BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap agama mempunyai karakteristik
ajaran yang membedakan dari agama-agama lain. Karakteristik ajaran islam adalah
karakter yang harus dimiliki oleh umat muslim yang berdasarkan dengan Al-Quran
dan Hadis dalam berbagai bidang ilmu, kebudayaan, pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan,
politik, pekerjaan, disiplin ilmu, aqidah, dan berbagai ilmu khusus. Sumber ini
telah menjadi pedoman hidup bagi setiap umat islam.
Maka dari itu, kali ini kami akan membahas
tentang karakteristik aqidah islam yang meliputi Taufiqiyyah, Ghaibiyyah,
Shumuliyyah. Pengertian
aqidah sendiri adalah keyakinan hati atau bisa disebut dengan iman atas segala
sesuatu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian aqidah islam?
2.
Bagaimanakah pengertian taufiqiyyah?
3.
Bagaimanakah pengertian ghaibiyyah?
4.
Bagaimanakah pengertian shumuliyyah?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui pengertian aqidah islam
2.
Mengetahui pengertian taufiqiyyah
3.
Mengetahui pengertian ghaibiyyah
4.
Mengetahui pengertian shumuliyyah
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Aqidah Islam
Secara etimologis (lughatan), aqidah berakar
dari kata ‘aqodaya’qidu-‘aqdan-‘aqidatan. ‘Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian, dan kokoh. Setelah
terbentuk aqidah berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata ‘aqdan dan
‘aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat
mengikat dan mengandung perjanjian.
Sedangkan menurut istilah
terminology aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan
sedikitpun bagi orang yang meyakininya. Syekh Hasan al-Banna menyatakan ‘Aqoid
(bentuk jamak ‘Aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya
oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak
bercampur sedikitpun dengan keraguan-keraguan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa
dalam pengertian umum aqidah adalah ilmu yang mengkaji persoalan-persoalan
terhadap eksistensi Allah dan seluruh unsur yang tercakup didalamnya.
Hal ini sejalan dengan firman Allah
(QS. Al-Baqarah: 177):
لَيْسَ
الْبِرُّ اَنْ تُوَلٌّوْا وُجُوْ هَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ
الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَئكَةِ وَالْكتبِ
وَالنَّبِيّنَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّه ذَوِى الْقُرْبَى وَالْيَتمى
وَالْمَسكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَالسَّآئِلِيْنَ وَفِى الرِّقَابِ وَاَقَامَ الصَّلوةَ
وَاتَى الزَّكوةَ وَالْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا عهَدُوْا وَالصّبِرِيْنَ فِى
الْبَأْسَآءِ وَالضَّرَّآءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِ اُولئِكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا
وَاٌولئِكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ {١٧٧}
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman
kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang
miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk
memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan sholat dan menunaikan zakat,
orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam
kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang
yang bertaqwa.”
Jadi Aqidah Islam itu adalah Aqidah yang tidak
akan berubah-ubah karena pergantian zaman, tempat dan tidak pula berganti-ganti
karena perbedaan golongan atau masyarakat. Tetapi Aqidah Islam itu akan kekal
Allah SWT yang menurunkan dan memeliharanya. Aqidah Islam merupakan ruh bagi
setiap orang yang beriman kepada Allah SWT, dengan berpegang teguh kepada-Nya,
maka ia akan hidup dalam keadaan selamat menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
2.
Pengertian Tauqifiyyah
Kata Tauqifiyyah adalah bentuk taf’il dari
akar kata waqf yang berarti pelanggaran dan pengungkungan. Imbuhan ya berfungsi
menisbatkan. Begitu pula dengan huruf taa. Jadi kata ini merupakan bentuk
masdar shina’i. Taufiq artinya perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah
SAW dan dengan akal yang sehat.
Pertama, Rasulullah SAW telah menjelaskan semua rincian muatan
Aqidah Islam. Beliau tidak membiarkan satu bagian pun lepas dari penjelasannya. Sebab Aqidah merupakan bagian terpenting dari seluruh muatan agama. Allah
berfirman:
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُوْنَ حَتّى يُحَكِّمُوْكَ
فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَيَجِدُوْا فِيْ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا
قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا {٦٥}
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum
mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka
terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Kedua, harus konsisten dengan lafaz dan makna Al-Quran dan
Sunnah. Dalam menyatakan berbagai hal tentang Aqidah, kita tidak menggunakan
lafaz-lafaz yang tidak digunakan dalam Al-Quran dan Sunnah. Jadi ini merupakan
pembatas sumber Aqidah Islam, baik pada
lafaz maupun gaya ungkapannya.
Aqidah Tauqifiyyah juga berarti bahwa dalam
beraqidah dan memahami Aqidah Islam, kita wajib berhenti dan membatasi diri
pada batas-batas ketetapan wahyu Al-Quran dan As-Sunnah yang shahih saja. Kita
tidak dibenarkan mengedepankan dan mendominankan peran penalaran akal dan
logika dalam berakidah dan memahami Aqidah Islam.
Adapun ibadah yang bersifat
Tauqifiyyah artinya sesuatu aktifitas ibadah haruslah memiliki dalil dari
Al-Quran dan As-Sunnah. Tidak ada satupun dari aktifitas ibadah yang
disyariatkan, kecuali memiliki dasar yang kuat dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Diuar itu berarti bid’ah, dan segala bid’ah dalam agama adalah sesat dan
ditolak.
3.
Pengertian Ghaibiyyah
Aqidah ghaibiyyah (berkenaan dengan
masalah ghaib). Kata ghaibiyyah adalah kata yang dinisbatkan pada kata ghaib
yaitu apa yang tidak bisa ditangkap oleh pancaindra. Karena pancaindra adalah
jendela akal dari memperoleh pengetahuan. Allah berfirman QS. Al-Mu’minun: 78
وَ هُوَ
الَّذِيْ اَنْشَاَلَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْئِدَةَ قَلِيْلاً مَّا
تَشْكُرُوْنَ {٧٨}
“ Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, tetapi sedikit sekali kamu
bersyukur”
Yang dimaksud dengan istilah ghaib dalam
keimanan Islam disini bukanlah “ghaib” versi dunia dukun dan paranormal, yang
dibatasi pada keghaiban alam jin saja, dan hanya terkait dengan hal-hal yang
selalu berbau mistik. Namun yang dimaksud dengan istilah ghaib menurut Al-Quran
dan As-Sunnah ialah yang meliputi semua yang ada di balik alam nyata, yang
tidak bisa ditangkap oleh kemampuan alami indra manusia, dan bahkan tidak mampu
dijangkau oleh penalaran akal dan logika.
Karena itu apa yang tidak bisa di tangkap oleh
pancaindra tidak dapat dinalar akal kecuali hanya secara umum dengan
menganalogikan yang ghaib dengan yang tampak oleh pancaindra. Dengan cara ini
kita dapat melakukan penalaran parsial, kemudian penalaran parsial ini
disinkronisasikan untuk menetapkan hukum-hukum rasional kolektif. Sebab tanpa
itu, setiap kita hanya dapat menalar, misalnya, rasa sakit yang menimpanya.
Ketika kita mengatakan bahwa salah satu
spesifikasi Aqidah Islam adalah keghaiban, itu sama sekali tidak berarti bahwa
semua muatan Aqidah bersifat ghaib dan tidak dapat ditangkap oleh pancaindra
dan akal. Tetapi maksudnya adalah bahwa salah satu spesifikasi Aqidah Islam
adalah dalam surah Al-Baqarah: 1-3
المّ {١} ذلِكَ الْكِتبُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ هُدًى
لِّلْمُتَّقِيْنَ {٢} الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ
الصَّلوةَ وَمِمَّارَزَقْنهُم يُنْفِقُوْنَ {٣}
“Alif laam mim. Kitab (Al-Quran) ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang
beriman kepada yang ghaib, melaksanakan sholat, dan menginfakkan sebagian
rezeki yang kami berikan kepada mereka”.
Di sini Allah menyatakan bahwa salah satu
sifat yang paling menonjol bagi orang-orang yang beriman yang dijadikan sebagai
pembuka kitab-Nya yang mulia adalah beriman kepada yang ghaib.
Iman kepada yang ghaib merupakan spesifikasi
fitrah manusia. Penalaran terhadap realitas fisik merupakan kemampuan yang
dimiliki secara bersama oleh manusia dan binatang. Bahkan penalaran metafisik
sudah merupakan instink yang tertanam dalam fitrah manusia.
Untuk lebih memahami sejauh mana fitrah dan
akal berperan dalam masalah Aqidah, sudah dijelaskan dalam uraian Syeh Ali
Tantowi tentang hal itu dalam bukunya ta’rif ambiddinil Islam. Kaidah Aqidahnya
tersebut ada yaitu sebagai berikut:
a. Sesuatu yang dapat di indra bisa diyakini
keberadaannya, kecuali apabila akan mengatakan tidak berdasarkan pengalaman
masa lalu.
b. Keyakinan diperoleh dengan menyaksikan
langsung, yaitu bisa
diperoleh melalui berita kejujuran si pembawa berita tersebut benar-benar
diyakini.
c. Sesuatu itu
dapat dikhayalkan apabila ia pernah dijangakau oleh indra.
d. Akal hanya bisa
menjangkau hal-hal yang terikat oleh ruang dan waktu.
e. Iman adalah
fitrah manusia.
f. Keyakinan
tentang hari akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan tentang adanya Allah.
Istilah ilmu ghaib yang sering disebut dalam Al-Quran biasanya
digunakan untuk 3 bentuk keghaiban. Yaitu kegahiban mutlak, keghaiban terikat
relative, keghaiban terikat non relative.
·
Keghaiban mutlak dapat dilihat dalam ayat berikut:
اِنَّ
اللّهَ عِنْدَه عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَغْلَمُ مَا فِى
الْاَرْحَامِ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدَا وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ
بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُ اِنَّ اللّهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ {٣٤}
“Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari kiamat dan Dia
yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam Rahim. Dan tidak ada
seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya
besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan
mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Maha Mengenal.”
·
Keghaiban terikat relatif dapat dilihat
dalam ayat berikut:
ذلِكَ مِنْ
اَنْبَآءِ الْغَيْبِ نُوْحِيْهِ اِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ اِذْ
اَجْمَعُوْآ اَمْرَهُمْ يَمْكُرُوْنَ {١٠٢}
“itulah
sebagian berita ghaib yang kami wahyukan kepadamu (Muhammad) padahal engkau
tidak berada di samping mereka, ketika mereka bersepakat mengatur tipu muslihat
(untuk memasukkan Yusuf kedalam sumur).”
·
Keghaiban terikat non relative dapat dilihat dalam ayat berikut:
المّ
{١} غُلِبَتِ الرُّوْمُ {٢} فِيْ اَدْنَى الْاَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ
سَيَغْلِبُوْنَ {٣}
“Alif Lam Mim. Bangsa
Romawi telah dikalahkan. Di negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahan
itu akan menang.”
Keghaiban itu
hanya diketahui oleh Allah, dan itu merupakan keistimewaan bagi-Nya, Allah
berfirman QS. Hud : 123
وَلِلّهِ غَيْبُ السَّموتِ وَ
الْاَرْضِ وَاِلَيْهِ يُرْجَعُ الْاَمْرُ كُلُّه فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ
وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ {١٢٣}
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang Ghaib di langit dan di bumi, dan
hanya kepada-Nya lah segala urusan dikembalikan. Maka sembahlah Dia dan
bertaqwalah kepada-Nya. Dan Tuhanmu tidak akan lengah terhadap apa yang kamu
kerjakan.”
Jadi dapat
disimpulkan bahwa beriman kepada yang ghaib adalah dasar paling penting dari
keseluruhan muatan Aqidah Islam, dimana seorang tidak disebut muslim kecuali
dengan keimanan tersebut. Walaupun itu tidak berarti bahwa manusia harus
berlebihan meyakini yang ghaib yang sebenarnya tidak ada sehingga ia terjerumus
dalam khurafat. Itu adalah kelatahan dalam memahami makna iman kepada yang
ghaib. Keghaiban yang harus diyakini
adalah keghaiban yang termaktub dalam Al-Quran dan Sunnah serta menyerahkannya
kepada ilmu Allah, tanpa perlu tenggelam dalam khayalan-khayalan batil serta
paham-paham palsu.
4.
Pengertian Syumuliyyah
Syumuliyyah adalah berasal dari kata
syamill yang artinya sempurna atau menyeluruh. Aqidah syumuliyyah yakni Aqidah
yang lengkap, sempurna, menyeluruh, komprehensif, dan integral, yaitu Aqidah
dengan makna yang mencakup dan meliputi keseluruhan pokok, prinsip-prinsip, dan
rukun-rukun keimanan dengan segala konsekuensinya sebagai satu kesatuan yang
tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Allah lah yang menciptakan seluruh makhluk,
mengaturnya dengan sistem yang sempurna, sekaligus menentukan akhir bagi
eksistensinya. Allah berfirman QS. Al-Mulk: 1-5
“Maha suci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu,
siapa diantara kamu yang paling baik amalnya. Dan Dia Maha perkasa, Maha
pengampun. Yang menciptakan tujuh lapis langit. Tidak akan kamu lihat sesuatu
yang tidak seimbang pada ciptaan tuhan yang Maha pengasih. Maka lihatlah sekali
lagi, adakah kamu lihat sesuatu yang cacat?. Kemudian ulangi pandangan(mu)
sekali lagi dan sakali lagi, niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu tanpa
menemukan cacat dan ia (pandanganmu) dalam keadaan letih. Dan sungguh, telah
Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami menjadikannya
(bintang-bintang itu) sebagai alat pelempar setan, dan kami sediakan bagi
mereka azab neraka yang menyala-nyala.”
Bila kita mencoba untuk meneliti
alam untuk menemukan celah-celah kelamahan dari struktur penciptaannya, maka
kita hanya akan meletihkan pandangan mata. Sebab kita tidak akan menemukan
sedikitpun dari apa yang kita cari. Alam dengan segala substansinya adalah
salah satu saksi kebesaran dan keagungan Ilahi.
Dalam alam besar manusia hanya
merupakan salah satu ciptaan Allah. Namun demikian, manusia hanyalah makhluk
yang lemah yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa selain kekuatan yang diberikan
Allah Tuhan semesta alam.
Maka hubungan manusia dengan alam
adalah hubungan pendayagunaan. Allah berfirman QS. Al-Jasiyah: 13
وَسَخَّرَ
لَكُمْ مَّا فِى السَّموتِ وَالْاَرْضِ جَمِيْعًا مِنْهُ اِنَّ فِيْ ذلِكَ لَا يتِ
لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ {١٣}
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar tedapat tanda-tanda (kekuasaan Allah bagi yang
berfikir).”
Allah adalah sembahan yang benar
kepada siapa manusia harus mengarahkan seluruh tenaga dan potensinya untuk
menunaikan ibadah dan mensyukuri nikmat yang tak terhingga.
Alam adalah panggung tempat manusia mementaskan fungsi khilafahnya.
Maka ia ditundukkan menjamin keberlangsungan fungsi tersebut. Tetapi keduanya
adalah ciptaan Tuhan yang Maha pemurah, yang menciptakan segalanya dengan
sempurna dan memberikan semua fasilitas yang dibutuhkan makhluk-Nya untuk hidup
dan bertahan hidup.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kata Tauqifiyyah adalah bentuk taf’il dari
akar kata waqf yang berarti pelanggaran dan pengungkungan. Imbuhan ya berfungsi
menisbatkan. Begitu pula dengan huruf taa. Jadi kata ini merupakan bentuk
masdar shina’i. Taufiq artinya perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah
SAW dan dengan akal yang sehat.
Aqidah ghaibiyyah (berkenaan dengan
masalah ghaib). Kata ghaibiyyah adalah kata yang dinisbatkan pada kata ghaib
yaitu apa yang tidak bisa ditangkap oleh pancaindra. Karena pancaindra adalah
jendela akal dari memperoleh pengetahuan.
Syumuliyyah adalah berasal dari kata
syamill yang artinya sempurna atau menyeluruh. Aqidah syumuliyyah yakni Aqidah
yang lengkap, sempurna, menyeluruh, komprehensif, dan integral, yaitu Aqidah
dengan makna yang mencakup dan meliputi keseluruhan pokok, prinsip-prinsip, dan
rukun-rukun keimanan dengan segala konsekuensinya sebagai satu kesatuan yang
tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
2. Saran
Dengan makalah yang kami buat, kami berharap dapat menambah wawasan dan
pengetahuan khususnya pada karakteristik aqidah islam yang meliputi
Taufiqiyyah, Ghaibiyyah, dan Shumuliyyah.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar