zaman yang tidak mempunyai awal pada masa lampau tentu tidak akan sampai
pada masa sekarang. Oleh karena itu, zaman yang sampai pada masa sekarang ini
bukan kadim, melainkan baru.
Dalam
pandangannya tentang alam, al-Kindi menolak secara tegas terhadap pandangan
Aristoteles yang mengatakan bahwa alam semesta ini tak terbatas atau kadim.
Pendapat al-Kindi tentang barunya alam sama dengan pendapat kaum theologi
muslim dan berbeda dengan pandangan kaum filosof muslim yang datang sesudahnya
yang menyatakan bahwa alam ini kadim. Telah dijelaskan juga bahwa Alquran hanya
menginformasikan bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah SWT. Akan tetapi,
Alquran tidak menginformasikan secara detail tentang proses penciptaannya.
7.
Filsafat Jiwa.
Jiwa
merupakan unsur utama bagi manusia, bahkan ada yang mengatakan sebagai intisari
dari manusia. Kaum filosof muslim memakai kata al-nafs (jiwa) terhadap apa yang
diistilahkan Alquran sebagai al-ruh. Kata ini telah masuk ke dalam bahasa
Indonesia menjadi nafsu, nafas, dan roh.
Alquran
dan Hadis Nabi Muhammad SAW tidak menjelaskan secara tegas tentang roh atau
jiwa. Bahkan Alquran sebagai sumber pokok ajaran Islam, menginformasikan bahwa
manusia tidak akan mengetahui hakikat roh karena itu adalah urusan Allah dan
bukan urusan manusia.
Sebagaimana
jiwa dalam filsafat Yunani, al-Kindi mengatakan bahwa jiwa adalah jauhar basith
(tunggal, tidak tersusun, tidak panjang dan tidak lebar).Jiwa mempunyai arti
penting, sempurna, dan mulia.Substansinya berasal dari Allah. Hubungannya
dengan Allah sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Jiwa mempunyai wujud
tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan.Jiwa bersifat rohani
dan Ilahi.Sementara itu, jisim (tubuh) mempunyai hawa nafsu dan amarah.
Argumen
tentang perbedaan jiwa dengan badan, menurut al-Kindi, jiwa menentang keinginan
badan.Apabila nafsu marah mandorong manusia untuk melakukan kejahatan, maka
jiwa menentangnya. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa jiwa yang melarang
tentu tidak sama dengan badan sebagai yang dilarang.
Dalam hal ini,
al-Kindi menolak pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa jiwa manusia
sebagaimana benda-benda, tersusun dari dua unsur, yakni materi dan
bentuk.Materi ialah badan.Bentuk ialah jiwa manusia.Bentuk atau jiwa tidak bisa
mempunyai wujud tanpa materi atau badan, dan begitu pula sebaliknya.Pendapat
ini mengandung arti kemusnahan badan membawa kemusnahan jiwa.Namun pendapat
al-Kindi dalam masalah ini lebih dekat pada pendapat Plato yang mengatakan
bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan accident.Binasanya badan
tidak membawa binasanya jiwa. Di sisi lain al-Kindi juga menolak pendapat Plato
yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari alam ide.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejarah intelektual di dunia Islam yang mana
sumbangannya tidak bisa dipungkiri, tetapi disisi lain, filsafat juga dianggap
unsur luar yang mengacak-acak ajaran Islam. Bisa jadi, ini karena watak
filsafat itu sendiri. Filsafat, apapun nama dan bentuknya, adalah keberanian
untuk mempertanyakan kebenaran-kebenaran yang dalam pandangan umum telah
diyakini kebenarannya. Watak “subversif” filsafat ini juga bisa juga ditemukan
dalam filsafat islam. Kita ketahui bersama bahwasanya filsafat di bagi atas
beberapa periode, periode pertama yang merupakan awal munculnya filsafat yaitu
berasal dari Yunani, karena di sana terdapat beberapa orang yang cenderung
menggunakan otak sebagai landasan berpikir.
Tokoh – tokoh seperti Socrates, Plato dan
Aristotales. Periode kedua yang merupakan masa pertengahan adalah filsafat
Islam. Filsafat Islam klasik mulai berkembang pada masa al-Kindi, yang mana
menurut Sulaiman Hasan bahwasanya tidak ada seorangpun filosof Islam kecuali
al-Kindi, karena baginya ia merupakan seorang filosof pertama dalam Islam
begitu juga merupakan filosof Arab pertama.
Dalam pengembangan filsafatnya al-Kindi mengikuti
falsafah Arestoteles. Hal itu bisa dibuktikan dari buku-buku filsafat yang
dikarang oleh al-Kindi lebih banyak mengarah pada buku-buku karangan
Aristotales. Yang mana pemikiran al-Kindi dalam filsafat sendiri meliputi:
1.
Talfiq,
Al-Kindi berusaha memadukan (talfiq) antara agama dan filsafat.
2.
Filsafat
termasuk humaniora yang dicapai filosof dengan berpikir, belajar, sedangkan
agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati tingkat tertinggi karena diperoleh
tanpa melalui proses belajar, dan hanya diterima secara langsung oleh para
Rasul dalam bentuk wahyu.
3.
Jawaban
filsafat menunjukan ketidak-pastian ( semu ) dan memerlukan berpikir atau
perenungan. Sedangkan agama lewat dalil-dalilnya yang dibawa Al-Qur’an memberi
jawaban secara pasti dan menyakinkan dengan mutlak.
4.
Filsafat
mempergunakan metode logika, sedangkan agama mendekatinya dengan keimanan
5.
Tentang jiwa,
menurut Al-Kindi; tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia.
Substansi ruh berasal dari substansi Tuhan. Hubungan ruh dengan Tuhan sama
dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual,
ilahiah, terpisah dan berbeda dari tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Zainul Hamdi, Tujuh Filsuf Muslim Pembuka Pintu Gerbang Filsafat Barat Modern,
Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004.
Heris Hermawan, dkk,
Filsafat Islam, Bandung, Rineka Cipta. 2011.
MM. Syarif, Para
Filosof Muslim, Bandung, Mizan, 1985.
Mustofa Hasan, Sejarah
Filsafat Islam, Bandung, CV, Pustaka Setia, 2015.
Yusri Abdul Ghani
Abdullah,Historiografi Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Komentar
Posting Komentar