PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pendahuluan
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul: Pendidik dalam Pendidikan Islam. Sholawat dan salam ke ruh
Nabi besar Muhammad SAW. Yang telah membawa manusia dari alam kebodohan ke alam
yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini.
Makalah ini membahas tentang pendidik. Pendidik adalah orang yang
mendidik. Mendidik adalah tugas dan tanggung jawab orangtua dalam lingkungan
keluarga, pendidik di lingkungan sekolah, serta ulama dan pemimpin di
lingkungan masyarakat. Pekerjaan mendidik yang berlangsung dalam masyarakat
modern ini tidak lagi hanya di lingkungan keluarga, tetapi di sekolahpun
pendidik dapat diberikan oleh pendidik.
Adapun tujuan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Ilmu Pendidikan Islam yang diampu Bapak Drs. H. Agus Salim Daulay, M. Ag.
Makalah ini membahas tentang Pendidik dalam Pendidikan Islam yang
bertujuan untuk mengetahui Pengertian Pendidik, Macam-macam Pendidik,
Syarat-syarat menjadi Tenaga Pendidik, Kedudukan dan Tugas Pendidik dalam
Pendidikan Islam, Kompetensi dan Kode Etik Pendidik dalam Pendidikan Islam.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode library
research, dengan cara mengumpulkan dan analisis yang digunakan melalui buku
atau sumber-sumber yang membahas permasalahan ini.
Jika dalam penulisan makalah kami ini terdapat berbagai kesalahan
dan kekurangan, maka kepada para pembaca, penulis memohon sebesar-besarnya atas
koreksi-koreksi yang telah yang diberikan.
B.
Pengertian Pendidik
Pendidik adalah orang yang mendidik dari segi pengertian ini timbul
kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam hal mendidik.
Dalam bahasa Inggris ditemui beberapa kata yang mendekati maknanya dengan
pendidik. Kata-kata tersebut seperti teacher yang berarti guru atau
pengajar, dan tutor yang berarti guru pribadi atau guru yang mengajar dirumah.
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya
mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa),
kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).
Seorang pendidik merupakan komponen yang sangat penting dalam
sistem kependidikan, karena pendidiklah yang akan mengantarkan anak didik pada
tujuan yang telah ditentukan, yang mana tujuan pendidikan Islam adalah
menciptakan/ membentuk manusia yang sempurna (insan kamil) yang sesuai dengan
ukuran Islam.
Pengertian pendidik secara umum dapat diartikan sebagai orang yang
bertanggung jawab atas pendidik dan pengajaran.[3]
Dalam konteks yang lebih luas setiap individu adalah pendidik. Oleh sebab itu
ia harus menjaga dan meningkatkan kualitas diri dan setiap indidvidu yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan subjek didik.
Untuk lebih memahami makna mendidik adapat dibandingkan langsung
dengan makna mengajar, kata mengajar yang kita kenal dapat dimaknai sebagai
menyajikan bahan ajar tertentu berupa separangkat pengetahuan, nilai, dan
deskripsiketerampilan kepada seseorang atau sekumpulan orang dengan maksud agar
pengetahuan yang diperlukannya sekarang atau untuk pekerjaan yang
akandijalaninya tumbuh, sehingga ia dapat mengembangkan atau meningkatkan
inteligensinya secara intelektual.[4]
Adapun mendidik memerlukan tanggung jawab lebih besar daripada
mengajar. Mendidik adalah membimbing pertumbuhan anak, jasmani maupun
rohanidengan sengaja, bukan saja untuk kepentingan pengajaran sekarang
melainkan utamanya untuk kehidupan seterusnya di masa depan.
Didalam Al-Quran ditemukan beberapa kata yang menunjukkan kepada
pengertian pendidik: mualim (Q.S. Al-Ankabut: 29: 43).
ù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $ygç/ÎôØnS Ĩ$¨Z=Ï9 ( $tBur !$ygè=É)÷èt wÎ) tbqßJÎ=»yèø9$# ÇÍÌÈ
Artinya:
Dan
perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk manusia dan tidak ada yang akan memahaminya
kecuali mereka yang berilmu”.
Adalah orang yang menguasai ilmu mampu mengembangkannya dan menjelaskan
fungsinya dalam kehidupan, serta menjelaskan dimana teoritis dan praktisnya
sekaligus.
C. Macam-macam
Pendidik
Terdapat banyak pendidik dalam
Islam dikarenakan setiap individu merupakan pendidik. Diantaranya yaitu:
1. Allah SWT
Kita sebagai umat Islam percaya akan kekuasaan Allah SWT.
karena Allah yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Yang memberikan
kemampuan terhadap manusia untuk berfikir. Sudah terdapat berbagai bukti bahwa
Allah lah yang menjadi pendidik pertama, diantara firman-Nya (Q.S Al-Baqarah:
2: 31
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ ﭐ
Artinya:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat
lalu berfirman: “Sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu jika kamu memang
benar orang-orang yang benar.”
Berdasarkan ayat diatas sudah jelas bahwa Allah merupakan
pendidik pertama dan yang utama bagi semua makhluk bahkan seluruh alam.
2. Nabi Muhammad SAW.
Sejalan dengan pembinaan yang dilakukan oleh Allah terhadap Nabi, Allah meminta beliau
agar membina umatnya agar selalu berdakwah. Nabi merupakan utusan langsung dari
Allah SWT, sudah terlihat jelas dalam firman Allah SWT (Q.S. Al-Bqaqarah: 2: 151)
ﭐ øÎ)ur $tRôtãºur #ÓyqãB z`Ïèt/ör& \'s#øs9 §NèO ãNè?õsªB$# @ôfÏèø9$# .`ÏB ¾ÍnÏ÷èt/ öNçFRr&ur cqßJÎ=»sß ÇÎÊÈ
Artinya:
“Sebagaimana
kami telah mengutus kepadamu seorang rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang
membacakan ayat-ayat kami, kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan
kepada kamu Al-kitab dan Al-hikmah serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum
kamu ketahui.”
Sejarah
mencatat bahwa amanah tersebut dapat dilaksanakan oleh Nabi dengan hasil yang sangat memuaskan.
Hal tersebut tidak lepas dari metode yang Nabi gunakan dalam mendidik umatnya,
dengan cara kasih sayang dan keteladanan yang baik. Selain itu Nabi Muhammad
diturunkan kedunia ini untuk menjadi seorang pendidik.
3. Orangtua
Pada kenyataan didalam Islam yang pertama dan
paling utama bertanggung jawab dalam kemajuan perkembangan anak didik adalah
orangtua.
Seperti firman Allah SWT (Q.S. Luqman: 31: 13)
øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ ( cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã ÇÊÌÈ
Artinya:
“Dan (ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi
pelajaran kepadanya: “Wahai
anakku! Janganlah engakau menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutujan
Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Dalam pernyataan orangtua merupakn pendidik yang pertama
dan utama, berbeda dengan Allah SWT, yang mana orangtua menjadi pendidik yang
utama dalam segi keluarga. Setiap orangtua memiliki tugas penting untuk
memberikan pendidikan kepada anaknya. Hal tersebut dikarenakan anak merupakan
penerus dari keturunanya, anak merupakan kebanggaan bagi orangtua kepada
oranglain, dan doa anak yang shaleh merupakan amal yang tidak putus-putus bagi orangtuanya. Orangtua adalah orang yang paling berjasa bagi
setiap anak, karena bagi anak dari awal kelahirannya setiap anak melibatkan
peran penting dari orangtuanya.
Orangtua menjadi sosok
yang utama selain mempunyai tanggung jawab dari agama, juga mempunyai kewajiban
untuk menjadikan anak mereka memiliki masa depan yang gemilang, yaitu masa depan
yang baik, sehat dan mempunyai pengetahuan yang tinggi, baik pengetahuan umum maupun pengetahuan agama. Selain itu, orang tua tidak boleh lepas
dari tanggung jawabnya karena sebab merekalah seorang anak dilahirkan. Oleh
karena itu semua prestasi tersebut tidak mungkin bisa diraih oleh orang tua
tanpa pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka.
4. Pendidik/ oranglain sebagai pendidik
Kejelasan mengenai
oranglain sebagai pendidik antara lain dijelaskan dalam Q.S. Al-Kahf: 18:
60-70)
ﭐ øÎ)ur ^$s% 4ÓyqãB çm9tFxÿÏ9 Iw ßytö/r& #_¨Lym x÷è=ö/r& yìyJôftB Ç`÷tóst7ø9$# ÷rr& zÓÅÓøBr& $Y7à)ãm ÇÏÉÈ $£Jn=sù $tón=t/ yìyJøgxC $yJÎgÏZ÷t/ $uÅ¡nS $yJßgs?qãm xsªB$$sù ¼ã&s#Î6y Îû Ìóst7ø9$# $\/u| ÇÏÊÈ $£Jn=sù #yur%y` tA$s% çm9tFxÿÏ9 $oYÏ?#uä $tRuä!#yxî ôs)s9 $uZÉ)s9 `ÏB $tRÌxÿy #x»yd $Y7|ÁtR ÇÏËÈ tA$s% |M÷uäur& øÎ) !$uZ÷urr& n<Î) Íot÷¢Á9$# ÎoTÎ*sù àMÅ¡nS |Nqçtø:$# !$tBur çmÏ^9|¡øSr& wÎ) ß`»sÜø¤±9$# ÷br& ¼çntä.ør& 4 xsªB$#ur ¼ã&s#Î6y Îû Ìóst7ø9$# $Y7pgx ÇÏÌÈ tA$s% y7Ï9ºs $tB $¨Zä. Æ÷ö7tR 4 #£s?ö$$sù #n?tã $yJÏdÍ$rO#uä $TÁ|Ás% ÇÏÍÈ #yy`uqsù #Yö6tã ô`ÏiB !$tRÏ$t6Ïã çm»oY÷s?#uä ZpyJômu ô`ÏiB $tRÏZÏã çm»oY÷K¯=tæur `ÏB $¯Rà$©! $VJù=Ïã ÇÏÎÈ tA$s% ¼çms9 4ÓyqãB ö@yd y7ãèÎ7¨?r& #n?tã br& Ç`yJÏk=yèè? $£JÏB |MôJÏk=ãã #Yô©â ÇÏÏÈ tA$s% y7¨RÎ) `s9 yìÏÜtGó¡n@ zÓÉëtB #Zö9|¹ ÇÏÐÈ y#øx.ur çÉ9óÁs? 4n?tã $tB óOs9 ñÝÏtéB ¾ÏmÎ/ #Zö9äz ÇÏÑÈ tA$s% þÎTßÉftFy bÎ) uä!$x© ª!$# #\Î/$|¹ Iwur ÓÅÂôãr& y7s9 #\øBr& ÇÏÒÈ tA$s% ÈbÎ*sù ÓÍ_tF÷èt7¨?$# xsù ÓÍ_ù=t«ó¡s? `tã >äóÓx« #Ó¨Lym y^Ï÷né& y7s9 çm÷ZÏB #[ø.Ï ÇÐÉÈ
Artinya:
“Dan (ingatlah) ketikaMusa berkata kepada pembantunya,
“Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertmuan dua laut atau
akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun. Maka ketika mereka sampai ke pertemuan
dua laut itu, mereka lupa ikannya, lalu (ikan) itumelompat mengambil jalannya
kelaut itu. Maka ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada
pembantunya, “Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih
karena perjalanan kita ini.” Dia (Musa) berkata, “Itulah (tempat) yang kita
cari.” Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka berdua
bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba kami, yang telah kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang telah diajarkan kepadanya
dari sisi kami. Musa berkata kepadanya, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau
mengajarkan kepadaku untuk menjadi petunjuk?”. Dia menjawab, “ sungguh engkau
tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar
atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal
ini?”. Dia (Musa) berkata, “InsyaaAllah akan engkau dapati aku orang yang
sabar, an aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.” Dia berkata, “jika
engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu
apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu”.
Ayat ini menerangkan Nabi Musa yang
diperintahkan agar selalu mengikuti Nabi dan belajar kepadanya. Sebagai pendidik beliau mengira bahwasanya Nabi Musa tidak bisa
besabar, karena tidak memiliki ilmu. Oleh karena itu, Nabi Musa diminta
berjanji agar selalu bersabar, selain itu, Nabi mengingatkan Nabi Musa agar
tidak bertanya sebelum dijelaskan.
Pendidik merupakan
pengganti dari orangtua, didalam mendidik anak orangtua tidak bisa melaksanakan
pendidikan terhadap anaknya secara maksimal, oleh karena itu orangtua
menitipkan anaknya kepada seorang pendidik didalam lembaga pendidikan.
Ada beberapa faktor
orangtua menitipkan anak mereka kepada pendidik, yaitu:
a. Keterbatasan waktu yang tersedia pada orangtua.
b. Keterbatasan penguasaan ilmu dan teknologi yang
dimiliki para orangtua.
c. Efisiensi biaya yang dibutuhkan dalam proses
pendidikan anak.
d. Efektifitas program pendidikan anak.
D. Syarat-syarat menjadi Tenaga Pendidik
Dalam melakukan dan melaksanakan tugas serta
tanggung jawabnya, seorang pendidik memerlukan persyaratan tertentu, sehingga
dengan adanya syarat tersebut maka menjadi seorang guru akan terlaksanakan.
Pendidik adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.
Sedangkan dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan
ditempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa
juga di masjid, rumah, dan sebagainya.
Adapun syarat-syarat menjadi pendidik
profesional anatar lain:
1. Umur
Agar mampu menjalankan tugas mendidik, pendidik
seharusnya dewasa terlebih dahulu. Batas ukuran dewasa menurut Negara berumur
18 tahun atau sudah kawin. Menurut ilmu penidikan seorang dikatakan dewasa
untuk laki-laki sudah berumur 21 tahun dan 18 tahun untuk perempuan. Yang
dituju dalam pendidikan Islam adalah kedewasaan anak. Tidaklah mungkin membawa
anak-anak kepada kedewasaannya, jika pendidik sendiri tidak dewasa. Kedewasaan
yang diharapkan adalah kedewasaan yang bersifat jasmani maupun psikis.
2. Kesehatan
Pendidik wajib sehat jasmani maupun rohani.
Jasmani tidak sehat menghambat jalannya pendidikan, bahkan dapat membahayakan
bagi anak didik. Kesehatan jasmani bagi seorang pendidik sangat mempengaruhi
semangat kerja. Pendidik yang sakit-sakitan kerap kali absen absen dalam
kerjanya dan akan merugikan anak didik.
3. Keahlian dan Skill
Syarat mutlak yang menjamin berhasil baik bagi
semua cabang pekerjaan adalah kecakapan atau keahlian pada pelaksanaan itu.
Proses pendidikan itu pula akan berhasil bila para pendidik mempunyai keahlian,
mempunyai skill, dan mempunyai kecakapan yang memenuhi persyaratan untuk
melaksanakan tugas-tugasnya. Menjadikan anak menjadi manusia susilah dan
manusia bermoral. Bagi pendidik yang profesional dituntut memiliki surat
keterangan berkelakuan baik yang diberikan oleh pihak yang berwewenang.
4. Kesusilaan dan Dedikasi
Tuntutan dari dalam diri pendidik sendiri untuk
memiliki kesusilaan atau budipekerti baik,mempunyai kepribadian yang tinggi.
Hal ini adalah sebagai konsekuensi dari rasa tanggung jawab agar menjalankan
tugasnya, maupun membeimbing anak menajadi susilah.
5. Sikap dan Sifat Pendidik
Sebagai manusia yang bermoral panacasila
diharapkan pendidik mempunyai sikap hidup yang sehat, yaitu tepat dalam
menghadapi dan mengamalkan pancasila, dengan kelima sila-silanya. Sifat-sifat
yang dimaksud adalah:
a. Rasa tanggung jawab dan dedikasi
b. Kecintaan, kebijaksanaan dan kesabaran
c. Senantiasa bergaul dengan lingkungan sekitar
d. Tidak mudah marah dan cepat berprasangka buruk
e. Tidak mudah kecewa
f. Dan sifat-sifat yang lain, karena jika seorang
pendidik itu bersikap yang tidak baik, maka anak didik akan mudah menirunya.
6. Mentalitas
Seorang pendidik harus orang yang beragama
serta bertanggung jawab atas kesejahteraan agamanya
7. Kecakapan serta pengetahuan dasar
a. Pendidik harus mengenal setiap peserta didik
yang dipercayakan kepadanya. Yaitu mengetahui secara khusus sifat ketuhanan,
minat, pribadi, serta aspirasi anak didik.
b. Pendidik harus memiliki kecakapan memberi
bimbingan sesuai dengan taraf tingkatan perkembangan anak didik.
c. Pendidik harus memiliki dasar pengetahuan yang
luas tentan tujuan pendidikan sesuai tahap perkembangan.
d. Pendidik harus memiliki pengetahuan yang bulat
dan baru mengenali ilmu yang diajarkan.
e. Pendidik harus memiliki ilmu mendidik
sebaik-baiknya
Disamping syarat diatas, ada syarat khusus yang
harus dipenuhi seorang pendidik yaitu:
a. Pendidik harus mengetahui tujuan pendidik yang
dianut oleh suatu Negara.
b. Pendidik harus mengenal peserta didik.
c. Pendidik harus mempunyai prinsip didalam
menggunakan alat pendidikan.
d. Pendidik harus mempunyai sikap bersedia
membantu peserta didik dalam arti lebih besar.
e. Pendidik harus mampu bermasyarakat.
f. Pendidik harus mengidentifikasikan diri dengan
peserta didik.
E. Kedudukan dan Tugas Pendidik dalam Pendidikan
Islam
Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik”
sering disebut dengan murabbi, mu‟allim, mu‟addib, mudarris, dan
mursyid. Menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan konteks Islam,
kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
Murabbi adalah orang yang mendidik dan
menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan
memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat
dan alam sekitarnya.
Mu‟allim adalah orang yang menguasai ilmu dan
mampu mengembangkannya sertam menjelaskan fungsinya dalam kehidupan,
menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu
pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
Mu‟addib adalah orang yang mampu menyiapkan
peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas
di masa depan.
Mudarris adalah orang yang memiliki kepekaan
intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya
secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas
kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya.
Mursyid adalah orang yang mampu menjadi model
atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan
bagi peserta didiknya.
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam
adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta
didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi
afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[6]
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan
pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai
tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya,
mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan
mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu
yang mandiri.[7]
Pendidik menjadi orang yang mempersiapkan dan mengatarkan anak didiknya agar
bahagia di dunia dan di akhiratnya.
Pendidik pertama dan utama adalah orang tua
sendiri. Mereka berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan
anak kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan,
perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cermin atas
kusuksesan orang tua juga. Firman Allah SWT. (Q.S At-Tahrim: 66: 6)
ﭐ$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman!
Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia
perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Pendidik di sini adalah
mereka yang memberikan pelajaran kepada peserta didik, yang memegang suatu mata
pelajaran tertentu di sekolah.7 Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama
terhadap anak-anaknya, tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam
mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan
kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika
pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak lazimnya
dimasukkan ke dalam lembaga pendidikan (sekolah/madrasah). Penyerahan peserta
didik ke lembaga (sekolah/madrasah) bukan berarti melepaskan tanggung jawab
orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orang tua tetap
mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak kandungnya. Lembaga
pendidikan berkedudukan sebagai estafet orang tua, karena berbagai keterbatasan
yang dimilikinya. Disamping itu tuntutan dan
perkembangan zaman tidak memungkinkan semua orang tua dapat mejalankan tanggung
jawab mendidik sampai batas usia dewasa (18 tahun) pada semua bidang disiplin
ilmu yang menjadi kebutuhan anak di masa depan. Namun yang menjadi catatan
penting bahwa peran serta orang tua dalam hal mendidik anak tidak pernah putus
dan berhenti, dalam memberikan bimbingan dan mengarahkan pentingnya arti
kehidupan. Ada banyak tokoh, menjadikan orang tuanya sebagai sumber inspirasi
atas keberhasilannya.
1.
Kedudukan
Pendidik dalam Pendidikan Islam
Pendidik adalah spiritual father (bapak
rohani), bagi peserta didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu,
pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu,
pendidik memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa Hadits disebutkan: “Jadilah
engkau sebagai guru, atau pelajar atau pendengar atau pecinta, dan Janganlah
engkau menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”.. Bahkan Islam
menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul. Al-Syawki
bersyair: “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru
itu hampir saja merupakan seorang Rasul”.
Al-Ghazali menukil beberapa Hadits Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia
berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar yang
aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun, selanjutnya Al-Ghazali
menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan
pelita segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran
cahaya keilmiahannya. Andai kata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia
seperti binatang, sebab: pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari
sifat kebinatangan (baik binatang buas maupun binatang jinak)
kepada sifat insaniyah dan ilahiyah. Kedudukan seorang guru
menjadi penerang dalam kehidupan di dunia terlebih di akherat.
Dalam konteks pendidikan Islam kedudukan guru
sedemikan sangat penting, seperti yang diuraikan oleh Dhofier:
Hubungan tradisi pesantren, perasaan hormat dan
kepatuhan murid kepada gurunya adalah mutlak dan tidak boleh putus, artinya
berlaku seumur hidup si murid. Di samping itu rasa hormatnya yang mutlak itu
harus ditunjukkan dalam seluruh aspek kehidupannya, baik dalam kehidupan
keagamaan, kemasyarakatan, maupun pribadi. Melupakan ikatan dengan guru
dianggap sebagai suatu aib besar, di samping akan menghilangkan barakah guru.
Akibat selanjutnya dari kehilangan berkah guru ialah pengetahuan si murid tidak
akan bermanfaat. Umpamanya, kalau kemudian ia memimpin sebuah pesantren, ia
tidak akan dapat menarik santri yang banyak, atau akan kalah sukses
dibandingkan teman-teman seangkatannya yang tidak melupakan hubungannya dengan
guru. Bagi seorang santri adalah “tabu” mengatakan bahwa ia “bekas” murid dari
seorang kyai tertentu, sebab sekali ia menjadi murid kyai tersebut, seumur
hidupnya akan tetap menjadi muridnya. Bahkan bilamana guru tersebut telah
meninggal, si murid masih harus menunjukan hormatnya dengan tidak melupakan
kontak dengan pesantren sang guru. Demikian pula ia juga harus menghormati anak
gurunya. Kyai Tahrir dari Susukan, Salatiga, yang sekarang ini berumur + 70
tahun, selalu pergi kepesantren Watucongol, Muntilan Magelang untuk mengikuti
pengajian bulanan yang diberikan oleh Kyai Hamid, putra kyai Dalhar, gurunya
dalam tafsir dan fiqh semasa berada di Watucongol antara tahun 1927-1932.[10]
Dalam kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim tertulis
ajaran berikut: “Mereka yang mencari pengetahuan hendaklah selalu ingat bahwa
mereka tidak akan pernah mendapatkan pengetahuan atau pengetahuannya tidak akan
berguna, kecuali kalau ia menaruh hormat kepada guru yang mengajarkannya.
Hormat kepada guru bukan hanya sekedar patuh.” Sebagaimana dikatakan oleh
Sayidina ‘Ali, “Saya ini hamba dari orang yang mengajar saya, walaupun hanya
satu kata saja”.[11]
Kedudukan guru dalam seluruh kehidupan si murid
demikian pentingnya, sehingga seorang murid harus mempertimbangkan betul-betul
sebelum memutuskan untuk belajar dengan seorang guru tertentu. Dalam Ta‟lim
AlMuta‟allim dijelaskan agar menimbang-nimbang guru yang akan dipilihnya,
paling tidak selama 2 bulan sehingga ia yakin bahwa guru tersebut adalah orang
yang betul-betul alim dan arif, orang yang selalu menahan diri dari
perbuatan-perbuatan, baik yang dilarang, dimakruhkan maupun belum jelas
diperkenankan oleh agama (dalam kalangan pesantren orang seperti ini disebut
wira‟i); dan guru tersebut harus seorang yang sudah penuh pengalaman untuk
menjadi guru (asann). Di samping itu juga disarankan agar seorang calon murid
mencari keterangan dan meminta nasihat dari orang-orang yang pernah belajar
dengan guru tersebut, dan tidak meninggalkan gurunya sebelum ia menyelesaikan
mata pelajaran yang ia tuntut, sebab bila demikian ia tidak akan memperoleh manfaat
atau berhasil dalam studinya (fala yubaraku fit ta‟allumi).
Kepatuhan mutlak seorang murid kepada guru
tidak berarti bahwa murid tersebut harus mengikuti perintah gurunya yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam Ta’allim tertulis: “Janganlah kamu
patuh kepada seseorang yang tingkah lakunya tidak sesuai dengan ajaran Islam”.
Dalam tradisi Pesantren, sekali seorang guru
melakukan perbuatan maksiat, maka guru tersebut tidak lagi dianggap sebagai
penyalur barakah dan kemurahan Tuhan. Perlu ditekankan di sini, bahwa hormat
dan kepatuhan absolut kepada seorang guru didasari kepercayaan bahwa guru
tersebut memiliki kesucian karena memegang kunci penyalur pengetahuan dari
Allah. Bila guru tersebut melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama, maka tingkat
kesucian itu akan hilang. Oleh karena itu, menurut ajaran Islam, kewajiban
seorang murid untuk patuh secara mutlak kepada gurunya harus kita mengerti
dalam hubungan kesalehan guru kepada Allah swt, ketulusannya, kerendahan
hatinya, dan kecintaannya mengajar murid-muridnya. Kepercayaan murid kepada
guru didasarkan kepada kepercayaan bahwa gurunya adalah seorang alim yang
terpilih. Di samping itu para guru mencurahkan waktu dan tenaganya mengajar
murid-muridnya karena si guru merasa bertanggung Jawab di depan Allah untuk
menyalurkan ilmu yang dimilikinya kepada muridnya. Kesaling-tergantungan antara
guru dan murid, kesaling-pengertian mereka, ketulusan bersama, kesabaran,
ketulusan dan kecintaan antara guru dan murid, semuanya merupakan faktor yang
sebenarnya menjamin kelangsungan kehidupan pesantren.
2.
Tugas
Pendidik dalam Pendidikan Islam
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama
adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang
utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan kesempurnaan insan
yang bermuara pada kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikan
dengan (gu dan ru) yang berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu
(dipercaya) karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya
ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini.
Dikatakan ditiru (di ikuti) karena guru mempunyai kepribadian yang utuh, yang karenanya
segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta
didiknya. Seorang pendidik bukanlah
bertugas memindahkan atau mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak
didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggung jawab atas pengelolaan, pengarah
fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam
pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a.
Sebagai
instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan
melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan
penilaian setelah program dilakukan.
b.
Sebagai
educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan
berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
c.
Sebagai
managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri,
peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang
menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan
partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut
untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat
berupa:
a.
Kegairahan
dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan: kesediaan, kemampuan,
pertumbuhan dan perbedaan peserta didik.
b.
Membangkitkan
gairah peserta didik.
c.
Menumbuhkan
bakat dan sikap peserta didik yang baik.
d.
Mengatur
proses belajar mengajar yang baik.
e.
Memerhatikan
perubahan-perubahankecendrungan yang mempengaruhi proses mengajar.
f.
Adanya
hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.
Mendidik lebih bersifat kegiatan berkerangka
jangka menengah atau jangka panjang. Hasil pendidikan tidak dapat dilihat dalam
waktu dekat atau secara instan. Pendidikan merupakan kegiatan integratif olah
pikir, olah rasa, dan olah karsa yang bersinergi dengan perkembangan tingkat
penalaran peserta didik.
Mendidik bobotnya adalah pembentukan sikap
mental/kepribadian bagi anak didik, sedang mengajar bobotnya adalah penguasaan
pengetahuan, keterampilan dan keahlian tertentu yang berlangsung bagi semua
manusia pada semua usia. Contoh seorang guru matematika mengajarkan kepada anak
pintar menghitung, tapi anak tersebut tidak penuh perhitungan dalam segala
tindakannya.
Tidak setiap guru mampu mendidik walau pun ia
pandai mengajar, untuk menjadi pendidik guru tidak cukup menguasai materi dan
keterampilan mengajar saja, tetapi perlu memahami dasar-dasar agama dan
norma-norma dalam masyarakat, sehingga guru dalam pembelajaran mampu
menghubungkan materi yang disampaikannya dengan sikap dan keperibadiaan yang
harus tumbuh sesuai dengan ajaran agama dan normanorma dalam masyarakat. Jadi,
jika hasil pengajaran dapat dilihat dalam waktu singkat atau paling lama tiga
tahun, keluaran pendidikan tidak dapat dilihat sebagai satu hasil yang
segmentatif. Hasil pendidikan tercermin dalam sikap, sifat, perilaku, tindakan,
gaya menalar, gaya merespons, dan corak pengambilan keputusan peserta didik
atas suatu.
Menurut Abuddin Nata, secara sederhana tugas
pendidik adalah mengarahkan dan membimbing para murid agar semakin meningkat
pengetahuannya, semakin mahir keterampilannya dan semakin terbina dan
berkembang potensinya. Sedangkan tugas pokok pendidik adalah mendidik dan
mengajar. Mendidik ternyata tidak semudah mengajar.[12]
Dalam proses pembelajaran pendidik harus mampu
mengilhami peserta didik melalui proses belajar mengajar yang dilakukan
pendidik sehingga mampu memotivasi peserta didik mengemukakan gagasan-gagasan
yang besar dari peserta didik. Dalam konteks mengajar, pendidik mesti menyadari
bahwa setiap mata pelajaran mestinya membawa dan mengandung unsur pendidikan
dan pengajaran. Unsur pendidikan, dimaknai dapat membina dan menempa karakter
pendidik agar berjiwa jujur, bekerja secara cermat dan sistematik. Sedangkan unsur
pengajaran dimaknai untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik kepada
setiap mata pelajaran yang diterimanya.
Secara khusus, bila dilihat tugas guru
pendidikan agama (Islam) adalah di samping harus dapat memberikan pemahaman
yang benar tentang ajaran agama, juga diharapkan dapat membangun jiwa dan
karakter keberagamaan yang dibangun melalui pengajaran agama tersebut. Artinya
tugas pokok guru agama menurut Abuddin Nata adalah menanamkan ideologi Islam
yang sesunggunya pada jiwa anak.[13]
Pada uraian yang lebih jelas Abuddin Nata lebih
merinci bahwa tugas pokok guru (pendidik) adalah mengajar dan mendidik.
Mengajar disini mengacu kepada pemberian pengetahuan (transfer of knowledge)
dan melatih keterampilan dalam melakukan sesuatu, sedangkan mendidik mengacu
pada upaya membina kepribadian dan karakter si anak dengan nilainilai tertentu,
sehingga nilai-nilai tersebut mewarnai kehidupannya dalam bentuk perilaku dan
pola hidup sebagai manusia yang berakhlak.
Apabila pendidik dilihat dalam konteks yang
luas, maka tugas pendidik bukan hanya di sekolah (madrasah) tetapi dapat juga
melaksanakan tugasnya di rumah tangga. Menurut Ahmad Tafsir,[14] tugas
mendidik di rumah tangga dapat dilaksanakan dengan muda, karena Tuhan (Allah)
telah menciptakan landasannya, yaitu adanya rasa cinta orang tua terhadap
anaknya yang merupakan salah satu dari fitrahnya. Rasa cinta terlihat misalnya
dalam Qur‟an surat al-Kahfi ayat 46 dan surat al-Furqan ayat 74. Cinta kepada
anak-anak telah diajarkan juga oleh Rasulullah kepada para sahabat. Seorang
Baduwi datang kepada Muhammad saw. dan bertanya, “Apakah engkau menciumi
putra-putri engkau? Kami tidak pernah menciumi anak-anak kami.” Orang yang
mulia itu berkata, “Apakah kamu tidak takut Allah akan mencabut kasih sayang
dari hatimu? (H.R Bukhari).
Ramayulis, menguraikan tugas pendidik sebagai
warasat al-anbiya (pewaris nabi), pada
hakekatnya mengemban misi rahmat li al-„alamin yakni suatu misi yang mengajak
manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh
keselamatan dunia dan akhirat. Untuk melaksanakan tugas demikian, pendidik
harus bertitik tolak pada amar ma‟ruf nahi mungkar, menjadikan prinsip tauhid
sebagai pusat kegiatan penyebaran misi iman, islam dan ihsan, kekuatan yang
dikembangkan oleh pendidik adalah individualitas, sosial dan moral. Pada bagian
lain, tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan
dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia
menjadi idola para siswanya.
Pelajaran apapun yang diberikan hendaknya dapat
motivasi bagi siswanya dalam belajar. Sedangkan tugas guru pada bagian lain
adalah terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada bidang
ini guru merupakan komponen strategis yang memilih peran yang penting dalam
menentukan gerak maju kehidupan bangsa.
F. Kompetensi dan Kode Etik Pendidik dalam
Pendidikan Islam
1.
Kompetensi
Pendidik
w.
Robert Houston mendefenisikan kompetensi dengan “Competence or dinarily Islam
defined as adequacy for a task or as possessi on of require knowledge, skill,
and abilities” (suatu tugas yang memadai atau pemikiran pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang). Defenisi ini
mengandung arti bahwa calon pendidik perlu mempersiapkan diri untuk menguasai
sejumlah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan khusus yang terkait dengan
profesi keguruan. Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik serta dapat
memenuhi keingingan dan harapan peserta didik.
Seorang
pendidik harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan, sebagai
penganut Islam yang patut dicontoh dalam ajaran Islam dan bersedia menularkan
pengetahuan dan nilai Islam pada pihak lain.
Pendidikan
Islam yang profesional harus memiliki kompetensi yang lengkap, meliputi:
a.
Penguasaan
materi al-Islam yang komprehensif serta wawasan dan bahan pengayaan. Terutama
pada bidang yang menjadi tugasnya.
b.
Penguasaan
strategi (mencakup pendekatan metode dan teknik) pendidikan Islam, terutama
kemampuan evaluasinya.
c.
Penguasaan
ilmu dan wawasan kependidikan.
d.
Memahami
prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna keperluan
pengembangan pendidikan Islam dimasa depan.
e.
Memiliki
kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung yang mendukung
kepentingan tugasnya.
Keberhasilan
pendidik yakni “Pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai
kompetensi personal, religious, sosial-religius, dan profesional-religius. Kata
religious selalu dikaitkan dengan tiap-tiap kompetensi karena menunjukkan
adanya komitmen pendidik dengan ajaran Islam sebagai kriteria yang utama,
sehingga segala masalah pendidikan dihadapi, dipertimbangkan dan dipecahkan.
Serta ditempatkan pada perspektif Islam:
a.
Kompetensi
Personal-religius
Kemampuan dasar yang menyangkut kepribadian agamis,
artinya pada dirinya melekat nilai-nilai lebih yang hendak
ditransinternalisasikan (pemindahan pengahayatan nilai-nilai) kepada peserta
didiknya. Misalnya nilai kejujuran, amanah, keadilan,
kecerdasan, tanggung jawab, musyawarah, keberhasilan, keindahan, kedisiplinan,
dan lain-lain.
b.
Kompetensi
sosial-religius
Kemampuan
yang menyangkut kepedulian terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam. Sikap
gotong royong, tolong menolong, egalitarian (persamaan derajat anatar manusia),
sikap toleransi dan sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik muslim.
c.
Kompetensi
Profesional-religius
Kemampuan
untuk menjalankan tugas
keguruannya secara profesional, dalam arti mampu membuat keputusan keahlian
atas beragamnya kasus serta mampu beratanggung jawab berdasarkan teori dan
wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.
G.
Kode Etik Pendidik
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui sebelum membahas mengenai kode
etik atau biasa disebut juga etika, yaitu:
a.
Etika adalah aturan-aturan yang disepakati bersama oleh ahli-ahli
yangmengamalkan kerjanya seperti keguruan, pengobatan dan sebagainya.
b.
Nilai-nilai adalah yang menyertai setiap kerjanya itu seperti
memberi pengkhitmatan yang sebaik-baiknya kepada pelanggan dan sebagainya.
c.
Pengamalan semua kerjanya mementingkan amalan tetapi sebelum sampai
kepada amalan, nilai-nilai kerjanya itu harus di hayati (intemalized).
d.
Penghayatan yaitu penghayatan nilai-nilai maka nilai-nilai seperti
ke ikhlasan, kejujuran, dedikasi dan lain-lain itu di hayati.
Sedangkan Etika menurut
para ahli sebagai berikut:
a. Ahmad Amin berpendapat, bahwa etika merupakan
ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat.
b. Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika
sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik buruk, serta berusaha
mempelajari nilai-nilai dan merupakan juga pengatahuan tentang nilai-nilai itu
sendiri.
c. Ki Hajar Dewantara mengartikan etika merupakan
ilmu yang mempelajari soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia
semaunya, teristimewa yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang dapat
merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat
merupakan perbuatan.
Sedangkan dalam
Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima
oleh guru‑guru Indonesia. Sebagai
pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik,
anggota masyarakat dan warga negara.
Dari pengertian
diatas penulis dapat simpulkan bahwa Kode etik guru atau pendidik adalah
norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (hubungan relationship) antara
pendidik dan peserta didik, orang tua peserta didik, serta dengan atasannya.
Suatu jabatan
yang melayani orang lain selalu memerlukan kode etik. Demikian pula jabatan
pendidik mempunyai kode etik tertentu yang harus dikenal dan dilaksanakan oleh
setiap pendidik.
Faktor
terpenting bagi seorang guru adalah etikanya. itulah yang akan menentukan
apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah
akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi
anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang
mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Perasaan dan
emosi guru yang mempunyai kepribadian terpadu tampak stabil, optimis dan
menyenangkan. Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa
diterima dan disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya.
Tingkah laku
atau moral guru pada umumnya, merupakan penampilan lain dari kepribadiannya.
Bagi anak didik yang masih kecil, guru adalah contoh teladan yang sangat
penting dalam pertumbuhannya, guru adalah orang pertama sesudah orang tua, yang
mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Kalaulah tingkah laku atau
akhlak guru yang tidak baik, pada umumnya akhlak anak didik akan rusak olehnya,
karena anak mudah terpengaruh oleh orang yang dikaguminya.
H.
Kesimpulan
Pendidik adalah
orang yang mendidik dari segi pengertian ini timbul kesan bahwa pendidik adalah
orang yang melakukan kegiatan dalam hal mendidik. Dalam bahasa Inggris ditemui
beberapa kata yang mendekati maknanya dengan pendidik. Kata-kata tersebut
seperti teacher yang berarti guru atau pengajar, dan tutor yang berarti
guru pribadi atau guru yang mengajar dirumah. Sebagaimana teori Barat, pendidik
dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik
potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).
Dalam konteks
pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu‟allim, mu‟addib,
mudarris, dan mursyid. Menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan
konteks Islam, kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai
tugas masing-masing.
Seorang
pendidik harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan, sebagai
penganut Islam yang patut dicontoh dalam ajaran Islam dan bersedia menularkan
pengetahuan dan nilai Islam pada pihak lain.
Kode etik pendidik adalah norma-norma
yang mengatur hubungan kemanusiaan (hubungan relationship) antara pendidik dan
peserta didik, orang tua peserta didik, serta dengan atasannya.
I.
Daftar Pustaka
[15] Uryoubroo B., Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, Jakarta
: Bina Aksara, 1983. Hlm 73.
Komentar
Posting Komentar