MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM


PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM[1]
Oleh: Kelompok III[2]
A.      Pendahuluan
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul: Pendidik dalam Pendidikan Islam. Sholawat dan salam ke ruh Nabi besar Muhammad SAW. Yang telah membawa manusia dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini.
Makalah ini membahas tentang pendidik. Pendidik adalah orang yang mendidik. Mendidik adalah tugas dan tanggung jawab orangtua dalam lingkungan keluarga, pendidik di lingkungan sekolah, serta ulama dan pemimpin di lingkungan masyarakat. Pekerjaan mendidik yang berlangsung dalam masyarakat modern ini tidak lagi hanya di lingkungan keluarga, tetapi di sekolahpun pendidik dapat diberikan oleh pendidik.
Adapun tujuan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang diampu Bapak Drs. H. Agus Salim Daulay, M. Ag.
Makalah ini membahas tentang Pendidik dalam Pendidikan Islam yang bertujuan untuk mengetahui Pengertian Pendidik, Macam-macam Pendidik, Syarat-syarat menjadi Tenaga Pendidik, Kedudukan dan Tugas Pendidik dalam Pendidikan Islam, Kompetensi dan Kode Etik Pendidik dalam Pendidikan Islam.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode library research, dengan cara mengumpulkan dan analisis yang digunakan melalui buku atau sumber-sumber yang membahas permasalahan ini.
Jika dalam penulisan makalah kami ini terdapat berbagai kesalahan dan kekurangan, maka kepada para pembaca, penulis memohon sebesar-besarnya atas koreksi-koreksi yang telah yang diberikan.


B.       Pengertian Pendidik
Pendidik adalah orang yang mendidik dari segi pengertian ini timbul kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam hal mendidik. Dalam bahasa Inggris ditemui beberapa kata yang mendekati maknanya dengan pendidik. Kata-kata tersebut seperti teacher yang berarti guru atau pengajar, dan tutor yang berarti guru pribadi atau guru yang mengajar dirumah. Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).
Seorang pendidik merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem kependidikan, karena pendidiklah yang akan mengantarkan anak didik pada tujuan yang telah ditentukan, yang mana tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan/ membentuk manusia yang sempurna (insan kamil) yang sesuai dengan ukuran Islam.
Pengertian pendidik secara umum dapat diartikan sebagai orang yang bertanggung jawab atas pendidik dan pengajaran.[3] Dalam konteks yang lebih luas setiap individu adalah pendidik. Oleh sebab itu ia harus menjaga dan meningkatkan kualitas diri dan setiap indidvidu yang bertanggung jawab terhadap perkembangan subjek didik.
Untuk lebih memahami makna mendidik adapat dibandingkan langsung dengan makna mengajar, kata mengajar yang kita kenal dapat dimaknai sebagai menyajikan bahan ajar tertentu berupa separangkat pengetahuan, nilai, dan deskripsiketerampilan kepada seseorang atau sekumpulan orang dengan maksud agar pengetahuan yang diperlukannya sekarang atau untuk pekerjaan yang akandijalaninya tumbuh, sehingga ia dapat mengembangkan atau meningkatkan inteligensinya secara intelektual.[4]
Adapun mendidik memerlukan tanggung jawab lebih besar daripada mengajar. Mendidik adalah membimbing pertumbuhan anak, jasmani maupun rohanidengan sengaja, bukan saja untuk kepentingan pengajaran sekarang melainkan utamanya untuk kehidupan seterusnya di masa depan.
Didalam Al-Quran ditemukan beberapa kata yang menunjukkan kepada pengertian pendidik: mualim (Q.S. Al-Ankabut: 29: 43).
šù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $ygç/ÎŽôØnS Ĩ$¨Z=Ï9 ( $tBur !$ygè=É)÷ètƒ žwÎ) tbqßJÎ=»yèø9$# ÇÍÌÈ  
Artinya:
Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk manusia dan tidak ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu”.

Adalah orang yang menguasai ilmu mampu mengembangkannya dan menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, serta menjelaskan dimana teoritis dan praktisnya sekaligus.

C.      Macam-macam Pendidik
Terdapat banyak pendidik dalam Islam dikarenakan setiap individu merupakan pendidik. Diantaranya yaitu:
1.      Allah SWT
Kita sebagai umat Islam percaya akan kekuasaan Allah SWT. karena Allah yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Yang memberikan kemampuan terhadap manusia untuk berfikir. Sudah terdapat berbagai bukti bahwa Allah lah yang menjadi pendidik pertama, diantara firman-Nya (Q.S Al-Baqarah: 2: 31
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ  
Artinya:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar.”        
Berdasarkan ayat diatas sudah jelas bahwa Allah merupakan pendidik pertama dan yang utama bagi semua makhluk bahkan seluruh alam.
2.      Nabi Muhammad SAW.
Sejalan dengan pembinaan yang dilakukan oleh Allah terhadap Nabi, Allah meminta beliau agar membina umatnya agar selalu berdakwah. Nabi merupakan utusan langsung dari Allah SWT, sudah terlihat jelas dalam firman Allah SWT (Q.S. Al-Bqaqarah: 2: 151)
øŒÎ)ur $tRôtãºur #ÓyqãB z`ŠÏèt/ör& \'s#øs9 §NèO ãNè?õsƒªB$# Ÿ@ôfÏèø9$# .`ÏB ¾ÍnÏ÷èt/ öNçFRr&ur šcqßJÎ=»sß ÇÎÊÈ  
Artinya:
            “Sebagaimana kami telah mengutus kepadamu seorang rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat kami, kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepada kamu Al-kitab dan Al-hikmah serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”

            Sejarah mencatat bahwa amanah tersebut dapat dilaksanakan oleh Nabi dengan hasil yang sangat memuaskan. Hal tersebut tidak lepas dari metode yang Nabi gunakan dalam mendidik umatnya, dengan cara kasih sayang dan keteladanan yang baik. Selain itu Nabi Muhammad diturunkan kedunia ini untuk menjadi seorang pendidik.
3.      Orangtua
Pada kenyataan didalam Islam yang pertama dan paling utama bertanggung jawab dalam kemajuan perkembangan anak didik adalah orangtua.[5] Seperti firman Allah SWT (Q.S. Luqman: 31: 13)
øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ  
 Artinya:
“Dan (ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya: “Wahai anakku! Janganlah engakau menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutujan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.”

Dalam pernyataan orangtua merupakn pendidik yang pertama dan utama, berbeda dengan Allah SWT, yang mana orangtua menjadi pendidik yang utama dalam segi keluarga. Setiap orangtua memiliki tugas penting untuk memberikan pendidikan kepada anaknya. Hal tersebut dikarenakan anak merupakan penerus dari keturunanya, anak merupakan kebanggaan bagi orangtua kepada oranglain, dan doa anak yang shaleh merupakan amal yang tidak putus-putus bagi orangtuanya. Orangtua adalah orang yang paling berjasa bagi setiap anak, karena bagi anak dari awal kelahirannya setiap anak melibatkan peran penting dari orangtuanya.
Orangtua menjadi sosok yang utama selain mempunyai tanggung jawab dari agama, juga mempunyai kewajiban untuk menjadikan anak mereka memiliki masa depan yang gemilang, yaitu masa depan yang baik, sehat dan mempunyai pengetahuan yang tinggi, baik pengetahuan umum maupun pengetahuan agama. Selain itu, orang tua tidak boleh lepas dari tanggung jawabnya karena sebab merekalah seorang anak dilahirkan. Oleh karena itu semua prestasi tersebut tidak mungkin bisa diraih oleh orang tua tanpa pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka.
4.      Pendidik/ oranglain sebagai pendidik
Kejelasan mengenai oranglain sebagai pendidik antara lain dijelaskan dalam Q.S. Al-Kahf: 18: 60-70)
øŒÎ)ur š^$s% 4ÓyqãB çm9tFxÿÏ9 Iw ßytö/r& #_¨Lym x÷è=ö/r& yìyJôftB Ç`÷ƒtóst7ø9$# ÷rr& zÓÅÓøBr& $Y7à)ãm ÇÏÉÈ   $£Jn=sù $tón=t/ yìyJøgxC $yJÎgÏZ÷t/ $uÅ¡nS $yJßgs?qãm xsƒªB$$sù ¼ã&s#Î6y Îû ̍óst7ø9$# $\/uŽ|  ÇÏÊÈ   $£Jn=sù #yur%y` tA$s% çm9tFxÿÏ9 $oYÏ?#uä $tRuä!#yxî ôs)s9 $uZŠÉ)s9 `ÏB $tR̍xÿy #x»yd $Y7|ÁtR ÇÏËÈ   tA$s% |M÷ƒuäur& øŒÎ) !$uZ÷ƒurr& n<Î) Íot÷¢Á9$# ÎoTÎ*sù àMŠÅ¡nS |Nqçtø:$# !$tBur çmÏ^9|¡øSr& žwÎ) ß`»sÜø¤±9$# ÷br& ¼çntä.øŒr& 4 xsƒªB$#ur ¼ã&s#Î6y Îû ̍óst7ø9$# $Y7pgx ÇÏÌÈ   tA$s% y7Ï9ºsŒ $tB $¨Zä. Æ÷ö7tR 4 #£s?ö$$sù #n?tã $yJÏdÍ$rO#uä $TÁ|Ás% ÇÏÍÈ   #yy`uqsù #Yö6tã ô`ÏiB !$tRÏŠ$t6Ïã çm»oY÷s?#uä ZpyJômu ô`ÏiB $tRÏZÏã çm»oY÷K¯=tæur `ÏB $¯Rà$©! $VJù=Ïã ÇÏÎÈ   tA$s% ¼çms9 4ÓyqãB ö@yd y7ãèÎ7¨?r& #n?tã br& Ç`yJÏk=yèè? $£JÏB |MôJÏk=ãã #Yô©â ÇÏÏÈ   tA$s% y7¨RÎ) `s9 yìÏÜtGó¡n@ zÓÉëtB #ZŽö9|¹ ÇÏÐÈ   y#øx.ur çŽÉ9óÁs? 4n?tã $tB óOs9 ñÝÏtéB ¾ÏmÎ/ #ZŽö9äz ÇÏÑÈ   tA$s% þÎTßÉftFy bÎ) uä!$x© ª!$# #\Î/$|¹ Iwur ÓÅÂôãr& y7s9 #\øBr& ÇÏÒÈ   tA$s% ÈbÎ*sù ÓÍ_tF÷èt7¨?$# Ÿxsù ÓÍ_ù=t«ó¡s? `tã >äóÓx« #Ó¨Lym y^Ï÷né& y7s9 çm÷ZÏB #[ø.ÏŒ ÇÐÉÈ  
Artinya:
“Dan (ingatlah) ketikaMusa berkata kepada pembantunya, “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertmuan dua laut atau akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun. Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya, lalu (ikan) itumelompat mengambil jalannya kelaut itu. Maka ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada pembantunya, “Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” Dia (Musa) berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba kami, yang telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang telah diajarkan kepadanya dari sisi kami. Musa berkata kepadanya, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku untuk menjadi petunjuk?”. Dia menjawab, “ sungguh engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal ini?”. Dia (Musa) berkata, “InsyaaAllah akan engkau dapati aku orang yang sabar, an aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.” Dia berkata, “jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu”.

Ayat ini menerangkan Nabi Musa yang diperintahkan agar selalu mengikuti Nabi dan belajar kepadanya. Sebagai pendidik beliau mengira bahwasanya Nabi Musa tidak bisa besabar, karena tidak memiliki ilmu. Oleh karena itu, Nabi Musa diminta berjanji agar selalu bersabar, selain itu, Nabi mengingatkan Nabi Musa agar tidak bertanya sebelum dijelaskan.
Pendidik merupakan pengganti dari orangtua, didalam mendidik anak orangtua tidak bisa melaksanakan pendidikan terhadap anaknya secara maksimal, oleh karena itu orangtua menitipkan anaknya kepada seorang pendidik didalam lembaga pendidikan.
Ada beberapa faktor orangtua menitipkan anak mereka kepada pendidik, yaitu:
a.      Keterbatasan waktu yang tersedia pada orangtua.
b.     Keterbatasan penguasaan ilmu dan teknologi yang dimiliki para orangtua.
c.      Efisiensi biaya yang dibutuhkan dalam proses pendidikan anak.
d.     Efektifitas program pendidikan anak.
D.      Syarat-syarat menjadi Tenaga Pendidik
Dalam melakukan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, seorang pendidik memerlukan persyaratan tertentu, sehingga dengan adanya syarat tersebut maka menjadi seorang guru akan terlaksanakan. Pendidik adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Sedangkan dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, rumah, dan sebagainya. 
Adapun syarat-syarat menjadi pendidik profesional anatar lain:
1.      Umur
Agar mampu menjalankan tugas mendidik, pendidik seharusnya dewasa terlebih dahulu. Batas ukuran dewasa menurut Negara berumur 18 tahun atau sudah kawin. Menurut ilmu penidikan seorang dikatakan dewasa untuk laki-laki sudah berumur 21 tahun dan 18 tahun untuk perempuan. Yang dituju dalam pendidikan Islam adalah kedewasaan anak. Tidaklah mungkin membawa anak-anak kepada kedewasaannya, jika pendidik sendiri tidak dewasa. Kedewasaan yang diharapkan adalah kedewasaan yang bersifat jasmani maupun psikis.
2.      Kesehatan
Pendidik wajib sehat jasmani maupun rohani. Jasmani tidak sehat menghambat jalannya pendidikan, bahkan dapat membahayakan bagi anak didik. Kesehatan jasmani bagi seorang pendidik sangat mempengaruhi semangat kerja. Pendidik yang sakit-sakitan kerap kali absen absen dalam kerjanya dan akan merugikan anak didik.
3.      Keahlian dan Skill
Syarat mutlak yang menjamin berhasil baik bagi semua cabang pekerjaan adalah kecakapan atau keahlian pada pelaksanaan itu. Proses pendidikan itu pula akan berhasil bila para pendidik mempunyai keahlian, mempunyai skill, dan mempunyai kecakapan yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Menjadikan anak menjadi manusia susilah dan manusia bermoral. Bagi pendidik yang profesional dituntut memiliki surat keterangan berkelakuan baik yang diberikan oleh pihak yang berwewenang.


4.      Kesusilaan dan Dedikasi
Tuntutan dari dalam diri pendidik sendiri untuk memiliki kesusilaan atau budipekerti baik,mempunyai kepribadian yang tinggi. Hal ini adalah sebagai konsekuensi dari rasa tanggung jawab agar menjalankan tugasnya, maupun membeimbing anak menajadi susilah.
5.      Sikap dan Sifat Pendidik
Sebagai manusia yang bermoral panacasila diharapkan pendidik mempunyai sikap hidup yang sehat, yaitu tepat dalam menghadapi dan mengamalkan pancasila, dengan kelima sila-silanya. Sifat-sifat yang dimaksud adalah:
a.       Rasa tanggung jawab dan dedikasi
b.      Kecintaan, kebijaksanaan dan kesabaran
c.       Senantiasa bergaul dengan lingkungan sekitar
d.      Tidak mudah marah dan cepat berprasangka buruk
e.       Tidak mudah kecewa
f.       Dan sifat-sifat yang lain, karena jika seorang pendidik itu bersikap yang tidak baik, maka anak didik akan mudah menirunya.
6.      Mentalitas
Seorang pendidik harus orang yang beragama serta bertanggung jawab atas kesejahteraan agamanya
7.      Kecakapan serta pengetahuan dasar
a.       Pendidik harus mengenal setiap peserta didik yang dipercayakan kepadanya. Yaitu mengetahui secara khusus sifat ketuhanan, minat, pribadi, serta aspirasi anak didik.
b.      Pendidik harus memiliki kecakapan memberi bimbingan sesuai dengan taraf tingkatan perkembangan anak didik.
c.       Pendidik harus memiliki dasar pengetahuan yang luas tentan tujuan pendidikan sesuai tahap perkembangan.
d.      Pendidik harus memiliki pengetahuan yang bulat dan baru mengenali ilmu yang diajarkan.
e.       Pendidik harus memiliki ilmu mendidik sebaik-baiknya
Disamping syarat diatas, ada syarat khusus yang harus dipenuhi seorang pendidik yaitu:
a.       Pendidik harus mengetahui tujuan pendidik yang dianut oleh suatu Negara.
b.      Pendidik harus mengenal peserta didik.
c.       Pendidik harus mempunyai prinsip didalam menggunakan alat pendidikan.
d.      Pendidik harus mempunyai sikap bersedia membantu peserta didik dalam arti lebih besar.
e.       Pendidik harus mampu bermasyarakat.
f.       Pendidik harus mengidentifikasikan diri dengan peserta didik.

E.       Kedudukan dan Tugas Pendidik dalam Pendidikan Islam
Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu‟allim, mu‟addib, mudarris, dan mursyid. Menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan konteks Islam, kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
Murabbi adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
Mu‟allim adalah orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya sertam menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
Mu‟addib adalah orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
Mudarris adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
Mursyid adalah orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[6] Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.[7] Pendidik menjadi orang yang mempersiapkan dan mengatarkan anak didiknya agar bahagia di dunia dan di akhiratnya.
Pendidik pertama dan utama adalah orang tua sendiri. Mereka berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan, perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cermin atas kusuksesan orang tua juga. Firman Allah SWT. (Q.S At-Tahrim: 66: 6)
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ    
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Pendidik di sini adalah mereka yang memberikan pelajaran kepada peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah.7 Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya, tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga pendidikan (sekolah/madrasah). Penyerahan peserta didik ke lembaga (sekolah/madrasah) bukan berarti melepaskan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orang tua tetap mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak kandungnya. Lembaga pendidikan berkedudukan sebagai estafet orang tua, karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Disamping itu                                                         tuntutan dan perkembangan zaman tidak memungkinkan semua orang tua dapat mejalankan tanggung jawab mendidik sampai batas usia dewasa (18 tahun) pada semua bidang disiplin ilmu yang menjadi kebutuhan anak di masa depan. Namun yang menjadi catatan penting bahwa peran serta orang tua dalam hal mendidik anak tidak pernah putus dan berhenti, dalam memberikan bimbingan dan mengarahkan pentingnya arti kehidupan. Ada banyak tokoh, menjadikan orang tuanya sebagai sumber inspirasi atas keberhasilannya.
1.         Kedudukan Pendidik dalam Pendidikan Islam
Pendidik adalah spiritual father (bapak rohani), bagi peserta didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidik memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa Hadits disebutkan: “Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar atau pendengar atau pecinta, dan Janganlah engkau menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”.. Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul. Al-Syawki bersyair: “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul”.[8] Al-Ghazali menukil beberapa Hadits Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun, selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya. Andai kata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab: pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas maupun binatang jinak)[9] kepada sifat insaniyah dan ilahiyah. Kedudukan seorang guru menjadi penerang dalam kehidupan di dunia terlebih di akherat.
Dalam konteks pendidikan Islam kedudukan guru sedemikan sangat penting, seperti yang diuraikan oleh Dhofier:
Hubungan tradisi pesantren, perasaan hormat dan kepatuhan murid kepada gurunya adalah mutlak dan tidak boleh putus, artinya berlaku seumur hidup si murid. Di samping itu rasa hormatnya yang mutlak itu harus ditunjukkan dalam seluruh aspek kehidupannya, baik dalam kehidupan keagamaan, kemasyarakatan, maupun pribadi. Melupakan ikatan dengan guru dianggap sebagai suatu aib besar, di samping akan menghilangkan barakah guru. Akibat selanjutnya dari kehilangan berkah guru ialah pengetahuan si murid tidak akan bermanfaat. Umpamanya, kalau kemudian ia memimpin sebuah pesantren, ia tidak akan dapat menarik santri yang banyak, atau akan kalah sukses dibandingkan teman-teman seangkatannya yang tidak melupakan hubungannya dengan guru. Bagi seorang santri adalah “tabu” mengatakan bahwa ia “bekas” murid dari seorang kyai tertentu, sebab sekali ia menjadi murid kyai tersebut, seumur hidupnya akan tetap menjadi muridnya. Bahkan bilamana guru tersebut telah meninggal, si murid masih harus menunjukan hormatnya dengan tidak melupakan kontak dengan pesantren sang guru. Demikian pula ia juga harus menghormati anak gurunya. Kyai Tahrir dari Susukan, Salatiga, yang sekarang ini berumur + 70 tahun, selalu pergi kepesantren Watucongol, Muntilan Magelang untuk mengikuti pengajian bulanan yang diberikan oleh Kyai Hamid, putra kyai Dalhar, gurunya dalam tafsir dan fiqh semasa berada di Watucongol antara tahun 1927-1932.[10]
Dalam kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim tertulis ajaran berikut: “Mereka yang mencari pengetahuan hendaklah selalu ingat bahwa mereka tidak akan pernah mendapatkan pengetahuan atau pengetahuannya tidak akan berguna, kecuali kalau ia menaruh hormat kepada guru yang mengajarkannya. Hormat kepada guru bukan hanya sekedar patuh.” Sebagaimana dikatakan oleh Sayidina ‘Ali, “Saya ini hamba dari orang yang mengajar saya, walaupun hanya satu kata saja”.[11]
Kedudukan guru dalam seluruh kehidupan si murid demikian pentingnya, sehingga seorang murid harus mempertimbangkan betul-betul sebelum memutuskan untuk belajar dengan seorang guru tertentu. Dalam Ta‟lim AlMuta‟allim dijelaskan agar menimbang-nimbang guru yang akan dipilihnya, paling tidak selama 2 bulan sehingga ia yakin bahwa guru tersebut adalah orang yang betul-betul alim dan arif, orang yang selalu menahan diri dari perbuatan-perbuatan, baik yang dilarang, dimakruhkan maupun belum jelas diperkenankan oleh agama (dalam kalangan pesantren orang seperti ini disebut wira‟i); dan guru tersebut harus seorang yang sudah penuh pengalaman untuk menjadi guru (asann). Di samping itu juga disarankan agar seorang calon murid mencari keterangan dan meminta nasihat dari orang-orang yang pernah belajar dengan guru tersebut, dan tidak meninggalkan gurunya sebelum ia menyelesaikan mata pelajaran yang ia tuntut, sebab bila demikian ia tidak akan memperoleh manfaat atau berhasil dalam studinya (fala yubaraku fit ta‟allumi).
Kepatuhan mutlak seorang murid kepada guru tidak berarti bahwa murid tersebut harus mengikuti perintah gurunya yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam Ta’allim tertulis: “Janganlah kamu patuh kepada seseorang yang tingkah lakunya tidak sesuai dengan ajaran Islam”.
Dalam tradisi Pesantren, sekali seorang guru melakukan perbuatan maksiat, maka guru tersebut tidak lagi dianggap sebagai penyalur barakah dan kemurahan Tuhan. Perlu ditekankan di sini, bahwa hormat dan kepatuhan absolut kepada seorang guru didasari kepercayaan bahwa guru tersebut memiliki kesucian karena memegang kunci penyalur pengetahuan dari Allah. Bila guru tersebut melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama, maka tingkat kesucian itu akan hilang. Oleh karena itu, menurut ajaran Islam, kewajiban seorang murid untuk patuh secara mutlak kepada gurunya harus kita mengerti dalam hubungan kesalehan guru kepada Allah swt, ketulusannya, kerendahan hatinya, dan kecintaannya mengajar murid-muridnya. Kepercayaan murid kepada guru didasarkan kepada kepercayaan bahwa gurunya adalah seorang alim yang terpilih. Di samping itu para guru mencurahkan waktu dan tenaganya mengajar murid-muridnya karena si guru merasa bertanggung Jawab di depan Allah untuk menyalurkan ilmu yang dimilikinya kepada muridnya. Kesaling-tergantungan antara guru dan murid, kesaling-pengertian mereka, ketulusan bersama, kesabaran, ketulusan dan kecintaan antara guru dan murid, semuanya merupakan faktor yang sebenarnya menjamin kelangsungan kehidupan pesantren.

2.         Tugas Pendidik dalam Pendidikan Islam
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan kesempurnaan insan yang bermuara pada kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikan dengan (gu dan ru) yang berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (di ikuti) karena guru mempunyai kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya.  Seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan atau mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggung jawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu: 
a.         Sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
b.        Sebagai educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
c.         Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa:
a.         Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan peserta didik.
b.        Membangkitkan gairah peserta didik.
c.         Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik.
d.        Mengatur proses belajar mengajar yang baik.
e.         Memerhatikan perubahan-perubahankecendrungan yang mempengaruhi proses mengajar.
f.         Adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.
Mendidik lebih bersifat kegiatan berkerangka jangka menengah atau jangka panjang. Hasil pendidikan tidak dapat dilihat dalam waktu dekat atau secara instan. Pendidikan merupakan kegiatan integratif olah pikir, olah rasa, dan olah karsa yang bersinergi dengan perkembangan tingkat penalaran peserta didik.
Mendidik bobotnya adalah pembentukan sikap mental/kepribadian bagi anak didik, sedang mengajar bobotnya adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan dan keahlian tertentu yang berlangsung bagi semua manusia pada semua usia. Contoh seorang guru matematika mengajarkan kepada anak pintar menghitung, tapi anak tersebut tidak penuh perhitungan dalam segala tindakannya.
Tidak setiap guru mampu mendidik walau pun ia pandai mengajar, untuk menjadi pendidik guru tidak cukup menguasai materi dan keterampilan mengajar saja, tetapi perlu memahami dasar-dasar agama dan norma-norma dalam masyarakat, sehingga guru dalam pembelajaran mampu menghubungkan materi yang disampaikannya dengan sikap dan keperibadiaan yang harus tumbuh sesuai dengan ajaran agama dan normanorma dalam masyarakat. Jadi, jika hasil pengajaran dapat dilihat dalam waktu singkat atau paling lama tiga tahun, keluaran pendidikan tidak dapat dilihat sebagai satu hasil yang segmentatif. Hasil pendidikan tercermin dalam sikap, sifat, perilaku, tindakan, gaya menalar, gaya merespons, dan corak pengambilan keputusan peserta didik atas suatu.
Menurut Abuddin Nata, secara sederhana tugas pendidik adalah mengarahkan dan membimbing para murid agar semakin meningkat pengetahuannya, semakin mahir keterampilannya dan semakin terbina dan berkembang potensinya. Sedangkan tugas pokok pendidik adalah mendidik dan mengajar. Mendidik ternyata tidak semudah mengajar.[12]
Dalam proses pembelajaran pendidik harus mampu mengilhami peserta didik melalui proses belajar mengajar yang dilakukan pendidik sehingga mampu memotivasi peserta didik mengemukakan gagasan-gagasan yang besar dari peserta didik. Dalam konteks mengajar, pendidik mesti menyadari bahwa setiap mata pelajaran mestinya membawa dan mengandung unsur pendidikan dan pengajaran. Unsur pendidikan, dimaknai dapat membina dan menempa karakter pendidik agar berjiwa jujur, bekerja secara cermat dan sistematik. Sedangkan unsur pengajaran dimaknai untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik kepada setiap mata pelajaran yang diterimanya.
Secara khusus, bila dilihat tugas guru pendidikan agama (Islam) adalah di samping harus dapat memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran agama, juga diharapkan dapat membangun jiwa dan karakter keberagamaan yang dibangun melalui pengajaran agama tersebut. Artinya tugas pokok guru agama menurut Abuddin Nata adalah menanamkan ideologi Islam yang sesunggunya pada jiwa anak.[13]
Pada uraian yang lebih jelas Abuddin Nata lebih merinci bahwa tugas pokok guru (pendidik) adalah mengajar dan mendidik. Mengajar disini mengacu kepada pemberian pengetahuan (transfer of knowledge) dan melatih keterampilan dalam melakukan sesuatu, sedangkan mendidik mengacu pada upaya membina kepribadian dan karakter si anak dengan nilainilai tertentu, sehingga nilai-nilai tersebut mewarnai kehidupannya dalam bentuk perilaku dan pola hidup sebagai manusia yang berakhlak.
Apabila pendidik dilihat dalam konteks yang luas, maka tugas pendidik bukan hanya di sekolah (madrasah) tetapi dapat juga melaksanakan tugasnya di rumah tangga. Menurut Ahmad Tafsir,[14] tugas mendidik di rumah tangga dapat dilaksanakan dengan muda, karena Tuhan (Allah) telah menciptakan landasannya, yaitu adanya rasa cinta orang tua terhadap anaknya yang merupakan salah satu dari fitrahnya. Rasa cinta terlihat misalnya dalam Qur‟an surat al-Kahfi ayat 46 dan surat al-Furqan ayat 74. Cinta kepada anak-anak telah diajarkan juga oleh Rasulullah kepada para sahabat. Seorang Baduwi datang kepada Muhammad saw. dan bertanya, “Apakah engkau menciumi putra-putri engkau? Kami tidak pernah menciumi anak-anak kami.” Orang yang mulia itu berkata, “Apakah kamu tidak takut Allah akan mencabut kasih sayang dari hatimu? (H.R Bukhari).
Ramayulis, menguraikan tugas pendidik sebagai warasat al-anbiya (pewaris nabi),  pada hakekatnya mengemban misi rahmat li al-„alamin yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Untuk melaksanakan tugas demikian, pendidik harus bertitik tolak pada amar ma‟ruf nahi mungkar, menjadikan prinsip tauhid sebagai pusat kegiatan penyebaran misi iman, islam dan ihsan, kekuatan yang dikembangkan oleh pendidik adalah individualitas, sosial dan moral. Pada bagian lain, tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya.
Pelajaran apapun yang diberikan hendaknya dapat motivasi bagi siswanya dalam belajar. Sedangkan tugas guru pada bagian lain adalah terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada bidang ini guru merupakan komponen strategis yang memilih peran yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa.

F.       Kompetensi dan Kode Etik Pendidik dalam Pendidikan Islam
1.         Kompetensi Pendidik
w. Robert Houston mendefenisikan kompetensi dengan “Competence or dinarily Islam defined as adequacy for a task or as possessi on of require knowledge, skill, and abilities” (suatu tugas yang memadai atau pemikiran pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang). Defenisi ini mengandung arti bahwa calon pendidik perlu mempersiapkan diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan khusus yang terkait dengan profesi keguruan. Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik serta dapat memenuhi keingingan dan harapan peserta didik. [15]
Seorang pendidik harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan, sebagai penganut Islam yang patut dicontoh dalam ajaran Islam dan bersedia menularkan pengetahuan dan nilai Islam pada pihak lain.
Pendidikan Islam yang profesional harus memiliki kompetensi yang lengkap, meliputi:
a.         Penguasaan materi al-Islam yang komprehensif serta wawasan dan bahan pengayaan. Terutama pada bidang yang menjadi tugasnya.
b.        Penguasaan strategi (mencakup pendekatan metode dan teknik) pendidikan Islam, terutama kemampuan evaluasinya.
c.         Penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan.
d.        Memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna keperluan pengembangan pendidikan Islam dimasa depan.
e.         Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung yang mendukung kepentingan tugasnya.
Keberhasilan pendidik yakni “Pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai kompetensi personal, religious, sosial-religius, dan profesional-religius. Kata religious selalu dikaitkan dengan tiap-tiap kompetensi karena menunjukkan adanya komitmen pendidik dengan ajaran Islam sebagai kriteria yang utama, sehingga segala masalah pendidikan dihadapi, dipertimbangkan dan dipecahkan. Serta ditempatkan pada perspektif Islam:[16]
a.         Kompetensi Personal-religius
Kemampuan dasar yang menyangkut kepribadian agamis, artinya pada dirinya melekat nilai-nilai lebih yang hendak ditransinternalisasikan (pemindahan pengahayatan nilai-nilai) kepada peserta didiknya. Misalnya nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung jawab, musyawarah, keberhasilan, keindahan, kedisiplinan, dan lain-lain.
b.        Kompetensi sosial-religius
Kemampuan yang menyangkut kepedulian terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam. Sikap gotong royong, tolong menolong, egalitarian (persamaan derajat anatar manusia), sikap toleransi dan sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik muslim.
c.         Kompetensi Profesional-religius
Kemampuan untuk menjalankan tugas keguruannya secara profesional, dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu beratanggung jawab berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.

G.       Kode Etik Pendidik
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui sebelum membahas mengenai kode etik atau biasa disebut juga etika, yaitu:
a.         Etika adalah aturan-aturan yang disepakati bersama oleh ahli-ahli yangmengamalkan kerjanya seperti keguruan, pengobatan dan sebagainya.
b.         Nilai-nilai adalah yang menyertai setiap kerjanya itu seperti memberi pengkhitmatan yang sebaik-baiknya kepada pelanggan dan sebagainya.
c.         Pengamalan semua kerjanya mementingkan amalan tetapi sebelum sampai kepada amalan, nilai-nilai kerjanya itu harus di hayati (intemalized).
d.        Penghayatan yaitu penghayatan nilai-nilai maka nilai-nilai seperti ke ikhlasan, kejujuran, dedikasi dan lain-lain itu di hayati.
Sedangkan Etika menurut para ahli sebagai berikut:
a.     Ahmad Amin berpendapat, bahwa etika merupakan ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
b.    Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan merupakan juga pengatahuan tentang nilai-nilai itu sendiri.
c.     Ki Hajar Dewantara mengartikan etika merupakan ilmu yang mempelajari soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia semaunya, teristimewa yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.
Sedangkan dalam Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru‑guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara.
Dari pengertian diatas penulis dapat simpulkan bahwa Kode etik guru atau pendidik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (hubungan relationship) antara pendidik dan peserta didik, orang tua peserta didik, serta dengan atasannya.
Suatu jabatan yang melayani orang lain selalu memerlukan kode etik. Demikian pula jabatan pendidik mempunyai kode etik tertentu yang harus dikenal dan dilaksanakan oleh setiap pendidik.
Faktor terpenting bagi seorang guru adalah etikanya. itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Perasaan dan emosi guru yang mempunyai kepribadian terpadu tampak stabil, optimis dan menyenangkan. Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya.
Tingkah laku atau moral guru pada umumnya, merupakan penampilan lain dari kepribadiannya. Bagi anak didik yang masih kecil, guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru adalah orang pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Kalaulah tingkah laku atau akhlak guru yang tidak baik, pada umumnya akhlak anak didik akan rusak olehnya, karena anak mudah terpengaruh oleh orang yang dikaguminya.



H.      Kesimpulan
Pendidik adalah orang yang mendidik dari segi pengertian ini timbul kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam hal mendidik. Dalam bahasa Inggris ditemui beberapa kata yang mendekati maknanya dengan pendidik. Kata-kata tersebut seperti teacher yang berarti guru atau pengajar, dan tutor yang berarti guru pribadi atau guru yang mengajar dirumah. Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).
Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu‟allim, mu‟addib, mudarris, dan mursyid. Menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan konteks Islam, kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
Seorang pendidik harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan, sebagai penganut Islam yang patut dicontoh dalam ajaran Islam dan bersedia menularkan pengetahuan dan nilai Islam pada pihak lain.
Kode etik pendidik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (hubungan relationship) antara pendidik dan peserta didik, orang tua peserta didik, serta dengan atasannya.

I.         Daftar Pustaka
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang dibimbing oleh Dosen Drs. H. Agus Salim Daulay, M. Ag. lokal 4 Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Padangsidimpuan T.A 2019-2020, Maret 2019.
Dina Efriani Pohan 1720100213, Nur Faizah Yazid Nasution 1720100107, Pipi Lestari Hasibuan 1720100166, Sakinah Harahap 1720100030
RosyadiKhoirin, 2004, Pendidikan Profektif, Yogyakarta: Pustaka belajar.
M. Sukardjo dan ukim Komarudin, 2012, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, Jakarta: Rajawali Pers.
Tafsir, Ahmad, 2000. Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. Ke-5.
Uryoubroo B., 1983, Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, Jakarta : Bina Aksara.
Nata, Abuddin, 2001, Paradigma Pendidikan Islam, Jakarta: Grasindo.
Dhofier, Zamakhsyuri, 1994, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup kyai, Jakarta: LP3ES.
Zarmuji, 1963, Ta’lim Al-Muta’allim, Kudus: Menara.
al-Abrasyi, M. Athiyah, 1987, Dasar-dasr Pokok Pendidikan Islam, terj..Bustami A. Ghani, Jakarta: Bulan Bintang.
Mujib, Abdul, 2006, Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta: Rajawali Press.
Tafsir, Ahamad, 1992, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya,
Suryosubrata B., 1983, Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, Jakarta: Bina Aksara.
Kosim, Moh., 2009, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Pamekasan: Sekolah Tinggi Agama Islam Pamekasan.




[1] Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang dibimbing oleh Dosen Drs. H. Agus Salim Daulay, M. Ag. lokal 4 Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Padangsidimpuan T.A 2019-2020, Maret 2019.
[2] Dina Efriani Pohan 1720100213, Nur Faizah Yazid Nasution 1720100107, Pipi Lestari Hasibuan 1720100166, Sakinah Harahap 1720100030.
[3] Khoirin Rosyadi, Pendidikan Profektif, (Yogyakarta: Pustaka belajar. 2004), hlm. 172.
[4] M. Sukardjo dan ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 10-11.
[5] Moh. Kosim, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Pamekasan: Sekolah Tinggi Agama Islam Pamekasan, 2009), hlm. 45.
[6] Ahamad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 74-75.
[7] Suryosubrata B., Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), hlm.26.
[8] M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasr Pokok Pendidikan Islam, terj..Bustami A. Ghani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), hlm. 135-136
[9] Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2006), h. 109-110.
[10] Zamakhsyuri Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup kyai, (Jakarta: LP3ES, 1994), hlm. 61.
[11] Zarmuji, Ta’lim Al-Muta’allim, (Kudus: Menara, 1963), hlm. 60.
[12] Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 134.
[13] Ibid, hlm. 135.
[14] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. Ke-5, hlm. 135-136.
[15] Uryoubroo B., Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, Jakarta : Bina Aksara, 1983. Hlm 73.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL