MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH MANAJEMEN ZISWAF PERAN ZAKAT DALAM PEREKONOMIAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
      Dalam pandangan ahli fiqih pembahasan tentang zakat merupakan suatu bagian dari pembahasan hukum islam.sebagian dari pembahasan hukum, pembahasan zakat terfokus pada sah dan tidak sah pemungutan dan penyerahan zakat, boleh atau tidak bolehnya pemungutan dan penyerahan zakat, wajib atau tidak wajibnya sesuatu kekayaan dipungut zakatnya dan sebagainya.
Zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi: dimensi hablumminalloh atau dimensi vertical dan dimensi hablumminannas atau dimensi horizontal.Ibadah zakat bila ditunaikan dengan baik, akan meningkatkan kualitas keimanan, membersihkan dan mensucikan jiwa, dan mengembangkan serta memberkahkan harta yang dimiliki. Jika dikelola dengan baik dan amanah serta mampu meningkatkan etos dan etika kerja umat, serta sebagai institusi pemerataan ekonomi.
Zakat merupakan bagian dari Rukun Islam yang ketiga dan merupakan suatu sumber pokok dalam penataan ekonomi di dalam Islam. Ekomomi yang berintikan zakat akan memunculkan sifat tazkiyahyaitu ekonomi yang dipenuhi dengan nilai-nilai zakat yaitu nilai kebersihan, kejujuran, keadilan, pertumbuhan, perkembangan dan penghargaan serta penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia.
Masalah-masalah pokok ekonomi mencakup pilihan-pilihan yang berkaitan dengan konsumsi, produksi, distribusi dan pertumbuhan sepanjang waktu. Jika zakat mampu dikelola dengan baik dan di dayagunakan dengan baik dan merata akan menjadikan sistem ekonomi menjadi adil dan stabil dan akan memperkecil jurang antara orang kaya dan miskin.
Seiring dengan berkembangnya sektor-sektor perekonomian zaman ini menjadikan zakat semakin berkembang, bagaiman kita melihat pada sektor pertanian, sector industri yang mana terus mengalami peningkatan, kemudian sektor jasa yang sekarang banyak diminati oleh masyarakat.seperti usaha yang terkait dengan surat berharga. Yang mana sektor tersebut akan menjadikan sumber obyek zakat semakin luas dan meningkat.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Efek Multiplier pada Zakat?
2.    Bagaimana Analisis Pendapatan Nasional?
3.    Apakah Efek Zakat terhadap Investasi?
4.    Apa saja perbedaan Zakat dan Pajak?
5.    Bagaimana Strategi Pengembangan Zakat?
C.  Tujuan Masalah
1.    Untuk mengetahui Efek Multiplier pada Zakat.
2.    Untuk mengetahui Analisis Pendapatan Nasional.
3.    Untuk mengetahui Efek Zakat terhadap Investasi.
4.    Untuk mengetahui perbedaan Zakat dan Pajak.
5.    Untuk mengetahui Strategi Pengembangan Zakat.












BAB II
PEMBAHASAN
A.  Efek Multiplier Zakat
            Menurut Islam (Suprayitno, 2005:92), anugerah-anugerah Allah adalah milik semua manusia sehingga suasana yang menyebabkan di antara anugerah-anugerah itu berada di tangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan anugerah-anugerah itu untuk mereka sendiri. Sesorang yang memiliki harta berlebih harus selalu ingat bahwa harta tersebut hanya titipan dari Allah SWT sehingga ada hak-hak yang harus diberikan kepadan yang berhak menerima (mustahik). Allah berfirman dalam Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 261 yang artinya:
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنۢبُلَةٖ مِّاْئَةُ حَبَّةٖۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ  (٢٦١)
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutuir benih yang menumbuhkan tujuh bulir pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
            Dari ayat tersebut digambarkan secara implicit efek multiplier dari zakat. Pelaksanaan ibadah zakat bila dilakukan secara sistematis dan terorganisasi akan mampu memberikan efek pengganda yang tidak sedikit terhadap peningkatan pendapatan nasional suatu negara dikarenakan percepatan sirkulasi uang yang terjadi dalam perekonomian.
            Bagaimana efek multiplier zakat ini? Zakat dalam bentuk bantuan konsumtif yang diberikan kepada mustahik akan meningkatkan pendapatan mustahik yang berarti daya beli mustahik tersebut atas suatu produk yang menjadi kebutuhannya akan meningkat pula. Peningkatan daya beli atas suatu produk ini akan berimbas pada peningkatan produksi perusahaan. Imbas dari peningkatan produksi adalah penambahan kapasitas produksi yang hal ini berarti perusahaan akan menyerap tenaga kerja lebih banyak. Hal ini berarti tingkat pengangguran akan semakin berkurang. Sementara itu di sisi lain, peninngkatan produksi akan berakibat pada meningkatnya pajak yang dibayarkan kepada negara, baik pajak perusahaan, pajak pertambahan nilai maupun pajak penghasilan. Jika penerimaan negara dari pajak dari negara bertambah, negara akan mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk pembangunan serta mampu menyediakan fasilitas publik bagi masyarakat. Apabila zakat mampu dikumpulkan secara signifikan, pendidikan dan kesehatan gratis dapat diberikan kepada masyarakat.
            Dari gambaran tersebut terlihat bahwa dari pembayaran zakat mampu menghasilkan efek pengganda dalam bahasa ekonomi dikenal dengan multiplier efek dalam perekonomian yang pada akhirnya secara tidak langsung akan berimbas pula kepada kita. Walupun bantuan yang diberikan dalam bentuk bantuan konsumtif saja, hal itu sudah mampu memberikan efek pengganda yang cukup signifikan. Apalagi zakat diberikan dalam bentuk bantuan produktif seperti modal kerja atau dana bergulir maka tentunya efek pengganda yang didapat akan lebih besar lagi dalam suatu perekonomian, dikarenakan zakat yang diberikan dua kali lipat lebih banyak dibandingkan zakat dalam bentuk bantuan konsumtif.
            Patut menjadi renungan kita bersama bahwa zakat bukanlah pajak negara (walaupun ia diatur oleh negara). Zakat adalah kewajiban agama yang berarti aka nada balasan dan hukuman dari Allah SWT kepada orang yang dengan sabar ,e,bayar zakat atau dengan sadar melalikan zakat. Mungkin kita bisa membohongi negara dengan menghindari atau menggelapkan pajak. Dalam zakat, manusia tidak dapat menipu Allah dengan menggelapkan zakat, kewajibannya tidak terlepas begitu saja dengan mengutak-atik angka dan kuantitas harta. Hal itu Allah adalah sebaik-baik mustasib (pengawas).[1]

B.  Analisis Pendapatan Nasional
Indonesia  sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim, masih memiliki sumber pendapatan negara yang selama ini terabaikan. Sumber pendapatan tersebut adalah zakat. Zakat dipungut dari orang kaya (mampu menunaikan  zakat) dan selanjutnya didistribusikan kepada orang miskin (dhuafa). Seperti halnya pajak, zakat juga diperoleh dari iuran masyarakat. Namun, antara pajak dan zakat terdapat perbedaan yang signifikan.
Zakat dapat dipandang dari dua sisi yang berbeda. Pertama, zakat dipandang sebagai amal ibadah yang tidak dapat diabaikan oleh setiap orang Islam. Bahkan, zakat merupakan salah satu dari rukun Islam. Tidak  ada perbedaan pendapat di kalangan umat Islam dalam hal ini. Dengan demikian, seorang muslim yang melalaikannya dianggap tidak sempurna keimanannya. Kekuatan perintah zakat adalah sama kuatnya dengan perintah sholat, puasa, dan haji. Dengan demikian, maraknya umat Islam dalam berzakat seharusnya sama dengan maraknya umat Islam menunaikan ibadah sholat dan haji. Apabila kemampun materi dijadikan ukuran, maka maraknya umat Islam dalam berzakat minimal sama dengan maraknya mereka dalam menunaikan ibadah haji yang setiap tahun terdapat waitinglist. Namun, tidak demikian dalam kenyataannya.
Rendahnya kesadaran umat Islam dalam  berzakat bukannya tanpa alasan. Di antara alasan yang mereka miliki adalah tidak adanya lembaga pengumpul/penyalur (amil) zakat yang mereka percaya. Akibat dari hal ini, mereka yang merasa berkewajiban menunaikan zakat menggelar penyaluran zakat sendiri. Kaum fakir miskin pun dengan antusias antre menunggu uluran tangan para dermawan ini. Tidak jarang dalam kegiatan tersebut timbul keributan dan bahkan menelan korban jiw  a. Pihak yang berzakat pun pada gilirannya dapat dijadikan tersangka atas kelalaian mereka yang menimbulkan korban jiwa
Lembaga amil zakat yang didirikan sekelompok umat Islam memang mulai bermunculan. Rumah Zakat dan Dompet Dhuafa adalah sebagian contoh dari lembaga amil zakat tersebut. Kendatipun demikian, keraguan untuk menyalurkan zakat ke lembaga tersebut masih tetap ada. Sebagian umat Islam masih mempertanyakan bagaimana dan siapa yang melakukan pengawasan terhadap lembaga tersebut. Dalam prinsip keuangan, pengawasan bagi lembaga pengelola keuangan memang mutlak diperlukan untuk mencapai transparansi dan akuntabilitas. Selain itu, alasan lainnya yang kerap muncul adalah kurangnya sosialisasi dan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang zakat itu sendiri, mulai dari arti pentingnya, syarat-syaratnya, sampai dengan tata cara dalam menunaikannya.
1.    Peluang Zakat Sebagai Pendapatan Negara.
Uraian di atas menunjukkan adanya peluang bagi negara untuk menjadikan zakat sebagai bagian dari pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Peluang ini didasarkan pada beberapa  alasan, antara lain:
a.         Di mata umat Islam, zakat memiliki perbedaan dengan pajak. Perbedaan tersebut terlihat dari dasar dan alasan pemungutannya. Pajak didasarkan pada peraturan perundangan buatan manusia, sedangkan zakat didasarkan pada peraturan agama yang diturunkan oleh Tuhan, yakni Al Quran. Dengan demikian, orang yang telah membayar pajak tidak otomatis dianggap telah membayar zakat. Bagi umat Islam, kepatuhan terhadap perintah zakat memiliki konsekuensi terhadap kehidupan mereka di akhirat. Setiap umat Islam yang telah memiliki kemampuan sebagai orang yang wajib berzakat (muzakki) akan berusaha untuk menunaikan kewajiban tersebut.
b.         Negara merupakan lembaga/organisasi yang dipercaya oleh umat Islam. Hal ini ditunjukkan oleh dukungan umat terhadap keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepercayaan umat terhadap negara menjadi modal untuk menjadi pengelola dana umat (zakat) yang terpercaya. Hal ini dapat menjadi solusi rendahnya kepercayaan umat Islam terhadap lembaga pengelola zakat yang sudah ada.
c.         Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus dapat melayani kebutuhan warga negaranya. Menunaikan perintah zakat adalah kebutuhan bagi warga negara (umat Islam) yang telah berkewajiban menunaikannya. Untuk itu, negara memiliki  kewajiban untuk menyediakan fasilitas bagi umat Islam yang hendak memenuhi kebutuhannya dalam menunaikan zakat. Hal ini dapat dianalogikan dengan pelaksanaan ibadah haji. Pemerintah menyediakan layanan haji bagi umat Islam. Bahkan tugas dan fungsi tersebut ditangani oleh direktorat jenderal tersendiri di lingkungan Kementerian Agama. Jika untuk urusan haji dapat ditangani pemerintah, tentunya urusan zakat juga demikian.
d.        Keberadaan zakat sebagai salah satu sumber pendapatan negara diharapkan dapat membantu keuangan negara dalam pengentasan kemiskinan. Dari tahun ke tahun, pemerintah selalu mengalami tuntutan tugas layanan masyarakat yang semakin berat. Untuk itu dibutuhkan sumber pendanaan APBN yang juga semakin besar. Selama bertahun-tahun, APBN terus mengalami defisit. Program pengentasan kemiskinan pun mengalami kekurangan dana. Kemiskinan tetap menjadi masalah berat bagi negara. Keberadaan zakat sebagai bagian dari APBN diharapkan menjadi jalan keluar bagi pengentasan kemiskinan.[2]
C.  Efek Zakat terhadap Investasi
Dalam ekonomi Islam tidak akan terjadi biaya oportunitas sebesar nol (oportunitas untuk tidak menginvestasikan asset yang menganggur). Dengan kata lain, semua bentuk asset yang kurang atau tidak produktif (termasuk pinjaman tanpa bunga) yang melebihi nishab dan kebutuhan hidup akan dikenakan zakat. Dalam ekonomi Islam, pinjaman tidak mengandung unsur bunga, sehingga alternative adalah memegang dana tersebut, yang dalam hal ini tentu akan terkena beban zakat. Alternative lain adalah menginvestasikan dana tersebut ke sector riil sehingga hanya dikenai zakat 2,5% dari hasil keuntungan investasi. Hal ini diikuti oleh harapan investasi bersih yang efektif akan sama dengan tingkat zakat atas asset yang tidak atau kurang produktif.
   Zakat mempunyai peranan strategi dalam fungsi investasi Islami melalui tekanannya kepada pihak pemilik dana atau asset untuk mendayagunakannya dalam sektor riil. Apabila dana atau asset tersebut didiamkan, maka pemilik akan mengalami kerugian sebesar potongan zakat dan hal ini akan berlangsung setiap tahun. Penimbunan tersebut pada prinsipnya juga akan merugikan perekonomian secara keseluruhan. Sebaliknya, pemanfaatan dana atau asset melalui investasi Islami, baik dalam bentuk kontrak mudharabah, murabahah atau musyarakah dan metode lainnya akan memberikan  keuntungan kepada masyarakat luas dalam bentuk pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan berusaha mempererat tali persaudaraan dan lain sebagainya. Zakat juga dapat mempengaruhi perekonomian melalui konsumsi. Zakat yang disalurkan kepada fakir miskin dan masyarakat lemah lain nya akan memberikan pengaruh lebih besar pada peningkatan permintaan agregat (aggregate demand) karena hasrat mengonsumsi kelompok masyarakat tersebut relative lebih besar. Akan tetapi perlu disadari bahwa peran meyakini dan menjalankan ibadah zakat dengan benar.[3]          
D.  Zakat dan Pajak
1.    Pengertian Zakat dan Pajak
a.       Zakat
Zakat adalah hak tertentu yang diwajibkan Allah terhadap harta kaum muslimin yang di peruntukkan bagi fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah dan untuk mendekatkan diri kepada –Nya serta membesihkan diri dari hartanya.
b.      Pajak
Pajak menurut para ahli keuangan ialah : kewajibab yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa dapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum disatu pihak dan untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi.
2.    Dasar Hukum Wajib Pajak dan Zakat
a.      Dasar hukum wajib pajak
Dalam Al-qur’an: Dalam surat An-Nisa : 29

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَخُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ   
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”
Dalam ayat diatas Allah melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya
b.    Dasar hukum wajib zakat:
Dalam Al-qur’an: Dalam surat At- Taubah: 103 yang artinya:
 خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
3.    Persamaan Zakat dan Pajak
a.       Sama – sama mempunyai unsur paksaan dan kewajiban yang merupakan cara untuk menghasilkan pajak, juga terdapat dalam zakat.
b.      Bila pajak harus disetorkan kepada lembaga masyarakat (negara) pusat maupun daerah, maka zakat pun demikian, karena pada dasarnya zakat itu harus diserahkan pada pemerintah sebagai badan yang disebut dalam Al-Qur’an : amil zakat.
c.       Dalam ketentuan pajak ialah tidak adanya imbalan tertentu, demikian halnya dalam zakat. Seseoarang membayar zakat adalah selaku masyarakat islam.
d.      Pajak pada zaman modern mempunyai tujuan kemasyarakatan, ekonomi dan politik disamping tujuan keuangan, maka zakat pun mempunyai tujuan yang lebih jauh dan jangkauan yang lebih luas pada aspek –aspek yang disebutkan tadi dan aspek –aspek lain, semua itu sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.[4]
4.    Perbedaan Zakat dan Pajak
a.       Zakat adalah hak yang wajib pada harta tertentu, untuk orang-orang tertentu dikeluarkan pada masa tertentu untuk mendapatkan keridhaan Allah, membersihkan diri, harta serta masyarakat. Sedangkan Pajak adalah beban yang ditetapkan pemerintah yang dikumpulkan sebagai keharusan dan dipergunakan untuk menutupi anggaran umum pada suatu segi. Dan pada segi lain, untuk memenuhi tujuan-tujuan perekonomian, kemasyarakatan, politik, serta tujuan-tujuan lainnya yang dirancang oleh negara.
b.      Zakat ditunaikan dengan maksud ibadah (Taqarrub) kepada Allah. Sedangkan pada Pajak, nilai atau makna yang demikian ini tidak terpenuhi karena Pajak hanya bersifat keharusan yang ditetapkan oleh negara.
c.       Zakat adalah kewajiban yang ditetapkan langsung kadar ukurannya oleh syari’attanpa member peluang bagi hawa nafsu dan keinginan pribadi manusia untuk ikut dalam menetapkannya. Sedangkan Pajak ditetapkan oleh pemerintah yang kadarnya dapat ditambah kapan saja manakala pemerintah menginginkannya sesuai kepentingan maslahat pribadi dan masyarakat.
d.      Zakat, telah ditetapkan temnpat penyalurannya oleh syari’at dan golongan yang berhak menerima zakat telah ditetapkan langsung oleh Allah SWT. Adapun Pajak, hanya dikumpulkan dalam kas negara dan dibelanjakan menurut kepentingan yang berbeda-beda.
e.       Zakat merupakan kewajiban yang sudah ditetapkan dan bersifat kekal selama di bumi ini ada agama Islam dan ada kaum Muslimin. Sedangkan Pajak, tidak memiliki sifat tetap dan kekekalan, baik dari segi jenisnya, ukuran minimal wajibnya, kadarnya, maupun tempat pembelanjaannya.
E.  Strategi Pengembangan Zakat
Pengelolaan zakat sudah mengalami perkembangan yang pesat, dari yang semula bersifat tradisional ke pengelolaan zakat yang bersifat modern. Hal ini tergambar melalui manajemen yang modern dengan dukungan berbagai teknologi yang sudah menjamur dewasa ini, tertib hukum, tertib administrasi, disiplin dalam pengumpulannserta pengelolaan zakat juga pendistribusiannya bernilai transparan, efektif, efisien dan yang paling penting adalah pengelolaan yang bersifat professional sesuai dengan ketentuanperundang-undangan dan syari’at yang berlaku.
            Pengelolaan zakat yang baik hanya bisa dilakukan oleh suatu organisasi zakat yang baik. Untuk itu pengelolaan zakat harus memperhatikan asas dan tujuan pengelolaan zakat itu sendiri yaitu melaksanakan amanah para muzakki agar harta zakat mereka dapat mencapai sasarannya sesuai dengan tuntunan agama. Hingga sekarang ini pengelolaan zakat khususnya di Indonesia dapat dikatakan belum terlaksana dengan baik. Walaupun pencanangan zakat sebagai modal umat Islam untuk pembangunan dan memerangi kemelaratan dengan cara yang lebih prinsipil sudah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia Bapak Suharto, melalui pidato sambutannya pada peringatan Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW di Istana Negara pada tanggal 26 Oktober 1968, namun sampai saat ini zakat dengan segala kemampuannya belum berhasil menepis kemelaratan yang menimpa kehidupan sebagian umat Islam Indonesia.
            Dengan demikian, dapat dikatakan kegiatan pengelolaan zakat sampai sekarang ini baru mampu menyentuh sisi pengumpulan dan pendistribusia, itupun pada umumnya langsung dilakukan oleh muzakki kapada mustahik yang diinginkannya. Akibat kurangnya upaya dan kegiatan pengelolaan harta zakat, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja zakat hari ini belum mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan. Untuk meningkatkan kinerja zakat di masa yang akan dating diperlukan pemikiran kreatif dan tindakan nyata dari semua pihak, terutama pada Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat. [5]
            Adapun strategi dalam pengelolaan dan pengembangan dana zakat serta pendistribusian dana zakat di Indonesia yaitu sebagai berikut :
1.    Pengelolaan yang pada awalnya dalam pendistribusian yang selalu menggunakan pola konsumtif maka lebih baiknya  pengelolaan dilakukan dengan pola produktif yang mana tidak semua dana zakatyang terhimpun segera disalurkan kepada para mustahik tetapi ebagian dari dana tersebut dikelola menjadi modal usaha. Modal kemudian dikelola dan dikembangkan secara baik dan hasil pengelolaan itu akan didistribusikan secara adil dan bijaksana.
2.    Menjaga agar tidak berkurang secara tidak wajar.
3.    Mengamankan agar tidak hilang.
4.    Mengembangkan dana zakat yang terkumpul sehingga berkembang dan tidak habis sesaat.
5.    Mendata dan meneliti mustahik yang ada, mulai dari jumlah rumah tangga dan anggota keluarga masing-masing rumah tangga.
6.    Mendata dan meneliti ragam kebutuhan mustahik yang terdaftar sekaligus menyusun skala prioritasnya.
7.    Membagi dana kepada masing masing mustahik dengan asas keadilan dan pemerataan dan senantiasa berpedoman kepada skala prioritas.
8.    Mengupayakan agar pendistribusian tidak hanya terbatas pada pola konsumtif murni tetapi sebagian dengan pola konsumtif kreatif.
9.    Menyerahkan bagian masing-masing mustahik dengan cara mengantarkanya ketemppat mereka masing-masing, bukan justru memanggil para mustahik ke kantor Badan Amil Zakat.
            Strategi yang lain adalah dalam pengembangkan teknis pembayaran zakat, yang mana di dalam kajian fisik sering dijumpai perdebatan antara aliran satu dengan alirannya mengenai teknis pembayaran zakat. Dulunya ada yang berpendapat zakat fitrah harus dibayarkan menggunakan beras dan tidak boleh diuangkan dan ada juga yang berpikir sebaliknya.

BAB III
PENUTUP

1.    Kesimpulan
Efek multiplier dari zakat. Pelaksanaan ibadah zakat bila dilakukan secara sistematis dan terorganisasi akan mampu memberikan efek pengganda yang tidak sedikit terhadap peningkatan pendapatan nasional suatu negara dikarenakan percepatan sirkulasi uang yang terjadi dalam perekonomian.
Zakat dapat dipandang dari dua sisi yang berbeda. Pertama, zakat dipandang sebagai amal ibadah yang tidak dapat diabaikan oleh setiap orang Islam. Bahkan, zakat merupakan salah satu dari rukun Islam. Tidak  ada perbedaan pendapat di kalangan umat Islam dalam hal ini. Dengan demikian, seorang muslim yang melalaikannya dianggap tidak sempurna keimanannya.
Zakat adalah hak tertentu yang diwajibkan Allah terhadap harta kaum muslimin yang di peruntukkan bagi fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah dan untuk mendekatkan diri kepada –Nya serta membesihkan diri dari hartanya.
Pajak menurut para ahli keuangan ialah : kewajibab yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa dapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum disatu pihak dan untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi.
2.    Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih lebih jauh dari kata sempurna. Banyak kekurangan untuk itu mohon kiranya para pembaca sekalian mau memberikan masukan kritik dan saran guna perbaikan dimasa yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA
Nadjib, Mochammad. 2008. Investasi Syari’ah implementasi konsep pada kenyataan empiric. Yogyakarta: Kreasi Wacana
Nawawi, Ismail. 2010  Zakat dalam perspektif Fiqh Sosial dan Ekonomi.  Surabaya: Putra Media Nusantara
Qardhawi,  Yusuf. 1988. Hukum Zakat dan Pajak. Jakarta: PT Pustaka Litera Antar Nusa
Sumitro, Rochmat. 2002. Perpajakan. Jakarta: Bulan Bintang
Suprayitno. 2005. Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu
Surya, Sakti. 2013. Hukum Zakat dan Wakaf di Indonesia. Yogyakarta: Kanwa Publisher




[1] Suprayitno, Ekonomi Islam, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2005), hal. 133.
[2] Rochmat Sumitro, Perpajakan, (Jakarta, Bulan Bintang, 2002),  hal. 7.
[3] Mochammad Nadjib,Investasi Syari’ah implementasi konsep pada kenyataan empiric, (Yogyakarta, kreasi wacana, 2008), hal.277
[4] Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat dan P ajak,(Jakarta, PT Pustaka Litera Antar Nusa,1988), hal.999-100
[5] Ismail Nawawi, Zakat dalam perspektif Fiqh Sosial dan Ekonomi,( Surabaya,Putra Media Nusantara,2010), hal.4

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN