MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekol...

MAKALAH AL-QURAN DAN WAHYU


MAKALAH
AL-QURAN DAN WAHYU









D
I
S
U
S
U
N

Oleh Kelompok 2:
NAMA                                    NIM
1.      Gustina Naution                1720300122
2.      Novianti                            1720300123
3.      Siti Nur Annisa                 1720300124


Dosen Pengampu:
Saiful Bahri, M.Pd.



JURUSAN PENDIDIKAN/TADRIS BAHASA INGGRIS-3
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2018

Kata Pengantar
            Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu dan amal. Dan berkat rahmat dan Hidayah-Nya pula, saya dapat menyelesaikan makalah Ulumul Quran yang insyaallah bermanfaat bagi kita semua, semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi kita dalam memahami kitab suci Al-Quran menjadi lebih baik lagi, mengetahui bagaimana Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah.
            Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari teman-teman semua demi kesempurnaan makalah ini.
Padangsidimpuan,


Penulis



DAFTAR ISI






BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Al-Quran merupakan satu-satunya kitab bagi seluruh umat Islam dimana juga Al-Quran sebagai pedoman dan petunjuk bagi umat Islam dalam menjalani hidupnya. Sebagai umat Islam tentunya sudah menjadi kewajiban untuk mengetahui dan mempelajari kitab suci kita Al-Quran. Tak lepas juga dengan mengetahui sejarah Al-Quran dan bagaimana Al-Quran diturunkan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari Al-Quran?
2.      Apa pengertian dari wahyu?
3.      Apa saja tahapan-tahapan penurunan al-Quran?
4.      Bagaimana cara-cara penurunan wahyu?
5.      Apa saja hikmah diturunkannya al-Quran

C.     Tujuan Makalah

6.      Mengetahui pengertian dari al-Quran
7.      Mengetahui pengertian dari wahyu
8.      Mengetahui apa saja tahapan penurunan Al-Quran
9.      Mengetahui bagaimana cara turunnya wahyu kepada Nabi-Nabi
10.  Mengetahui hikmah-hikmah diturunkannya Al-Quran

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Al-Quran

Secara etimologis Al-Qur’an adalah mashdar (infinitif) dari qara-a---yaqra-u—qirâ-atan—qur’â-nan yang berarti bacaan. Al-Qur’an dalam pengertian bacaan ini misalnya terdapat dalam firman Allah. Di samping dalam pengertian mashdar dengan pengertian bacaan atau cara membacanya, Qur’an juga dapat dipahami dalam pengertian maf’ûl, dengan pengertian yang dibaca (maqrû’). Dalam hal ini apa yang dibaca (maqrû’) diberi nama bacaan (qur’an) atau penamaan maf’ûl dengan mashdar.
Al-Qur'an adalah bacaan yangdibaca dengan lisan, sebagaimana disebut juga dengan istilah Kitâb, karena dibukukan dengan menggunakan pena. Penyebutan dengan kedua istilah ini merupakan bentuk penyebutan sesuatu mengikuti konotasi realitas yang ada padanya.
Menurut sebagian ulama seperti Imam Syafi’i, sebagaimanadikutip as-Suyûthi, Qur’an adalah ism ‘alam ghairu musytâq (namasesuatu yang tidak ada asal katanya), merupakan nama khususuntuk firman Allah yang diturunkan kepada Nabi MuhammadSAW, seperti halnya Taurat dan Injil yang juga tidak ada asal katanya. Jika Qur’an berasal dari kata qara-a berarti setiap yang dibaca dapat dinamai Qur’an.
Al-Qur’an mempunyai beberapa nama yang sekaligus menunjukkan fungsinya. Al-Qur’an dan Al-Kitâb adalah dua nama yang paling populer. Di samping itu Al-Qur’an juga dinamai Al-Furqân, Adz-Dzikr dan At-Tanzîl. Berikut adalah nama-nama Al-Quran yang disebutkan di dalam Al-Quran:
1.      Al-Quran
Allah SWT berfirman:
اِنَّهٰذَاالْقُرْاٰنَيَهْدِيْلِلَّتِيْهِيَاَقْوَمُوَيُبَشِّرُالْمُؤْمِنِيْنَالَّذِيْنَيَعْمَلُوْنَالصّٰلِحٰتِاَنَّلَهُمْاَجْرًاكَبِيْرًا
"Sungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar,"(QS. Al-Isra' 17: Ayat 9)
Dinamai Al-Qur’an, karena kitab suci terakhir yang diturunkan Allah SWT ini berfungsi sebagai bacaan sesuai dengan arti kata Qur’an itu sendiri sebagaimana yang sudah dijelaskan pada bagian awal bab ini.
2.      Al-Kitab
Allah SWT berfirman:
ذٰلِكَالْكِتٰبُلَارَيْبَۛفِيْهِۛهُدًىلِّلْمُتَّقِيْنَ
"Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,"(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 2)
Al-Kitâb secara bahasa berarti al-jam’u (mengumpulkan). Menurut as-Suyûthi, dinamai Al-Kitâb karena Al-Qur’an mengumpulkan berbaga macam ilmu, kisah dan berita.Menurut Muhammad Abdullah Drâz, sebagaimana dikutip Manna’ al-Qathân, Al-Qur’an di samping dipelihara melalui lisan, juga dipelihara dengan tulisan. Penamaannya dengan Al-Qur’an dan Al-Kitâb, dua nama yang paling populer, mengisyaratkan bahwa kitab suci Al-Qur’an haruslah dipelihara melalui dua cara secara bersama, tidak dengan salah satu saja, yaitu melalui hafalan (hifzhuhu fi as-shudûr) dan melalui tulisan.
3.      Al-Furqan
Allah SWT berfirman:
تَبٰـرَكَالَّذِيْنَزَّلَالْـفُرْقَانَعَلٰىعَبْدِهٖلِيَكُوْنَلِلْعٰلَمِيْنَنَذِيْرَا
"Maha Suci Allah yang telah menurunkan Furqan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia),"(QS. Al-Furqan 25: Ayat 1)
Al-Furqân, mashdar dari asal kata faraqa, dalam wazan
fu’lân, mengambil bentuk shifât musyâbahah dengan arti ‘yang
sangat memisahkan’. Dinamai demikian karena Al-Qur’anmemisahkan dengan tegas antara haq dan batil, antara benar dan salah dan antara baik dan buruk.
4.      Adz-Dzikru
Allah SWT berfirman:
اِنَّانَحْنُنَزَّلْنَاالذِّكْرَوَاِنَّالَهٗلَحٰـفِظُوْنَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al-Qur’an) dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijr15:9)
Adz-Dzikr artinya ingat, mengingatkan. Dinamai Adz-Dzikr karena di dalam kitab suci ini terdapat pelajaran dan nasehat dan kisah umat masa yang lalu. Adz-Dzikr juga berarti asy-syaraf (kemuliaan)
5.      At-Tanzil
Allah SWT berfirman:
وَاِنَّهٗلَـتَنْزِيْلُرَبِّالْعٰلَمِيْنَ
"Dan sungguh, (Al-Qur'an) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam,"(QS. Asy-Syu'ara' 26: Ayat 192)
At-Tanzîl artinya yang benar-benar diturunkan. Dinamai demikian karena Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibrîl.[1]

B.     Pengertian Wahyu

Kata wahyu (الويح) (adalah bentuk mashdar dari auha-yûhi-wahyan dengan dua pengertian pokok yaitu al-khafâ’(tersembunyi) dan as-sur’ah (cepat). Oleh sebab itu, secara etimologis wahyu didefinisikan sebagai:
            “Pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui oleh yang lainnya”
Secara terminologi wahyu adalah pemberitahuan secara sembunyi dan cepat yang khusus ditunjukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain. Tetapi terkadang juga di maksudkan al-muha yaitu pengertian isim maf”ul, yang diwahyukan. Bisa disebutkan secara terminologis wahyu adalah:
            “Firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya.”
Istilah wahyu di dalam Al-Qur’an tidak hanya digunakandalam pengertian firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya, tetapi juga digunakan dalam pengertian lain yang beragam.
Pengertian-pengertian wahyu dalam arti bahasa yang terdapat dalam Al-Quran meliputi:[2]
1.      Ilham sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu nabi Musa, yakni dalam surat al-Qashash, 28 : 7
وَأَوْحَيْنَاإِلَىأُمِّمُوْسَىأَنْأَرْضِعِيهِ
            Artinya : Dan Kami ilhamkan kepadaibunya Musa, Susuilah dia ( Musa ).
2.      Ilham Ilham yang berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah, yakni dalam surah  an-Nahl, 16 : 68Allah SWT berfirman:
وَاَوْحٰىرَبُّكَاِلَىالنَّحْلِاَنِاتَّخِذِيْمِنَالْجِبَالِبُيُوْتًاوَّمِنَالشَّجَرِوَمِمَّايَعْرِشُوْنَ
"Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, Buatlah sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia,"(QS. An-Nahl 16: Ayat 68)
3.      Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria, yakni dalam surat Maryan, 19 : 11 Allah SWT berfirman:
فَخَرَجَعَلٰىقَوْمِهٖمِنَالْمِحْرَابِفَاَوْحٰۤىاِلَيْهِمْاَنْسَبِّحُوْابُكْرَةًوَّعَشِيًّا
"Maka dia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu dia memberi isyarat kepada mereka; bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan petang."(QS. Maryam 19: Ayat 11)
4.      Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia, yakni dalam surat al- An’am, 6 : 121
Allah SWT berfirman:
وَلَاتَأْكُلُوْامِمَّالَمْيُذْكَرِاسْمُاللّٰهِعَلَيْهِوَاِنَّهٗلَفِسْقٌۗوَاِنَّالشَّيٰطِيْنَلَيُوْحُوْنَاِلٰۤىاَوْلِيٰۤـئِـهِمْلِيُجَادِلُوْكُمْۚوَاِنْاَطَعْتُمُوْهُمْاِنَّكُمْلَمُشْرِكُوْنَ
"Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan. Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu. Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik."(QS. Al-An'am 6: Ayat 121)

C.     Tahapan-tahapan turunnya Al-Quran

1.      Tahap pertama ( At-Tanazzulul Awwalu )
Al-Qur’an diturunkan atau ditempatkan di Lauh Mahfudh, yakni suatu tempat di mana manusia tidak bisa mengetahuinya secara pasti. Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam QS Al-Buruj : 21-22
بَلْهُوَقُرْاٰنٌمَّجِيْدٌ ()  فِيْلَوْحٍمَّحْفُوْظٍ
"Bahkan (yang didustakan itu) ialah Al-Qur'an yang mulia,yang (tersimpan) dalam (tempat) yang terjaga (Lauh Mahfuz)."(QS. Al-Buruj 85: Ayat 21-22)
Penjelasan mengenai sejak kapan Al-Qur’an ditempatkan di Lauh Mahfudh, dan bagaimana caranya adalah merupakan hal-hal gaib yang menjadi bagian keimanan dan tidak ada yang mampu mengetahuinya selain dari Allah swt. Dalam konteks ini Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus maupun secara keseluruhan. Hal ini di dasarkan pada dua argumentasi.
Pertama: Karena lahirnya nash pada ayat 21-22 surah al-Buruj tersebut tidak menunjukkan arti berangsur-angsur. Kedua: karena rahasia/hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur tidak cocok untuk tanazul tahap pertama tersebut. Dengan demikian turunnnya Al-Qur’an pada tahap awal, yaitu di Lauh Mahfudz dapat dikatakan secara sekaligus dan tidak berangsur-angsur.
2.      Tahap kedua (At-Tanazzulu Ats-Tsani)
Al-Qur’an turun dari Lauh Mahfudh ke Baitul `Izzah di Sama’ al-Dunya (langit dunia), yakni setelah Al-Qur’an berada di Lauh Mahfudh, kitab Al-Qur’an itu turun ke Baitul `Izzah di langit dunia atau langit terdekat dengan bumi ini. Banyak isyarat maupun penjelasannya dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits Nabi SAW. antara lain sebagai berikut dalam Surat Ad-Dukhan ayat 1-6 :
Hadis riwayat Hakim dari Sa`id Ibn Jubair dari Ibnu Abbas dari Nabi Muhammad saw bersabda: Al-Qur’an itu dipisahkan dari pembuatannya lalu diletakkan di Baitul Izzah dari langit dunia, kemudian mulailah Malaikat Jibril menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw.
Hadis riwayat al-Nasa’i, Hakim dan Baihaki dari Ibnu Abbas ra. Beliau berkata: Al-Qur’an itu diturunkan secara sekaligus ke langit dunia pada malam Qadar, kemudian setelah itu diturunkan sedikit demi sedikit selama duapuluh tahun.
3.      Tahap ketiga (At-Tanazzulu Ats-tsaalistu)
Al-Qur’an turun dari Baitul-Izzah di langit dunia langsung kepada Nabi Muhammad SAW., yakni setelah wahyu Kitab Al-Qur’an itu pertama kalinya di tempatkan di Lauh Mahfudh, lalu keduanya diturunkan ke Baitul Izzah di langit dunia, kemudian pada tahap ketiga Al-Qur’an disampaikan langsung kepada Nabi Muhammad saw dengan melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dalam hal ini antara lain tersebut dalam QS Asy-Syu`ara’ : 193-194.
عَلٰىقَلْبِكَلِتَكُوْنَمِنَالْمُنْذِرِيْنَ () نَزَلَبِهِالرُّوْحُالْاَمِيْنُ
"Yang dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan,"(QS. Asy-Syu'ara' 26: Ayat 193-194)
Menurut As-Suyûthi berdasarkan tiga laporan dari Abdullâh bin ‘Abbâs, dalam riwayat al-Hakim, al-Bayhaqi dan an-Nasa’i, telah menyatakan, bahwa al-Qur’an telah diturunkan melalui dua tahap:[3]
1.      Dari Lawh al-Mahfûdl ke Bayt al-‘Izzah (langit dunia yang paling rendah) secara keseluruhan dan turun sekaligus, yang terjadi pada malam Qadar (Laylah al-Qadar).
2.      Dari Bayt al-‘Izzah ke dalam hati Rasulullah saw. Secara bertahap selama 23 tahun kenabian Muhammad saw. Adapun yang pertama kali diturunkan terjadi di bulan Ramadhan, melalui malaikat Jibril.

D.    Penurunan wahyu kepada Nabi

Ada tiga cara turunnya wahyu kepada para Nabi. (1) Melalui mimpi yang benar (ru’ya shâdiqah fi al-manâm); (2) Dari balik tabir (min warâ’ hijâb); (3) Melalui perantaraan Malaikat seperti Malaikat Jibril.
1.      Melalui Mimpi Yang Benar
Wahyu dengan cara ini disampaikan langsung kepada para nabi tanpa perantara Malaikat. Contohnya adalah mimpi Nabi Ibrâhîm AS agar menyembelih puteranya Ismâ’îl.
2.      Dari Balik Tabir
Wahyu dengan cara ini juga disampaikan secara langsung kepada para nabi tanpa perantara Malaikat. Nabi yang menerima wahyu dapat mendengar kalam Ilahi akan tetapi dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Mûsa AS.
Di samping dengan Nabi Mûsa AS, Allah SWT pun telah berbicara langsung kepada Nabi Muhammad SAW pada malam Isrâ’ Mi’râj. Nabi dapat mendengar firman Allah langsungtanpa perantara Jibrîl tetapi tidak dapat melihat-Nya. Di dalam Al-Qur’an tidak ada satu pun ayat yang diterima dengan cara ini.
3.      Melalui Perantaraan Malaikat
Cara yang ketiga wahyu Allah diturunkan kepada para nabi-Nya adalah melalui perantaraan malaikat penyampai wahyu seperti Malaikat Jibrîl AS. Keseluruhan ayat-ayat dari Kitab Suci Al-Qur’an diturunkan dengan cara ini. Ada dua cara Malaikat Jibrîl datang menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW:
a)      Datang kepada Nabi suara seperti dencingan lonceng dan suara yang amat kuat yang mempengaruhi faktor-faktor kesadaran, sehingga Nabi dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu. Cara ini yang paling beratApabila wahyu turun kepada Rasulullah SAW.
Apabila wahyu diturunkan dengan cara ini maka beliau akan mengumpulkan segala kekuatan kesadarannya untuk menerima, menghafal dan memahaminya. Dan suara itu mungkin sekali suara kepakan sayap-sayap para malaikat, seperti diisyaratkan dalam hadits yang artinya “Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda: “Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit, maka para malaikat memukul-mukulkan sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya bagaikan gemerincingnya mata rantai di atas batu-batu yang licin.” (H. R. Bukhâri)[4]
b)      Malaikat menjelma menjadi seorang laki-laki lalu datang menyampaikan wahyu kepada Nabi. Cara ini lebih ringan dari cara yang pertama, karena adanya kesesuaian antara pembicara dan pendengar, seperti seseorang yang berbicara dengan saudaranya sendiri. Menurut Ibn Khaldûn, seperti dikutip Mannâ‘ Qaththân, dalam keadaan yang pertama Rasulullah, melepaskan kodratnya sebagai manusia yang bersifat jasmani untuk berhubungan dengan malaikat yang rohani sifatnya. Sedangkan dalam keadaan lain sebaliknya, malaikat merubah diri dari yang rohani semata menjadi manusia jasmani.

E.     Hikmah turunnya Al-Quran

Diturunkannya al-Quran dengan berangsur-angsur mengandung hikmah-hikmah yang nyata. Berikut merupakan beberapa hukmah-hikmah al-quran diturunkan dengan berangsur-angsur.
1.      Meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW
Ketika berdakwah, Nabi kerap kali berhadapan dengan para penentang yang memiliki sikap dan watak begitu keras yang senantiasa mengganggu dengan berbagai macam gangguan dan kekerasa kepada Nabi. Wahyu turun kepada Rasulullah dari waktu ke waktu sehingga dapat meneguhkan hatinya terhadap kebenaran dan memperkokoh zamannya untuk tetap melangkahkan kaki dijalan dakwahnya tanpa ambil peduli akan perlakuan jahiliyah yang beliau hadapi dari masyarakatnya sendiri.[5]
2.      Menentang dan melemahkan para penentang Al-Qur’an
Dalam dakwahnya nabi seringkali menerima pertanyaan-pertanyaan sulit dari orang-orang kafir dengan tujuan melemahkan dan menguji kenabian Rasullullah. Maka turunlah Al-Qur’an yang menjelaskan kebenaran dan jawaban yang amat tegas.
3.      Meringankan Nabi dalam menerima wahyu
Allah SWT berfirman:
اِنَّاسَنُلْقِيْعَلَيْكَقَوْلًاثَقِيْلًا
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.” (Q.S. Al-Muzzamil: 5)
Al-Qur’an sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah merupakan sabda Allah yang mempunyai keagungan dan keluhuran. Ia adalah sebuah kitab yang andaikata diturunkan kepada gunung niscaya gunung tersebut akan hancur dan merata karena begitu hebat dan agungnya kitab tersebut.
4.      Mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin
Al-Qur’an pertama kali turun ditengah-tengah masyarakat yang ummi yakni yang tidak memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tulisan. Turunnya wahyu secara berangsur-angsur memudahkan mereka untuk memahami dan menghapalkannya.[6]
5.      Sejalan dengan kisah-kisah yang terjadi dan mengingatkan atas kejadian-kejadian itu
Al-Quran turun berangsur-angsur sesuai dengan keadaan saat itu sekaligus memperingatkan kesalahan yang dilakukan tepat pada waktunya. Dengan demikian turunnya Al-Qur’an lebih mudah tertanam dalam hatidan mendorong orang-orang Islam untuk mengambil pelajaran secara praktis. Bila ada peersoalan baru, maka turunlah ayat yang sesuai. Bila terjadi kesalahan dan penyelewengan maka turunlah ayat yang memberi batasan serta pemberitahuan kepada mereka tentang masalah mana yang harus ditinggalkan dan patut dikerjakan. Contohnya ketika Perang Hunain, orang Islam bersikan sombong dan optimis karena jumlah pasukan mereka berlipat ganda melebihi pasukan kafir. Mereka merasa yakin dapat mengalahkan orang kafir. Namun kenyataan yang terjadi mereka justru berantakan dan mundur kocar-kacir.
6.      Petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an bahwasanyan Al-Qur’an diturunkan dari zat yang maha bijaksana lagi terpuji
Al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur kepada Rasulullah dalam waktu yang lebih dari dua puluh tahun ini, ayat-ayatnya turun dalam waktu-waktu tertentu, orang-orang membacanya dan mengkajinya surat demi surat. Ketika itu mereka mendapati rangkaiannya yang tersusun cermat sekali dengan makna yang saling bertaut, dengan gaya redaksi yang begitu teliti, ayat demi ayat, surat demi surat, yang saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah yang belum pernah ada bandingannya dalam perkataan manusia.
Hadist-hadist Rasulullah SAW sendiri yang merupakan puncak kefasihan sesudah Al-Qur’an, tidak mampu membandingi keindahan bahasa Al-Qur’an, apalagi ucapan dan perkataan manusia biasa.[7]


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Al-Quran merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Sebagai pedoman bagi umat Islam. Al-Quran disebut juga dengan nama-nama lain al-kitab, al-Furqân, al-dzikru, at-tanzil.
Wahyu merupakanfirman Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nabi-Nya. Allah mengetahui.urungkan wahyu kepada Nabi-Nya dengan melalui tiga cara yaitu(1)Melalui mimpi yang benar; (2) Dari balik tabir (min warâ’ hijâb); (3) Melalui perantaraan Malaikat seperti Malaikat Jibril

B.     Saran

Dengan pembuatan makalah ini semoga menambah wawasan ilmu pengetahuan baru bagi penulis maupun pembaca serta pengaplikasiannya yang dapat bermanfaat bagi kita umat islam.




DAFTAR PUSTAKA


Abdurrahman, Hafidz MA. 2003. Ulumul Quran Praktis. Bogor, CV IDeA Pustaka Utama.
Anwar, Rosihan. 2010. Ulum Al-Quran. Bandung: CV. Pustaka Setia.
As-Suyûthi, al-Hâfizh Jalâl ad-Dîn Abd Ar-Rahmân. 2003. Al-Itqân fi ‘Ulûm Al-Qur’an. Beirut: al-Maktabah al-‘Ashriyyah.
Khalil Manna al-Qattan. 2012. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsa.
Maktabah Syâmilah. Shahîh al-Bukhâri. hadits no 4332.



[1]As-Suyûthi, al-Hâfizh Jalâl ad-Dîn Abd Ar-Rahmân, Al-Itqân fi ‘Ulûm Al-Qur’an, (Beirut: al-Maktabah al-‘Ashriyyah, 2003), hlm.143-146.
[2]Hafidz AbdurrahmanMA, Ulumul Quran Praktis, (Bogor, CV IDeA Pustaka Utama, 2003), hlm.15-16.
[3]Ibid, hlm. 33
[4]Maktabah Syâmilah, Shahîh al-Bukhâri, hadits no 4332.
[5]KhalilManna al-Qattan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsa, 2012), hlm. 137
[6]Rosihan Anwar, Ulum Al-Quran, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), hlm.37.
[7]KhalilManna al-Qattan, Loc.cit, hlm. 147.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL