MAKALAH
AL-QURAN DAN WAHYU
D
I
S
U
S
U
N
Oleh Kelompok 2:
NAMA NIM
1.
Gustina Naution 1720300122
2.
Novianti 1720300123
3.
Siti
Nur Annisa 1720300124
Dosen Pengampu:
Saiful Bahri, M.Pd.
JURUSAN
PENDIDIKAN/TADRIS BAHASA INGGRIS-3
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2018
Kata Pengantar
Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita
semua yang berupa ilmu dan amal. Dan berkat rahmat dan Hidayah-Nya pula, saya
dapat menyelesaikan makalah Ulumul Quran yang insyaallah bermanfaat bagi kita
semua, semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi kita dalam memahami kitab suci Al-Quran menjadi lebih baik
lagi, mengetahui bagaimana Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah.
Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini, oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari teman-teman semua demi kesempurnaan makalah ini.
Padangsidimpuan,
Penulis
DAFTAR ISI
Al-Quran merupakan satu-satunya kitab bagi
seluruh umat Islam dimana juga Al-Quran sebagai pedoman dan petunjuk bagi umat
Islam dalam menjalani hidupnya. Sebagai umat Islam tentunya sudah menjadi
kewajiban untuk mengetahui dan mempelajari kitab suci kita Al-Quran. Tak lepas
juga dengan mengetahui sejarah Al-Quran dan bagaimana Al-Quran diturunkan.
1. Apa pengertian dari Al-Quran?
2. Apa pengertian dari wahyu?
3. Apa saja tahapan-tahapan penurunan al-Quran?
4. Bagaimana cara-cara penurunan wahyu?
5. Apa saja hikmah diturunkannya al-Quran
6. Mengetahui pengertian dari al-Quran
7. Mengetahui pengertian dari wahyu
8. Mengetahui apa saja tahapan penurunan Al-Quran
9. Mengetahui bagaimana cara turunnya wahyu
kepada Nabi-Nabi
10. Mengetahui hikmah-hikmah diturunkannya Al-Quran
Secara etimologis Al-Qur’an adalah mashdar
(infinitif) dari qara-a---yaqra-u—qirâ-atan—qur’â-nan yang berarti bacaan.
Al-Qur’an dalam pengertian bacaan ini misalnya terdapat dalam firman Allah. Di
samping dalam pengertian mashdar dengan pengertian bacaan atau cara membacanya,
Qur’an juga dapat dipahami dalam pengertian maf’ûl, dengan pengertian yang
dibaca (maqrû’). Dalam hal ini apa yang dibaca (maqrû’) diberi nama bacaan
(qur’an) atau penamaan maf’ûl dengan mashdar.
Al-Qur'an adalah bacaan yangdibaca dengan
lisan, sebagaimana disebut juga dengan istilah Kitâb, karena dibukukan dengan
menggunakan pena. Penyebutan dengan kedua istilah ini merupakan bentuk
penyebutan sesuatu mengikuti konotasi realitas yang ada padanya.
Menurut sebagian ulama seperti Imam Syafi’i,
sebagaimanadikutip as-Suyûthi, Qur’an adalah ism ‘alam ghairu musytâq (namasesuatu
yang tidak ada asal katanya), merupakan nama khususuntuk firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi MuhammadSAW, seperti halnya Taurat dan Injil yang juga
tidak ada asal katanya. Jika Qur’an berasal dari kata qara-a berarti setiap
yang dibaca dapat dinamai Qur’an.
Al-Qur’an mempunyai beberapa nama yang
sekaligus menunjukkan fungsinya. Al-Qur’an dan Al-Kitâb adalah dua nama yang
paling populer. Di samping itu Al-Qur’an juga dinamai Al-Furqân, Adz-Dzikr dan
At-Tanzîl. Berikut adalah nama-nama Al-Quran yang disebutkan di dalam Al-Quran:
1. Al-Quran
Allah SWT berfirman:
اِنَّهٰذَاالْقُرْاٰنَيَهْدِيْلِلَّتِيْهِيَاَقْوَمُوَيُبَشِّرُالْمُؤْمِنِيْنَالَّذِيْنَيَعْمَلُوْنَالصّٰلِحٰتِاَنَّلَهُمْاَجْرًاكَبِيْرًا
"Sungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus
dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa
mereka akan mendapat pahala yang besar,"(QS. Al-Isra' 17: Ayat 9)
Dinamai Al-Qur’an, karena kitab suci terakhir yang diturunkan Allah SWT ini
berfungsi sebagai bacaan sesuai dengan arti kata Qur’an itu sendiri sebagaimana
yang sudah dijelaskan pada bagian awal bab ini.
2. Al-Kitab
Allah SWT berfirman:
ذٰلِكَالْكِتٰبُلَارَيْبَۛفِيْهِۛهُدًىلِّلْمُتَّقِيْنَ
"Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa,"(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 2)
Al-Kitâb secara bahasa berarti al-jam’u (mengumpulkan). Menurut as-Suyûthi,
dinamai Al-Kitâb karena Al-Qur’an mengumpulkan berbaga macam ilmu, kisah dan
berita.Menurut Muhammad Abdullah Drâz, sebagaimana dikutip Manna’ al-Qathân,
Al-Qur’an di samping dipelihara melalui lisan, juga dipelihara dengan tulisan.
Penamaannya dengan Al-Qur’an dan Al-Kitâb, dua nama yang paling populer,
mengisyaratkan bahwa kitab suci Al-Qur’an haruslah dipelihara melalui dua cara
secara bersama, tidak dengan salah satu saja, yaitu melalui hafalan (hifzhuhu
fi as-shudûr) dan melalui tulisan.
3. Al-Furqan
Allah SWT berfirman:
تَبٰـرَكَالَّذِيْنَزَّلَالْـفُرْقَانَعَلٰىعَبْدِهٖلِيَكُوْنَلِلْعٰلَمِيْنَنَذِيْرَا
"Maha Suci Allah yang telah menurunkan Furqan (Al-Qur'an) kepada
hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam
(jin dan manusia),"(QS. Al-Furqan 25: Ayat 1)
Al-Furqân, mashdar dari asal kata faraqa, dalam wazan
fu’lân,
mengambil bentuk shifât musyâbahah dengan arti ‘yang
sangat
memisahkan’. Dinamai demikian karena Al-Qur’anmemisahkan dengan tegas antara
haq dan batil, antara benar dan salah dan antara baik dan buruk.
4. Adz-Dzikru
Allah SWT berfirman:
اِنَّانَحْنُنَزَّلْنَاالذِّكْرَوَاِنَّالَهٗلَحٰـفِظُوْنَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al-Qur’an) dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijr15:9)
Adz-Dzikr artinya ingat, mengingatkan. Dinamai Adz-Dzikr karena di dalam
kitab suci ini terdapat pelajaran dan nasehat dan kisah umat masa yang lalu.
Adz-Dzikr juga berarti asy-syaraf (kemuliaan)
5. At-Tanzil
Allah SWT berfirman:
وَاِنَّهٗلَـتَنْزِيْلُرَبِّالْعٰلَمِيْنَ
"Dan sungguh, (Al-Qur'an) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan
seluruh alam,"(QS. Asy-Syu'ara' 26: Ayat 192)
At-Tanzîl artinya yang benar-benar diturunkan. Dinamai demikian karena
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW melalui Malaikat Jibrîl.
Kata wahyu (الويح)
(adalah bentuk mashdar dari auha-yûhi-wahyan dengan dua pengertian pokok yaitu
al-khafâ’(tersembunyi) dan as-sur’ah (cepat). Oleh sebab itu, secara etimologis
wahyu didefinisikan sebagai:
“Pemberitahuan
secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu
tanpa diketahui oleh yang lainnya”
Secara terminologi wahyu adalah pemberitahuan
secara sembunyi dan cepat yang khusus ditunjukan kepada orang yang diberitahu
tanpa diketahui orang lain. Tetapi terkadang juga di maksudkan al-muha yaitu
pengertian isim maf”ul, yang diwahyukan. Bisa disebutkan secara terminologis
wahyu adalah:
“Firman
Allah SWT yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya.”
Istilah wahyu di dalam Al-Qur’an tidak hanya
digunakandalam pengertian firman Allah SWT yang diturunkan kepada
nabi-nabi-Nya, tetapi juga digunakan dalam pengertian lain yang beragam.
Pengertian-pengertian wahyu dalam arti bahasa
yang terdapat dalam Al-Quran meliputi:
1. Ilham sebagai bawaan dasar manusia, seperti
wahyu terhadap ibu nabi Musa, yakni dalam surat al-Qashash, 28 : 7
وَأَوْحَيْنَاإِلَىأُمِّمُوْسَىأَنْأَرْضِعِيهِ
Artinya : Dan Kami ilhamkan
kepadaibunya Musa, Susuilah dia ( Musa ).
2. Ilham Ilham yang berupa naluri pada binatang,
seperti wahyu kepada lebah, yakni dalam surah
an-Nahl, 16 : 68Allah SWT berfirman:
وَاَوْحٰىرَبُّكَاِلَىالنَّحْلِاَنِاتَّخِذِيْمِنَالْجِبَالِبُيُوْتًاوَّمِنَالشَّجَرِوَمِمَّايَعْرِشُوْنَ
"Dan
Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, Buatlah sarang di gunung-gunung, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia,"(QS. An-Nahl
16: Ayat 68)
3. Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode,
seperti isyarat Zakaria, yakni dalam surat Maryan, 19 : 11 Allah SWT berfirman:
فَخَرَجَعَلٰىقَوْمِهٖمِنَالْمِحْرَابِفَاَوْحٰۤىاِلَيْهِمْاَنْسَبِّحُوْابُكْرَةًوَّعَشِيًّا
"Maka dia
keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu dia memberi isyarat kepada mereka;
bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan petang."(QS. Maryam 19: Ayat 11)
4. Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan
yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia, yakni dalam surat al- An’am, 6 :
121
Allah SWT
berfirman:
وَلَاتَأْكُلُوْامِمَّالَمْيُذْكَرِاسْمُاللّٰهِعَلَيْهِوَاِنَّهٗلَفِسْقٌۗوَاِنَّالشَّيٰطِيْنَلَيُوْحُوْنَاِلٰۤىاَوْلِيٰۤـئِـهِمْلِيُجَادِلُوْكُمْۚوَاِنْاَطَعْتُمُوْهُمْاِنَّكُمْلَمُشْرِكُوْنَ
"Dan
janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak
disebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan. Sesungguhnya
setan-setan akan membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu.
Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang
musyrik."(QS. Al-An'am 6: Ayat 121)
1. Tahap pertama ( At-Tanazzulul Awwalu )
Al-Qur’an diturunkan atau ditempatkan di Lauh Mahfudh, yakni suatu tempat
di mana manusia tidak bisa mengetahuinya secara pasti. Hal ini sebagaimana
diisyaratkan dalam QS Al-Buruj : 21-22
بَلْهُوَقُرْاٰنٌمَّجِيْدٌ () فِيْلَوْحٍمَّحْفُوْظٍ
"Bahkan (yang didustakan itu) ialah Al-Qur'an yang mulia,yang
(tersimpan) dalam (tempat) yang terjaga (Lauh Mahfuz)."(QS. Al-Buruj 85:
Ayat 21-22)
Penjelasan mengenai sejak kapan Al-Qur’an ditempatkan di Lauh Mahfudh, dan
bagaimana caranya adalah merupakan hal-hal gaib yang menjadi bagian keimanan
dan tidak ada yang mampu mengetahuinya selain dari Allah swt. Dalam konteks ini
Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus maupun secara keseluruhan. Hal ini di
dasarkan pada dua argumentasi.
Pertama: Karena lahirnya nash pada ayat 21-22 surah al-Buruj tersebut tidak
menunjukkan arti berangsur-angsur. Kedua: karena rahasia/hikmah diturunkannya
Al-Qur’an secara berangsur-angsur tidak cocok untuk tanazul tahap pertama
tersebut. Dengan demikian turunnnya Al-Qur’an pada tahap awal, yaitu di Lauh Mahfudz
dapat dikatakan secara sekaligus dan tidak berangsur-angsur.
2. Tahap kedua (At-Tanazzulu Ats-Tsani)
Al-Qur’an turun dari Lauh Mahfudh ke Baitul `Izzah di Sama’ al-Dunya
(langit dunia), yakni setelah Al-Qur’an berada di Lauh Mahfudh, kitab Al-Qur’an
itu turun ke Baitul `Izzah di langit dunia atau langit terdekat dengan bumi
ini. Banyak isyarat maupun penjelasannya dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits
Nabi SAW. antara lain sebagai berikut dalam Surat Ad-Dukhan ayat 1-6 :
Hadis riwayat Hakim dari Sa`id Ibn Jubair dari Ibnu Abbas dari Nabi
Muhammad saw bersabda: Al-Qur’an itu dipisahkan dari pembuatannya lalu
diletakkan di Baitul Izzah dari langit dunia, kemudian mulailah Malaikat Jibril
menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw.
Hadis riwayat al-Nasa’i, Hakim dan Baihaki dari Ibnu Abbas ra. Beliau
berkata: Al-Qur’an itu diturunkan secara sekaligus ke langit dunia pada malam
Qadar, kemudian setelah itu diturunkan sedikit demi sedikit selama duapuluh tahun.
3. Tahap ketiga (At-Tanazzulu Ats-tsaalistu)
Al-Qur’an turun dari Baitul-Izzah di langit dunia langsung kepada Nabi
Muhammad SAW., yakni setelah wahyu Kitab Al-Qur’an itu pertama kalinya di
tempatkan di Lauh Mahfudh, lalu keduanya diturunkan ke Baitul Izzah di langit
dunia, kemudian pada tahap ketiga Al-Qur’an disampaikan langsung kepada Nabi
Muhammad saw dengan melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dalam hal ini antara
lain tersebut dalam QS Asy-Syu`ara’ : 193-194.
عَلٰىقَلْبِكَلِتَكُوْنَمِنَالْمُنْذِرِيْنَ () نَزَلَبِهِالرُّوْحُالْاَمِيْنُ
"Yang dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu
(Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan,"(QS.
Asy-Syu'ara' 26: Ayat 193-194)
Menurut As-Suyûthi berdasarkan tiga laporan dari Abdullâh bin ‘Abbâs, dalam
riwayat al-Hakim, al-Bayhaqi dan an-Nasa’i, telah menyatakan, bahwa al-Qur’an
telah diturunkan melalui dua tahap:
1. Dari Lawh al-Mahfûdl ke Bayt al-‘Izzah (langit
dunia yang paling rendah) secara keseluruhan dan turun sekaligus, yang terjadi
pada malam Qadar (Laylah al-Qadar).
2. Dari Bayt al-‘Izzah ke dalam hati Rasulullah
saw. Secara bertahap selama 23 tahun kenabian Muhammad saw. Adapun yang pertama
kali diturunkan terjadi di bulan Ramadhan, melalui malaikat Jibril.
Ada tiga cara turunnya wahyu kepada para Nabi.
(1) Melalui mimpi yang benar (ru’ya shâdiqah fi al-manâm); (2) Dari balik tabir
(min warâ’ hijâb); (3) Melalui perantaraan Malaikat seperti Malaikat Jibril.
1. Melalui Mimpi Yang Benar
Wahyu dengan cara ini disampaikan langsung kepada para nabi tanpa perantara
Malaikat. Contohnya adalah mimpi Nabi Ibrâhîm AS agar menyembelih puteranya Ismâ’îl.
2. Dari Balik Tabir
Wahyu dengan cara ini juga disampaikan secara langsung kepada para nabi
tanpa perantara Malaikat. Nabi yang menerima wahyu dapat mendengar kalam Ilahi
akan tetapi dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Mûsa
AS.
Di samping dengan Nabi Mûsa AS, Allah SWT pun telah berbicara langsung
kepada Nabi Muhammad SAW pada malam Isrâ’ Mi’râj. Nabi dapat mendengar firman
Allah langsungtanpa perantara Jibrîl tetapi tidak dapat melihat-Nya. Di dalam
Al-Qur’an tidak ada satu pun ayat yang diterima dengan cara ini.
3. Melalui Perantaraan Malaikat
Cara yang ketiga wahyu Allah diturunkan kepada para nabi-Nya adalah melalui
perantaraan malaikat penyampai wahyu seperti Malaikat Jibrîl AS. Keseluruhan
ayat-ayat dari Kitab Suci Al-Qur’an diturunkan dengan cara ini. Ada dua cara
Malaikat Jibrîl datang menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW:
a) Datang kepada Nabi suara seperti dencingan
lonceng dan suara yang amat kuat yang mempengaruhi faktor-faktor kesadaran,
sehingga Nabi dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu. Cara ini
yang paling beratApabila wahyu turun kepada Rasulullah SAW.
Apabila wahyu
diturunkan dengan cara ini maka beliau akan mengumpulkan segala kekuatan
kesadarannya untuk menerima, menghafal dan memahaminya. Dan suara itu mungkin
sekali suara kepakan sayap-sayap para malaikat, seperti diisyaratkan dalam
hadits yang artinya “Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda:
“Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit, maka para malaikat
memukul-mukulkan sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya bagaikan
gemerincingnya mata rantai di atas batu-batu yang licin.” (H. R. Bukhâri)
b) Malaikat menjelma menjadi seorang laki-laki
lalu datang menyampaikan wahyu kepada Nabi. Cara ini lebih ringan dari cara
yang pertama, karena adanya kesesuaian antara pembicara dan pendengar, seperti
seseorang yang berbicara dengan saudaranya sendiri. Menurut Ibn Khaldûn,
seperti dikutip Mannâ‘ Qaththân, dalam keadaan yang pertama Rasulullah,
melepaskan kodratnya sebagai manusia yang bersifat jasmani untuk berhubungan
dengan malaikat yang rohani sifatnya. Sedangkan dalam keadaan lain sebaliknya,
malaikat merubah diri dari yang rohani semata menjadi manusia jasmani.
Diturunkannya al-Quran dengan berangsur-angsur
mengandung hikmah-hikmah yang nyata. Berikut merupakan beberapa hukmah-hikmah
al-quran diturunkan dengan berangsur-angsur.
1. Meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW
Ketika berdakwah, Nabi kerap kali berhadapan dengan para penentang yang
memiliki sikap dan watak begitu keras yang senantiasa mengganggu dengan
berbagai macam gangguan dan kekerasa kepada Nabi. Wahyu turun kepada Rasulullah
dari waktu ke waktu sehingga dapat meneguhkan hatinya terhadap kebenaran dan
memperkokoh zamannya untuk tetap melangkahkan kaki dijalan dakwahnya tanpa
ambil peduli akan perlakuan jahiliyah yang beliau hadapi dari masyarakatnya
sendiri.
2. Menentang dan melemahkan para penentang
Al-Qur’an
Dalam dakwahnya nabi seringkali menerima pertanyaan-pertanyaan sulit dari
orang-orang kafir dengan tujuan melemahkan dan menguji kenabian Rasullullah.
Maka turunlah Al-Qur’an yang menjelaskan kebenaran dan jawaban yang amat tegas.
3. Meringankan Nabi dalam menerima wahyu
Allah SWT
berfirman:
اِنَّاسَنُلْقِيْعَلَيْكَقَوْلًاثَقِيْلًا
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.” (Q.S.
Al-Muzzamil: 5)
Al-Qur’an sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah merupakan sabda Allah
yang mempunyai keagungan dan keluhuran. Ia adalah sebuah kitab yang andaikata
diturunkan kepada gunung niscaya gunung tersebut akan hancur dan merata karena
begitu hebat dan agungnya kitab tersebut.
4. Mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an dan
memberi pemahaman bagi kaum muslimin
Al-Qur’an pertama kali turun ditengah-tengah masyarakat yang ummi yakni
yang tidak memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tulisan. Turunnya wahyu
secara berangsur-angsur memudahkan mereka untuk memahami dan menghapalkannya.
5. Sejalan dengan kisah-kisah yang terjadi dan
mengingatkan atas kejadian-kejadian itu
Al-Quran turun berangsur-angsur sesuai dengan keadaan saat itu sekaligus
memperingatkan kesalahan yang dilakukan tepat pada waktunya. Dengan demikian
turunnya Al-Qur’an lebih mudah tertanam dalam hatidan mendorong orang-orang
Islam untuk mengambil pelajaran secara praktis. Bila ada peersoalan baru, maka
turunlah ayat yang sesuai. Bila terjadi kesalahan dan penyelewengan maka
turunlah ayat yang memberi batasan serta pemberitahuan kepada mereka tentang
masalah mana yang harus ditinggalkan dan patut dikerjakan. Contohnya ketika
Perang Hunain, orang Islam bersikan sombong dan optimis karena jumlah pasukan
mereka berlipat ganda melebihi pasukan kafir. Mereka merasa yakin dapat
mengalahkan orang kafir. Namun kenyataan yang terjadi mereka justru berantakan
dan mundur kocar-kacir.
6. Petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an
bahwasanyan Al-Qur’an diturunkan dari zat yang maha bijaksana lagi terpuji
Al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur kepada Rasulullah dalam waktu
yang lebih dari dua puluh tahun ini, ayat-ayatnya turun dalam waktu-waktu
tertentu, orang-orang membacanya dan mengkajinya surat demi surat. Ketika itu
mereka mendapati rangkaiannya yang tersusun cermat sekali dengan makna yang
saling bertaut, dengan gaya redaksi yang begitu teliti, ayat demi ayat, surat
demi surat, yang saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah yang belum
pernah ada bandingannya dalam perkataan manusia.
Hadist-hadist Rasulullah SAW sendiri yang merupakan puncak kefasihan
sesudah Al-Qur’an, tidak mampu membandingi keindahan bahasa Al-Qur’an, apalagi
ucapan dan perkataan manusia biasa.
Al-Quran merupakan firman Allah yang
diturunkan kepada Rasulullah SAW. Sebagai pedoman bagi umat Islam. Al-Quran disebut
juga dengan nama-nama lain al-kitab, al-Furqân, al-dzikru, at-tanzil.
Wahyu merupakanfirman Allah yang diturunkan
kepada Nabi-Nabi-Nya. Allah mengetahui.urungkan wahyu kepada Nabi-Nya dengan
melalui tiga cara yaitu(1)Melalui mimpi yang benar; (2) Dari balik tabir (min
warâ’ hijâb); (3) Melalui perantaraan Malaikat seperti Malaikat Jibril
Dengan pembuatan makalah ini semoga menambah
wawasan ilmu pengetahuan baru bagi penulis maupun pembaca serta
pengaplikasiannya yang dapat bermanfaat bagi kita umat islam.
Komentar
Posting Komentar