MUNASABAH AL-QUR’AN
A. Pengertian Munasabah
Kata Munasabah secara etimologi
berasal dari kata nasaba-yunasibu-munasabah, yang berarti dekat, serupa, mirip,
dan rapat. Dan dapat diartikan kedalam beberapa kata sepertial-Muqabarah artinya
kedekatan.
Dalam pengertian ini
As-Suyuthi menambahkan al-Musyakalah dan Al-Muqabarahartinya
“saling menyerupai” dan “saling mendekati”.
Az-Zarkasyi memberi contoh sebagai berikut : Fulan Yunasib Fulan, berarti
si Fulan mempunyai hubungan dekat dengan si fulan itu dan menyerupainya. Dan
dari kata itu lahir pula kata an-Nasib, berarti kerabat yang mempunyai
hubungan dekat seperti dua orang bersaudara. Al-munasabah berarti adanya
keserupaan dan kedekatan diantara berbagai ayat, surah, dan kalimat yang
mengakibatkan adanya hubungan. Hubungan tersebut bisa berbentuk keterkaitan
makna ayat-ayat dan macam-macam hubungan dalam isi al-Qur’an, seperti hubungan
sebab dan musabbab, hubungan kesetaraan, dan hubungan perlawanan.
Secara terminologi, pengertian Munasabah
dapat diartikan sebagai berikut menurut berbagai tokoh, yaitu:
1. Menurut Az-Zarkasyi, adalah :
Munasabah
adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan kepada akal, akal itu
pasti menerimanya
2. Menurut Ibn Al-Arabi :
Munasabah adalah keterikatan
ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang
mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang
sangat agung”
3. Menurut Manna’ Khalil Qattan :
Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa
ungkapan dalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat
didalam Al-Qur’an.
d. Menurut al-Biqa’i
:
munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba
mengetahui alasan-alasan dibalik
susunan atau urutan bagian-bagian al-Qur’an, baik ayat dengan ayat atau surah dengan
surah.
Jadi, dalam konteks ‘Ulum Al-Qur’an, Munasabah
berarti menjelaskan korelasi makna antar ayat atau antar surat, baik
korelasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi (hassiy),
atau imajinatif (khayali) ; atau korelasi berupa sebab akibat,
‘illat dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.
Pada dasarnya pengetahuan tentang
munasabah atau hubungan antara ayat-ayat itu bukan tauqifi (tak dapat
diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul), tetapi didasarkan pada ijtihadi
seorang mufassir dan tingkat penghayatannya terhadap kemukjizatan Al-Qur’an,
rahasia retorika, dan segi keterangannya yang mandiri.
Seperti halnya pengetahuan tentang Asbabun
Nuzul yang mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan
ayat, maka pengetahuan tentang munasabah atau korelasi antar ayat dengan
ayat dan surat dengan surat juga membantu dalam pentakwilan dan pemahaman
ayat dengan baik dan cermat. Oleh sebab itu sebagian ulama menghususkan
diri untuk menulis buku mengenai pembahasan ini.
Tetapi dalam pendapat lain dikemukakan atas dasar perbedaan pendapat tentang
sistematika (perbedaan urutan surat dalam Al-Qur’an) adalah wajar jika teori Munasabah
Al-Qur’an kurang mendapat perhatian dari para ulama yang menekuni ‘Ulum
Al-Qur’an.
Walaupun keadaan sebenarnya Munasabah ini masih terus dibahas oleh para
mufassir yang menganggap Al-Qur’an adalah Mukjizat secara keseluruhan baik
Redaksi maupun pesan ilahi-Nya (Peny.)
Ilmu Munasabah ini dapat
berperan mengganti ilmu Asbabun Nuzul, apabila seseorang tidak dapat
mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tapi seseorang dapatmengetahui relevansi
atau hubungan ayat itu dengan ayat lainnya. Ada beberapa pendapat di
kalangan ulama tenteng ilmu Tanasubul Ayat Was-Suwar ini.
Diantanranya ada yang berpendapat, bahwa setiap ayat atau surat selalu ada
relevansinya atau hubungannya dengan ayat atau surat lain. Sementara ulama
yang lain berpendapat, bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Hanya memang
sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat ada hubungannya satu sama lain. Selain
itu adapula yang berpendapat, bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat
dengan ayat lain, tapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat dengan
surat lain.Hal yang
demikian ini tidak berarti bahw seorang mufassir harus
mencari kesesuaian bagi setiap ayat, karena Al-Qur’anul Karim turun secar
bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu,
terkadang seorang mufassir menemukan keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya
dan terkadang tidak. Ketika tidak menemukan keterkaitan itu, ia tidak
diperkenankan memaksakan diri, sebab jika memaksakannya juga akan menghasilkan
kesesuaian yang dibuat-buat dan hal ini tidak disukai, pernyataan ini
senada dengan pendapat Syaikh ‘Izz Ibn Abdus-Salam.
B.
Sejarah Ilmu
Munasabah
Tercatat
dalam sejarah bahwa Imam Abu Bakar al-Naisaburi (324 H) yang pertama melahirkan
ilmu munasabah di Baghdad. Syekh Izzuddin Ibn ‘Abd as-salam (660 H) menilai
munasabah sebagai ilmu yang baik. Menurut al-suyuthi (911 H), orang yang
pertama melahirkan ilmu munasabah adalah Syeikh Abu Bakar al-Naisaburi. Apabila
al-Qur’an telah dibacakan kepadanya, ia bertanya mengapa ayat ini ditempatkan
disamping surah sebelahnya. Bahkan, ia mencela para ulama Baghdad karena mereka
tidak mengetahui ilmu munasabah. Abu Ja’far Ibn al-Zubair Syeikh Abi Hayyan
secara khusus menyusun sebuah kitab mengenai munasabah ayat-ayat dan
surah-surah al-Qur’an dengan judul, al-Burban Fi Munasabah Tartib Suwar
al-Qur’an . Kemudian, Syeikh Burhan an-Din al-Biqa’i menyusun kitab dalam bidang
yang sama dengan judul Nuzum al-Durar fi Tanasub al-Ayi wa al-Suwar. Akan
tetapi menurut al-Suyuthi-mufasir yang paling banyak membahas munasabah adalah
Fakhr al-Din al-Razi (606) dalam tafsirnya yang berjudul Mafatih al-Ghaib fi
Tafsir al-Qur’an. Kemudian dari beberapa tokoh tersebut disusul beberapa tokoh
lainnya yang menyusu kitab-kitab tentang ilmu munasabah seperti al-Biqa’i.
C.
Eksistensi Munasabah
Para ulama
sepakat bahwa tertib ayat-ayat dalam al-Qur’an adalah tauqifi tergantung pada
petunjuk Allah dan Nabi-nya). Mengenai tertib surah- surah al-Qur’an para ulama
berbeda pendapat. Mayoritas ulama berpendapat bahwa tertib surah-surah
al-Qur’an sebaigama yang dijummmpai dalam mushhaf yang sekarang adalah tauqifi.
Pendapat ini di dasarkan atas keadaan Nabi SAW. Yang setiap tahun melakukan
mu’aradhah (memperdengarkan bacaan) kepada Jibril AS. Termasuk yang
diperdengarkan Rasul itu tertib surrah-surahnya pada mu’aradhah terakhhir, Zaid
Ibn Tsabit hadir saat Nabi membacakan ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tertib
surah yang ada kepada kita sekarang.
Sebagian
ulama memandang tertib ayat-ayat al-Qur’an masuk dalam masalah ijtihad.
Pendapat ini di dasarkan atas beberapa alasan. Pertama, mushhat pada catatan
para sahabat tidak sama. Kedua, sahabat pernah mendengar Nabi membaca al-Qur’an
berbeda dengan surah tertib yang terdapat dalam al- Qur’an. Ketiga adanya
perbedaan pendapat dalam masalah masalah tertib surah al-Qur’an menunjukkan
tidak adanya petunjuk yang jelas atas tertib yang dimaksud. Selain itu ada juga
yang berpendapat sebahagian tauqifi dan lainnya ijtihdi, menurut pendapat ini,
tidak semua nama surah al-Qur’an diberikan ole Allah, tetapi sebahagian
diberikan oleh Nabi SAW, dan lainnya diberikan oleh para sahabat.
Meski
ketiga pendapat diatas memiliki alasan, tetapi alasan-alasan yang semuanya
tingkat keabsahannya sama. Alasan pendapat yang mengemukakan tertib surah
sebagai ijtihadi tampak tidak kuat. Riwayat tentang seorang sahabat pernah
mendengar Nabi membaca al-Qur’an berbeda dengan tertib mushhaf yang sekarang
dan adanya catatan sahabat yang berbeda bukanlah mutawaddir. Kemudian tidak
adanya jaminan bahwa semua sahabat yang memilki catatan mushhaf itu hadir
bersama nabi setiap saat turun ayat al-Qur’an. Karena itu kemungkinan tidak
utuhnya tertib mushhaf sahabat sangatlah besar. Demikian juga alasan yang
mengatakan sebahagian tauqifi dan sebahagian ijtihadi tidak kuat.
Sebahagian
ulama berpendapat bahwa munasabah itu tidak ada. Diantara ulama yang berpendapat demikian
adalah Izz al-Din ‘Abd al-salam (600 H). Alasannya adalah bahwa suatu kalimat
akan memiliki munasabah bila diucapkan dalam konteks yang sama. Karena
al-Qur’an turun dalam berbagai konteks maka al-Qur’an tidak memiliki munasabah.
Disini beliau mengatakan bahwa susunan ayat mestinya berdasarkan masa turunnya.
Sementara itu, pendapat yang lain yang mengakui adanya munasabah memandang
ketidakberaturan al-Qur’an mengandung rahasia.
Terlepas
dari kontroversi pendapat tentang munasabah, ilmu ini termasuk kurang mendapat
perhatian dari para mufasir. Buku-buku Ulumul Qur’an, terutama buku dalam
bahasa Indonesia jarang memuat bahasan ini. Sebab, ilmu minasabah sebagaimana
ditegaskan oleh al-Suyuthi termasuk ilmu yang rumit.
D.
Urgensi Mempelajari
Munasabah Al-Qur’an
Munasabah al-Qur’an ini merupakan
salah satu ilmu yang perlu kita pelajari karena terdapat berbagai urgensi yang
menyebabkan kita perlu mempelajari munasabah al-Qur’an ini, berikut beberapa
urgensi mempelajari munasabah al- Qur’an.
1.Menemukan makna yang tersirat dalam susunan dan urutan
kalimat-kalimat, ayat-ayat dan surah-surah al-Qur’an sehingga bagian-bagian
dari al-Qur’an saling berhubungan dan tampak menjadi suatu rangkaian yang utuh.
2.Mempermudah pemahaman al-Qur’an. Misalnya ayat enam dari
surah al-fatihah yang artinya , “Tunjukkan kami kepada jalan yang lurus”
disambung dengan ayat tujuh yang artinya , “Yaitu, jalan orang-orang yang
engkau beri nikmat atas mereka. Antara keduanya terdapat hubungan penjelasan
bahwa jalan yang lurus dimaksud adalah jalan orang-orang yang telah mendapat
nikmat dari Allah SWT.
3.Memperkuat
keyakinan atas kebenarannya wahyu dari Allah. Meskipun al-Qur’an terdiri atas
6666 ayat dan diturunkan ditempat keadaan kasus yang berbeda dalam rentang
waktu dua puluh tahun lebih, namun dalam susunannya terdapat makna yang dalam
berupa hubungan yang kuat antara satu bagian dengan bagian lainnya.
4. Menolak tuduhan bahwa susunan al-Qur’an kacau. Tuduhan
ini misalnya muncul karena penempatan surah al-Fatihah pada awal mushhaf
sehingga surah inilah yang pertama dibaca. Padahal, dalam sejarah, lima ayat
pertama dari surah al-Alaq sebagai ayat-ayat pertama turun kepada Nabi Muhammad
SAW. Akan tetapi , Nabi menetapkan letak al-Fatihah di awal mushhaf yang kemudian disusul dengan surah
al-Baqarah. Setelah didalami, ternyata dalam urusan ini terdapat munasabah.
Surah al-Fatihah mengandung unsur-unsur pokok dari syariat islam dan pada surah
ini termuat doa manusia untuk memohon petunjuk kejalan yang lurus. Surah
al-Baqarah diawali dengan petunjuk al-kitab sebagai pedoman menuju jalan yang
lurus. Dengan demikian, surah al-Fatihah
merupakan titik bahasan yang diperinci pada surah berikutnya, ternyata susunan
ayat-ayat dan surat-surat al-Qur’an
tidak kacau melainkan mengandung makna yang dalam.
5.Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Bila
tidak ditemukan Asbabun Nuzulnya. Setelah diketahui hubungan suatu kalinat atau
suatu ayat dengan kalimat atau ayat yang lai, dimungkinkan seseorang akan mudah
mengistimbathkan hukum-hukum atau isi kandungannya.
6.Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa,
(mutu dan tingkat balaghah al-Qur’an).
E.
Cara mengetahui
munasabah dalam al-Qur’an
Para ulama menjelaskan bahwa
pengetahuan tentang munasabah bersifat ijtihadi, artinya pengetahuan tentangnya
ditetapkan berdasarkan ijtihadi karena tidak ditemukan riwayat, baik dari Nabi
maupun dari sahabatnya. Oleh karena itu, tidak ada keharusan mencari munasabah
pada setiap ayat. Alasannya, al-Qur’an diturunkan secaraa berangsur-angsur
mengikuti berbagai kejadian dan berbagai peristiwa yang ada. Menurut Syekh
Izzudin bin Abdus Salam bahwa seseorang mufassir terkadang seorang musafir
menemukan keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak
menemukan. Jika tidak menemukan keterkaitan-keterkaitan, mufassir tidak
diperkenankan memakasakan berarti mengada-adakan apa yang tidak dikuasainya.
Jadi dalam hal ini dibutuhkan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. Kalaupun
itu terjadi ia mengaitkannya hanya dengan ikatan-ikatan lemah yang pembicaraan
yang baik saja pasti terhindar darinya, apalagi kalam yang terbaik.
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dalam surah
(munasabah) dalam al-Qur’an diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam.
Ada beberapa langkah-langkah yang perlu diperhatikanuntuk menemukan munasabah
ini, yaitu:
1.Harus
diperhatikan tujuan tujuan pembahasan suatu surah yang menjadi obyek
pencarian, atau melihat tema sentral dari surah tersebut.
2.Memperhatikan
uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surah.
3.Menemukan
tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau tidak.
4.Mengadakan
kategorisasi terhadap ayat-ayat tersebut berdasarkan jauh dan dekatnya kepada
tujuan surah tersebut.
5.Dalam
mengambil kesimpulannya hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya
dengan benar dan tidak berlebihan.
F.
Macam-Macam
Munasabah Al-Qur’an
Munasabah
terbagi kedalam beberapa macam seperti :
1. Ditinjau dari
sifatnya
Munasabah
terbagi menjadi dua yaitu : zhahir irtibath (penyesuaian yang nyata) dan khafy irtibath
(persesuaian yang tidak nyata).
Zhahir Irtibath :
Munasabah yang terjadi karena bagian al-Qur’an yang satu dengan yang lain nampak jelas dan kuat
disebabkan kuatnya kaitan kalimat yang satu dengan yang lain.
Khafy Irtibath :
Munasabah yang terjadi karena antara bagian-bagian al-Qur’an tidak ada
kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya hubungan diantara keduanya, misalnya
hubungan antar ayat 189 dan ayat 190 surat Al-Baqarah :
Surah Al-Baqarah
ayat 189
*
tRqè=t«ó¡o
Ç`tã
Ï'©#ÏdF{$#
( ö@è%
}Ïd
àMÏ%ºuqtB
Ĩ$¨Y=Ï9
Ædkysø9$#ur
3 }§øs9ur
É9ø9$#
br'Î/
(#qè?ù's?
Vqãç6ø9$#
`ÏB
$ydÍqßgàß
£`Å3»s9ur
§É9ø9$#
Ç`tB
4s+¨?$#
3 (#qè?ù&ur
Vqãç7ø9$#
ô`ÏB
$ygÎ/ºuqö/r&
4 (#qà)¨?$#ur
©!$#
öNà6¯=yès9
cqßsÎ=øÿè?
ÇÊÑÒÈ
Artinya :
Merekabertanya kepadamu
tentang bulan sabit. Katakanlah : “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu
bagi manusia dan bagi ibadah haji, dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah
dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa.
Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya, dan bertakwalah kepada Allah
agar kamu beruntung.
Surah Al-Baqarah
ayat 190
(#qè=ÏG»s%ur
Îû
È@Î6y
«!$#
tûïÏ%©!$#
óOä3tRqè=ÏG»s)ã
wur
(#ÿrßtG÷ès?
4 cÎ)
©!$#
w
=Åsã
úïÏtG÷èßJø9$#
ÇÊÒÉÈ
Artinya :
Dan perangilah
dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui
batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.
Ayat 189 di atas
bulan sabit (hilal), tanggal untuk anda waktu dan untuk jadwal ibadah haji,
Sedangkan ayat 190 menjelaskan perintah menyerang kepada orang-orang yang
menyerang umat islam. Padahal kalaulah dicermati dapat diketahui munasabahnya,
yaitu pada waktu haji umat islam dilarang berperang. Kecuali kalau diserang musuh,
maka dalam kondisi demikian mereka boleh bahkan perlu melakukan balasan.
2. Munasabah ditinjai
dari segi materinya dan kejelasan antara ayat dengan ayat atau kalimat dengan
kalimat.
Hal tersebut terbagi
menjadi dua bentuk, yaitu:
a.
Hubungan yang ditandai dengan huruf ‘athaf
Munasabah dengan menggunakanwaw ‘athaf
ini bisanya menghubungkan dua hal yang berlawanan, seperti masuk dan keluar,
turun dan naik, langit dan bumi, rahmat dan azab dan lain sebagainya.
Seperti yang terlihat dalam surah
Saba’ ayat 2 :
ãNn=÷èt
$tB
ßkÎ=t
Îû
ÇÚöF{$#
$tBur
ßlãøs
$pk÷]ÏB
$tBur
ãAÍ\t
ÆÏB
Ïä!$yJ¡¡9$#
$tBur
ßlã÷èt
$pkÏù
4 uqèdur
ÞOÏm§9$#
âqàÿtóø9$#
ÇËÈ
Artinya :
Dia mengetahui apa yang masuk
kedalam bumi, apa yang keluar dari padanya, apa yang turun dari langit dan apa yang
naik kepadanya. Dan Dia-lah yang maha penyayang lagi maha pengampun.
Ungkapan “apa yang keluar dari
padanya”
Ungkapan “apa yang turun dari langit
dan apa yang naik kepadanaya”.
Dan keluar dari bumi sedangkan yang
terakhir berbicara tentang sesuatu yang turun dari langit. Akan tetapi, kedua
ungkapan itu masih berhubungan dan saling terkait antara satu dengan lainnya.
Sebab fokus pembicaraannya masalah ilmu tuhan. Dia mengetahui apa saja yang
terjadi dilangit dan dibumi, kedua ungkapan itu membicarakan tofik yang sama
yaitu ilmu Allah.
b.
Hubungan yang tidak memakai huruf ‘athaf
Munasabah yang tidak memakai huruf
‘athaf sandarannya adalah qorinah ma’nawiyah. Sehingga membutuhkan penyokong
sebagai bukti keterkaitan ayat-ayat, berupa pertalian secara maknawai. Dalam
hal ini terdapat beberapa bentuk yaitu ;
1.
At-Tanzhir, yaitu hubungan yang mencerminkan perbandingan,
atau membandingkan dua hal yang sebanding.
Misalnya ayat 4 dan 5 surah Al-anfal :
y7Í´¯»s9'ré&
ãNèd
tbqãZÏB÷sßJø9$#
$y)ym
4 öNçl°;
ìM»y_uy
yYÏã
óOÎgÎn/u
×otÏÿøótBur
×-øÍur
ÒOÌ2
ÇÍÈ !$yJx.
y7y_t÷zr&
y7/u
.`ÏB
y7ÏG÷t/
Èd,ysø9$$Î/
¨bÎ)ur
$Z)Ìsù
z`ÏiB
tûüÏZÏB÷sßJø9$#
tbqèdÌ»s3s9
ÇÎÈ
Artinya :
“4. Itulah orang-orang
yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat
ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
5.
sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dan rumahmu dengan kebenaranPadahal
Sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya”.
Huruf al-kaf pada ayat lima berfungsi
sebagai pengingat dan sifat bagi fi’il yang bersembunyi . Hubungan itu tampak
dari jiwa itu. Maksud ayat itu, Allah menyuruh untuk mengerjakan urusan harta
rampasan, seperti yang kalian lakukan pada perang badar meskipun kaummu
membenci cara demikian itu Allah Swt
menurunkan ayat ini agar kaum nabi Muhammad mengingat nikmat yang telah diberikan
Allah dengan diutusnya rasul dari kalangan mereka.
2.
Al-Istithrad, artinya peralihan kepada penjelasan lain
Misalnya pada surah Al-A’raf ayat26 :
ûÓÍ_t6»t
tPy#uä
ôs%
$uZø9tRr&
ö/ä3øn=tæ
$U$t7Ï9
ͺuqã
öNä3Ï?ºuäöqy
$W±Íur
( â¨$t7Ï9ur
3uqø)G9$#
y7Ï9ºs
×öyz
4 Ï9ºs
ô`ÏB
ÏM»t#uä
«!$#
óOßg¯=yès9
tbrã©.¤t
ÇËÏÈ
Artinya :
Hai anak Adam, sesungguhnya kami
telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
Pada ayat tersebut membahas tentang
pakaian tajwa lebih baik. Allah menyebutkan pakaian itu untuk mengingatkan
manusia bahwa pakaian pakaian penutup aurat itu lebih baik. Pakaian berfungsi
sebagai alat untuk memperbagus apa yang Allah ciptakan. Pakaian merupakan
penutup aurat dan kebejatan karena membuka aurat adalah hal yang jelek dan
buruk. Sedangkan penutup aurat adalah pintu takwa.
3.
Al-Mudhodah artinya berlawanan misalnya surah
al-Baqarah ayat 6
¨bÎ)
úïÏ%©!$#
(#rãxÿx.
íä!#uqy
óOÎgøn=tæ
öNßgs?öxRr&uä
÷Pr&
öNs9
öNèdöÉZè?
w
tbqãZÏB÷sã
ÇÏÈ
Artinya :
Sesungguhnya orang-orang kafir sama
saja bagi mereka, kamu peri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka
tidak akan beriman.
Ayat ini menerangkan bahwa watak orang
kafir yang pembangkang, keras kepala tidak percaya kepad kitab-kitab Allah,
sedangkan pada ayat sebelumnya Allah menerangkan watak orang mukmin sangat
berlawanan dengan orang kafir. Watak orang-orang mukmin adalah memiliki
kepercayaan yang kuat. Dia percaya adanya yang ghaib, melaksanakan shalat,
memiliki sifat kebersamaan yaitu tidak senang jika melihat saudaranya
kesulitan, baik dalam bidang materi maupun yang lainnya, lalu diambilkan
sebagian dari apa yang dimiliki dan diinfakkkan kepada yang memerlukann dan
percaya akan adanya kitab-kitab Allah sebelum al-Qur’an, apalagi al-Qur’an.
Mukmin yakin adanya kehidupan akhirat.
Ayat tersebut berbunyi :
Surah Al-Baqarah ayat 3 dan 4
tûïÏ%©!$#
tbqãZÏB÷sã
Í=øtóø9$$Î/
tbqãKÉ)ãur
no4qn=¢Á9$#
$®ÿÊEur
öNßg»uZø%yu
tbqà)ÏÿZã
ÇÌÈ
tûïÏ%©!$#ur
tbqãZÏB÷sã
!$oÿÏ3
tAÌRé&
y7øs9Î)
!$tBur
tAÌRé&
`ÏB
y7Î=ö7s%
ÍotÅzFy$$Î/ur
ö/ãf
tbqãZÏ%qã
ÇÍÈ
Artinya :
Yaitu mereka yang beriman kepada
yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezeki yang kami
anugerahkan kepada mereka.
Dan mereka yang beriman kepada kitab
(al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan
sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat.
3.Munasabah ditinjau dari segi isi
al-Qur’an
a.
Munasabah antar surah dengan surah
Surah-surah
yang ada di dalam al-Qur’an mempunyai munasabah sebab, surah yang datang
kemudian menjelaskan sebagai hal yang disebutkan secara global pada surah
sebelumnya. Sebagai contoh, surah al-Baqarah memberikan perincian dan
penjelasan bagi surah al-Fatihah. Surah Ali Imran yang merupakan surah
berikutnyamemberi penjelasan lebih lanjut bagi kandungan surat al-Baqarah. Selain
itu, munasabah dapat membentuk tema sentral dari berbagai surah. Misalnya,
ikrar ketuhanan, kaidah-kaidah agama, dan dasar-dasar agama merupakan tema-tema
sentral dari surah al-Fatihah, al-Baqarah, dan Ali Imran. Ketiga surah ini
saling mendukung tema sentral tersebut.
b.
Munasabah antar nama surat dan kandungannya
Nama-nama
surah yang ada didalam al-Qur’an memiliki kaitan dengan pembahasan yang ada
pada isinya. Surah al-Fatihah disebut juga umm al-kitab memuat berbagai tujuan
al-Qur’an.
c. Musabah antar ayat
dengan ayat dalam satu surah
Munasabah
dalam bentuk ini secara jelas dapat dilihat dalam surah-surah pendek. Misalnya
: Al-Ikhlas. Misalnya : Al-Ikhlas, masing-masing ayat pada surah itu menguatkan
tema pkoknya tentang keesaan Tuhan.
d. Munasabah antar ayat
yang letaknya berdampingan
Munasabah
antar ayat yang letaknya berdampingan sering terlihat dengan jelas, tetapi
sering pula tidak jelas. Munasabah antar ayat yang terlihat dengan jelas
umumnya menggunakan pola ta’kid (penguat), tafsir (penjelas), i’tiradh
(bantahan), dan tasydid (penegasan).
Munasabah
antar ayat menggunakan ta’kid yaitu apabila salah satu ayat atau bagian ayat
memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang terletak disampingnya.
ÉOó¡Î0
«!$#
Ç`»uH÷q§9$#
ÉOÏm§9$#
ÇÊÈ ßôJysø9$#
¬!
Å_Uu
úüÏJn=»yèø9$#
ÇËÈ
Artinya : “dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah lagi
maha penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (Qs : Al-Fatihah
1-2)
Ungkapan “rabb al-alamin” pada ayat kedua
memperkuat kata “ar-rahim” dari ayat
pertama.
Munasabah
antarayat ,menggunakan pola tafsir apabila satu ayat atau bagian ayat tertentu
ditafsirkan maknanya ole ayat atau bagian ayat disampingnya. Contoh dalam surah
al-Baqarah ayat 2-3
y7Ï9ºs
Ü=»tGÅ6ø9$#
w
|=÷u
¡ ÏmÏù
¡ Wèd
z`É)FßJù=Ïj9
ÇËÈ tûïÏ%©!$#
tbqãZÏB÷sã
Í=øtóø9$$Î/
tbqãKÉ)ãur
no4qn=¢Á9$#
$®ÿÊEur
öNßg»uZø%yu
tbqà)ÏÿZã
ÇÌÈ
Artinya : “kitab al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya,
petunjuk bagi mereka yang beriman kepada yang gaib yang mendirikan sebahagian
rizky yang kami anugerahkan kepada mereka” (Qs : al-Baqarah 2-3)
Makna
“muttaqin” pada ayat kedua
ditafsirkan oleh ayat ketiga. Dengan demikian orang yang bertqwa adalah orang
yang mengimani hal-hal yang gaib, mengerjakan salat, dan seterusnya.
Munasabah
antar ayat yang menggunakan pola tasydid apabila satu ayat atau bagian ayat mempertegas ayat yang
disampingnya.
Contoh dalam surah al-fatihah ayat 6-7
$tRÏ÷d$#
xÞºuÅ_Ç9$#
tLìÉ)tGó¡ßJø9$#
ÇÏÈ xÞºuÅÀ
tûïÏ%©!$#
|MôJyè÷Rr&
öNÎgøn=tã
Îöxî
ÅUqàÒøóyJø9$#
óOÎgøn=tæ
wur
tûüÏj9!$Ò9$#
ÇÐÈ
Artinya
:
“Tunjukilah
kami jalan yang lurus, yaitu jalan yang telah engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan yang dimurkai dan bukan
pula jalan yang sesat”
Ungkapan “
Ash-shiratal Al-mustaqin” pada ayat 6 dipertegas oleh oleh ungkapan
“shiratalladzina..” . antara kedua ungkapan yang saling memperkuat itu
terkadang ditandai dengan huruf athaf (langsung).
Munasabah
antara ayat yang menggunakan pola i’tiradh apabila terletak satu kalimat atau
lebih tidak ada kedudukannya dalam i’rab (struktur kalimat), baik dipertengahan
kalimat atau diantara dua kalimat yang berhubungan maknanya. Pada surah An-nahl
ayat 57 :
ttbqè=yèøgsur
¬!
ÏM»oYt7ø9$#
¼çmoY»ysö7ß
Nßgs9ur
$¨B
cqåktJô±t
ÇÎÐÈ
Artinya
:
“Dan
mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan, Maha suci Allah sedang untuk
mereka menetapkan apa yang mereka sukai yaitu anak-anak perempuan”
Kata
“subhanahu” pada ayat diatas
merupakan bentuk i’tiradh dari dua ayat yang mengantarinya. Kata itu merupakan
bantahan bagi golongan orang-orang kafir yang menetapkan anak peremouan bagi
Allah.
e. Munasabah antar
suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya
Sebagai
contoh dalam surah al-Baqarah ayat 1 sampai 20, Allah memulai penjelasannya
tentang kebenaran dan fungsi al-Qur’an bagi orang-orang yang bertaqwa. Dalam
kelompok berikutnya dibicarakan tentang tiga kelompok manusia dan sifat mereka
yang berbeda-beda yaitu mukmin, kafir dan munafik.
f. Munasabah antar
fashilah (pemisah) dan isi ayat
Munasabah
ini mengandung tujuan – tujuan tertentu diantaranya yaitu tamkin (menguatkan)
makna yang terkandung dalam surah ayat.Misalnya dalam surah Al-Ahzab ayat 25 :
¨uur
ª!$#
tûïÏ%©!$#
(#rãxÿx.
öNÎgÏàøtóÎ/
óOs9
(#qä9$uZt
#Zöyz
4 s"x.ur
ª!$#
tûüÏZÏB÷sßJø9$#
tA$tFÉ)ø9$#
4 c%x.ur
ª!$#
$Èqs%
#YÍtã
ÇËÎÈ
Artinya : “dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang
keadaan mereka penuh kejengkelan, lagi mereka tidak memperoleh keuntungan
apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperanga. Dan adalah
Allah maha kuat lagi maha perkasa”.
Dalam
ayat ini Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan bukan karena
lemah melainkan karena Allah maha kuat lagi maha perkasa. Tujuan dari fashilah adalah memberi penjelasan
tambahan meskipun tanpa fashilah sebenarnya makna ayat sudah
jelas.
g. Munasabah antar awal
surah dengan akhir surah yang sama
Munasabah
ini berarti bahwa awal suatu surah menjelaskan pokok pikitan tertentu, lalu
pokok pikiran ini kemudian dikuatkan kembali diakhir surah. Misalnya terdapat
padasurah Al-Hasyr, Munasabah ini terletak dari sisi kesamaan kondisi yaitu
segala yang ada baik dilangit maupun dibumi menyucikan Allah sang pencipta
keduanya
yx¬7y
¬!
$tB
Îû
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
$tBur
Îû
ÇÚöF{$#
( uqèdur
âÍyèø9$#
ÞOÅ3ptø:$#
ÇÊÈ
Artinya :
“telah bertassbih
kepada Allah apa yang ada dilangit dan bumi. Dan dialah yang maha perkasa lagi
maha bijaksana. (Qs Al – Hasyr : 1)
uqèd
ª!$#
ß,Î=»yø9$#
äÍ$t7ø9$#
âÈhq|ÁßJø9$#
( ã&s!
âä!$yJóF{$#
4Óo_ó¡ßsø9$#
4 ßxÎm7|¡ç
¼çms9
$tB
Îû
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
( uqèdur
âÍyèø9$#
ÞOÅ3ptø:$#
ÇËÍÈ
Artinya
: “dialah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, yang
mempunyai Al-Asma Al-husna. Bertasbilah kepadanya apa yang dilangit dan bumi,
dan dialah yang maha perkasih lagi maha bijaksana. (Qs Al-Hasyr : 24).
h. Munasabah antar
penutup satu surah dengan awal surah berikutnya
Persesuaian
antara permulaan surah denga penutupan surah sebelumnya sebab, semua permulaan
surah erat sekali kaitannya dengan akhiran surah sebelumnya, sekalipun sudah
dipisah dengan basmalah.
Jika diperhatikan
pada setiap pembukaan surah, akan dijumpai munasabah dengan akhir surah
senelumnya, sekalipun tidak mudah untuk mencarinya. Misalnya pada permulaan
sural Al-Hadid dimulai dengan tasbih.
yx¬7y¬!$tBÎûÏNºuq»uK¡¡9$#ÇÚöF{$#ur(uqèdurâÍyèø9$#ãLìÅ3ptø:$#ÇÊÈ
Artinya
: “semua yang berada dilangit dan yang berada dibumi bertasbih kepda Allah
(menyatakan kebesaran Allah). Dan dialah yang mahakuasa atas segala sesuatu”
(Qs : Al-Hadid : 1)
Ayat ini bermunasabah dengan akhir
surah sebelumnya, Al-Waqiah yang memerintahkan bertasbih
ôxÎm7|¡sùÉOó$$Î/y7În/uÉOÏàyèø9$#ÇÐÍÈ
Artinya : “maka
bertasbilah dengan menyebut nama Tuhanmu yang maha besar
G.
Kesimpulan
Munasabah adalah ilmu yang
mempelajari tentang hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara ayat-ayat
al-Qur’an, baik dari awal surah dengan akhir surah maupun ayat yang satu dan
ayat yang lainnya yang bersifat ijtihady dan bukan taufiqy.Munasabah ini terbagi
kedalam beberapa jenis yaitu : ditinjau dari sifatnya, ditinjau dari segi
materinya, maupun dari isi-isi yang terdapat dalam al-Qur’an.
Adapun didalam ilmu munasabah ini
terdapat bebagai urgensi mempelajari munasabah al-Qur’an untuk meningkatkan ketakwaan
kita terhadap Allah dan menambah keimanan dengan adanya penjelasan yang lebih jelas terhadap hal-hal yang masih
kurang dipahami dan hal-hal yang masih rancudalam penjesan makna-makna dalam
al-Qur’an tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin,
2003, Al-Qur’an Hadist. Jakarta : PT Bumi Aksara, 2015
As,
Mudzakir. 2015. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor : Pustaka Li era AntarNusa
Departemen
Agama RI. 2004. Al-Qur’an dan terjemahannya. Jakarta : PT. Syamil Cipta Media.
Ibid
Ibid
As-Suyuti, Jalaluddin. 1998. Ulum Al-Qur’an.
Bandung : Pustaka Pelajar.
Majid,
Abdul. 2002. Sejarah munasabah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Muhammad,
Husain, Sayyid.2003. Memahami Esensi Al-Qur’an. Bandung : CV Pustaka Setia.
Supiana dan
M. Karma. 2002. Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Ilamika.
Wahid,
Abdul, Ramli. 2002. Ulumul Qur’an. Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada
Komentar
Posting Komentar