BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam pandangan ahli fiqih
pembahasan tentang zakat merupakan suatu bagian dari pembahasan hukum islam.sebagian
dari pembahasan hukum, pembahasan zakat terfokus pada sah dan tidak sah
pemungutan dan penyerahan zakat, boleh atau tidak bolehnya pemungutan dan
penyerahan zakat, wajib atau tidak wajibnya sesuatu kekayaan dipungut zakatnya
dan sebagainya.
Zakat
adalah ibadah yang mengandung dua dimensi: dimensi hablumminalloh atau dimensi
vertical dan dimensi hablumminannas atau dimensi horizontal.Ibadah zakat
bila ditunaikan dengan baik, akan meningkatkan kualitas keimanan, membersihkan
dan mensucikan jiwa, dan mengembangkan serta memberkahkan harta yang dimiliki.
Jika dikelola dengan baik dan amanah serta mampu meningkatkan etos dan etika
kerja umat, serta sebagai institusi pemerataan ekonomi.
Zakat
merupakan bagian dari Rukun Islam yang ketiga dan merupakan suatu sumber
pokok dalam penataan ekonomi di dalam Islam. Ekomomi yang berintikan zakat akan
memunculkan sifat tazkiyahyaitu ekonomi yang dipenuhi dengan
nilai-nilai zakat yaitu nilai kebersihan, kejujuran, keadilan, pertumbuhan,
perkembangan dan penghargaan serta penghormatan terhadap harkat dan martabat
manusia.
Masalah-masalah
pokok ekonomi mencakup pilihan-pilihan yang berkaitan dengan konsumsi,
produksi, distribusi dan pertumbuhan sepanjang waktu. Jika zakat mampu dikelola
dengan baik dan di dayagunakan dengan baik dan merata akan menjadikan sistem
ekonomi menjadi adil dan stabil dan akan memperkecil jurang antara orang
kaya dan miskin.
Seiring dengan berkembangnya
sektor-sektor perekonomian zaman ini menjadikan zakat semakin berkembang,
bagaiman kita melihat pada sektor pertanian, sector industri yang mana terus
mengalami peningkatan, kemudian sektor jasa yang sekarang banyak diminati oleh
masyarakat.seperti usaha yang terkait dengan surat berharga. Yang mana sektor
tersebut akan menjadikan sumber obyek zakat semakin luas dan meningkat.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Efek Multiplier pada Zakat?
2.
Bagaimana
Analisis Pendapatan Nasional?
3.
Apakah
Efek Zakat terhadap Investasi?
4.
Apa
saja perbedaan Zakat dan Pajak?
5.
Bagaimana
Strategi Pengembangan Zakat?
C. Tujuan
Masalah
1.
Untuk
mengetahui Efek Multiplier pada Zakat.
2.
Untuk
mengetahui Analisis Pendapatan Nasional.
3.
Untuk
mengetahui Efek Zakat terhadap Investasi.
4.
Untuk
mengetahui perbedaan Zakat dan Pajak.
5.
Untuk
mengetahui Strategi Pengembangan Zakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Efek
Multiplier Zakat
Menurut Islam
(Suprayitno, 2005:92), anugerah-anugerah Allah adalah milik semua manusia
sehingga suasana yang menyebabkan di antara anugerah-anugerah itu berada di
tangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan
anugerah-anugerah itu untuk mereka sendiri. Sesorang yang memiliki harta
berlebih harus selalu ingat bahwa harta tersebut hanya titipan dari Allah SWT
sehingga ada hak-hak yang harus diberikan kepadan yang berhak menerima
(mustahik). Allah berfirman dalam Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 261 yang
artinya:
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ
يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ سَبۡعَ
سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنۢبُلَةٖ مِّاْئَةُ حَبَّةٖۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن
يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ (٢٦١)
“Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutuir benih yang menumbuhkan tujuh bulir pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
dia kehendaki dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Dari ayat tersebut digambarkan
secara implicit efek multiplier dari zakat. Pelaksanaan ibadah zakat bila
dilakukan secara sistematis dan terorganisasi akan mampu memberikan efek
pengganda yang tidak sedikit terhadap peningkatan pendapatan nasional suatu
negara dikarenakan percepatan sirkulasi uang yang terjadi dalam perekonomian.
Bagaimana efek multiplier zakat ini?
Zakat dalam bentuk bantuan konsumtif yang diberikan kepada mustahik akan
meningkatkan pendapatan mustahik yang berarti daya beli mustahik tersebut atas
suatu produk yang menjadi kebutuhannya akan meningkat pula. Peningkatan daya
beli atas suatu produk ini akan berimbas pada peningkatan produksi perusahaan.
Imbas dari peningkatan produksi adalah penambahan kapasitas produksi yang hal
ini berarti perusahaan akan menyerap tenaga kerja lebih banyak. Hal ini berarti
tingkat pengangguran akan semakin berkurang. Sementara itu di sisi lain,
peninngkatan produksi akan berakibat pada meningkatnya pajak yang dibayarkan
kepada negara, baik pajak perusahaan, pajak pertambahan nilai maupun pajak
penghasilan. Jika penerimaan negara dari pajak dari negara bertambah, negara
akan mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk pembangunan serta mampu menyediakan
fasilitas publik bagi masyarakat. Apabila zakat mampu dikumpulkan secara signifikan,
pendidikan dan kesehatan gratis dapat diberikan kepada masyarakat.
Dari gambaran tersebut terlihat
bahwa dari pembayaran zakat mampu menghasilkan efek pengganda dalam bahasa
ekonomi dikenal dengan multiplier efek dalam perekonomian yang pada akhirnya
secara tidak langsung akan berimbas pula kepada kita. Walupun bantuan yang
diberikan dalam bentuk bantuan konsumtif saja, hal itu sudah mampu memberikan
efek pengganda yang cukup signifikan. Apalagi zakat diberikan dalam bentuk
bantuan produktif seperti modal kerja atau dana bergulir maka tentunya efek
pengganda yang didapat akan lebih besar lagi dalam suatu perekonomian,
dikarenakan zakat yang diberikan dua kali lipat lebih banyak dibandingkan zakat
dalam bentuk bantuan konsumtif.
Patut menjadi renungan
kita bersama bahwa zakat bukanlah pajak negara (walaupun ia diatur oleh
negara). Zakat adalah kewajiban agama yang berarti aka nada balasan dan hukuman
dari Allah SWT kepada orang yang dengan sabar ,e,bayar zakat atau dengan sadar
melalikan zakat. Mungkin kita bisa membohongi negara dengan menghindari atau
menggelapkan pajak. Dalam zakat, manusia tidak dapat menipu Allah dengan
menggelapkan zakat, kewajibannya tidak terlepas begitu saja dengan
mengutak-atik angka dan kuantitas harta. Hal itu Allah adalah sebaik-baik
mustasib (pengawas).
B.
Analisis Pendapatan Nasional
Indonesia
sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim, masih memiliki sumber
pendapatan negara yang selama ini terabaikan. Sumber pendapatan tersebut adalah
zakat. Zakat dipungut dari orang kaya (mampu menunaikan zakat) dan
selanjutnya didistribusikan kepada orang miskin (dhuafa). Seperti
halnya pajak, zakat juga diperoleh dari iuran masyarakat. Namun, antara pajak
dan zakat terdapat perbedaan yang signifikan.
Zakat dapat
dipandang dari dua sisi yang berbeda. Pertama, zakat dipandang sebagai amal
ibadah yang tidak dapat diabaikan oleh setiap orang Islam. Bahkan, zakat
merupakan salah satu dari rukun Islam. Tidak ada perbedaan pendapat di
kalangan umat Islam dalam hal ini. Dengan demikian, seorang muslim yang
melalaikannya dianggap tidak sempurna keimanannya. Kekuatan perintah zakat
adalah sama kuatnya dengan perintah sholat, puasa, dan haji. Dengan demikian,
maraknya umat Islam dalam berzakat seharusnya sama dengan maraknya umat Islam
menunaikan ibadah sholat dan haji. Apabila kemampun materi dijadikan ukuran,
maka maraknya umat Islam dalam berzakat minimal sama dengan maraknya mereka
dalam menunaikan ibadah haji yang setiap tahun terdapat waitinglist.
Namun, tidak demikian dalam kenyataannya.
Rendahnya
kesadaran umat Islam dalam berzakat bukannya tanpa alasan. Di antara
alasan yang mereka miliki adalah tidak adanya lembaga pengumpul/penyalur (amil)
zakat yang mereka percaya. Akibat dari hal ini, mereka yang merasa berkewajiban
menunaikan zakat menggelar penyaluran zakat sendiri. Kaum fakir miskin pun
dengan antusias antre menunggu uluran tangan para dermawan ini. Tidak jarang
dalam kegiatan tersebut timbul keributan dan bahkan menelan korban jiw a. Pihak yang berzakat pun pada gilirannya
dapat dijadikan tersangka atas kelalaian mereka yang menimbulkan korban jiwa
Lembaga amil zakat yang didirikan
sekelompok umat Islam memang mulai bermunculan. Rumah Zakat dan Dompet Dhuafa
adalah sebagian contoh dari lembaga amil zakat tersebut. Kendatipun demikian,
keraguan untuk menyalurkan zakat ke lembaga tersebut masih tetap ada. Sebagian
umat Islam masih mempertanyakan bagaimana dan siapa yang melakukan pengawasan
terhadap lembaga tersebut. Dalam prinsip keuangan, pengawasan bagi lembaga
pengelola keuangan memang mutlak diperlukan untuk mencapai transparansi dan
akuntabilitas. Selain itu, alasan lainnya yang kerap muncul adalah kurangnya
sosialisasi dan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang zakat itu sendiri,
mulai dari arti pentingnya, syarat-syaratnya, sampai dengan tata cara dalam
menunaikannya.
1.
Peluang Zakat Sebagai Pendapatan Negara.
Uraian di atas menunjukkan adanya
peluang bagi negara untuk menjadikan zakat sebagai bagian dari pendapatan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Peluang ini didasarkan pada
beberapa alasan, antara lain:
a.
Di mata umat Islam,
zakat memiliki perbedaan dengan pajak. Perbedaan tersebut terlihat dari dasar
dan alasan pemungutannya. Pajak didasarkan pada peraturan perundangan buatan
manusia, sedangkan zakat didasarkan pada peraturan agama yang diturunkan oleh
Tuhan, yakni Al Quran. Dengan demikian, orang yang telah membayar pajak tidak
otomatis dianggap telah membayar zakat. Bagi umat Islam, kepatuhan terhadap
perintah zakat memiliki konsekuensi terhadap kehidupan mereka di akhirat.
Setiap umat Islam yang telah memiliki kemampuan sebagai orang yang wajib
berzakat (muzakki) akan berusaha untuk menunaikan kewajiban tersebut.
b.
Negara merupakan
lembaga/organisasi yang dipercaya oleh umat Islam. Hal ini ditunjukkan oleh
dukungan umat terhadap keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kepercayaan umat terhadap negara menjadi modal untuk menjadi pengelola dana
umat (zakat) yang terpercaya. Hal ini dapat menjadi solusi rendahnya
kepercayaan umat Islam terhadap lembaga pengelola zakat yang sudah ada.
c.
Sebagai negara
demokrasi, Indonesia harus dapat melayani kebutuhan warga negaranya. Menunaikan
perintah zakat adalah kebutuhan bagi warga negara (umat Islam) yang telah
berkewajiban menunaikannya. Untuk itu, negara memiliki kewajiban untuk
menyediakan fasilitas bagi umat Islam yang hendak memenuhi kebutuhannya dalam
menunaikan zakat. Hal ini dapat dianalogikan dengan pelaksanaan ibadah haji.
Pemerintah menyediakan layanan haji bagi umat Islam. Bahkan tugas dan fungsi
tersebut ditangani oleh direktorat jenderal tersendiri di lingkungan
Kementerian Agama. Jika untuk urusan haji dapat ditangani pemerintah, tentunya
urusan zakat juga demikian.
d.
Keberadaan zakat
sebagai salah satu sumber pendapatan negara diharapkan dapat membantu keuangan
negara dalam pengentasan kemiskinan. Dari tahun ke tahun, pemerintah selalu
mengalami tuntutan tugas layanan masyarakat yang semakin berat. Untuk itu
dibutuhkan sumber pendanaan APBN yang juga semakin besar. Selama bertahun-tahun,
APBN terus mengalami defisit. Program pengentasan kemiskinan pun mengalami
kekurangan dana. Kemiskinan tetap menjadi masalah berat bagi negara. Keberadaan
zakat sebagai bagian dari APBN diharapkan menjadi jalan keluar bagi pengentasan
kemiskinan.
C. Efek
Zakat terhadap Investasi
Dalam
ekonomi Islam tidak akan terjadi biaya oportunitas sebesar nol (oportunitas
untuk tidak menginvestasikan asset yang menganggur). Dengan kata lain, semua
bentuk asset yang kurang atau tidak produktif (termasuk pinjaman tanpa bunga)
yang melebihi nishab dan kebutuhan hidup akan dikenakan zakat. Dalam ekonomi
Islam, pinjaman tidak mengandung unsur bunga, sehingga alternative adalah
memegang dana tersebut, yang dalam hal ini tentu akan terkena beban zakat.
Alternative lain adalah menginvestasikan dana tersebut ke sector riil sehingga
hanya dikenai zakat 2,5% dari hasil keuntungan investasi. Hal ini diikuti oleh
harapan investasi bersih yang efektif akan sama dengan tingkat zakat atas asset
yang tidak atau kurang produktif.
Zakat
mempunyai peranan strategi dalam fungsi investasi Islami melalui tekanannya
kepada pihak pemilik dana atau asset untuk mendayagunakannya dalam sektor riil.
Apabila dana atau asset tersebut didiamkan, maka pemilik akan mengalami
kerugian sebesar potongan zakat dan hal ini akan berlangsung setiap tahun.
Penimbunan tersebut pada prinsipnya juga akan merugikan perekonomian secara
keseluruhan. Sebaliknya, pemanfaatan dana atau asset melalui investasi Islami,
baik dalam bentuk kontrak mudharabah, murabahah atau musyarakah dan metode
lainnya akan memberikan keuntungan
kepada masyarakat luas dalam bentuk pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan
berusaha mempererat tali persaudaraan dan lain sebagainya. Zakat juga dapat
mempengaruhi perekonomian melalui konsumsi. Zakat yang disalurkan kepada fakir
miskin dan masyarakat lemah lain nya akan memberikan pengaruh lebih besar pada
peningkatan permintaan agregat (aggregate demand) karena hasrat mengonsumsi
kelompok masyarakat tersebut relative lebih besar. Akan tetapi perlu disadari
bahwa peran meyakini dan menjalankan ibadah zakat dengan benar.
D. Zakat
dan Pajak
1. Pengertian
Zakat dan Pajak
a. Zakat
Zakat adalah hak tertentu yang diwajibkan
Allah terhadap harta kaum muslimin yang di peruntukkan bagi fakir miskin dan
mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah dan untuk mendekatkan
diri kepada –Nya serta membesihkan diri dari hartanya.
b.
Pajak
Pajak menurut para ahli keuangan ialah : kewajibab yang
ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai
dengan ketentuan, tanpa dapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk
membiayai pengeluaran – pengeluaran umum disatu pihak dan untuk merealisir
sebagian tujuan ekonomi.
2. Dasar Hukum
Wajib Pajak dan Zakat
a.
Dasar hukum wajib pajak
Dalam Al-qur’an: Dalam surat An-Nisa : 29
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ
إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَخُذۡ مِنۡ
أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ
إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya:
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”
Dalam
ayat diatas Allah melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan
yang tidak dibenarkan. Dan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk
memakan harta sesamanya
b. Dasar hukum wajib zakat:
Dalam
Al-qur’an: Dalam surat At-
Taubah: 103 yang artinya:
خُذۡ
مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ
عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
3.
Persamaan Zakat dan Pajak
a.
Sama – sama mempunyai unsur paksaan dan
kewajiban yang merupakan cara untuk menghasilkan pajak, juga terdapat dalam
zakat.
b.
Bila pajak harus disetorkan kepada
lembaga masyarakat (negara) pusat maupun daerah, maka zakat pun demikian,
karena pada dasarnya zakat itu harus diserahkan pada pemerintah sebagai badan
yang disebut dalam Al-Qur’an : amil zakat.
c.
Dalam ketentuan pajak ialah tidak
adanya imbalan tertentu, demikian halnya dalam zakat. Seseoarang membayar zakat
adalah selaku masyarakat islam.
d.
Pajak pada zaman modern mempunyai
tujuan kemasyarakatan, ekonomi dan politik disamping tujuan keuangan, maka
zakat pun mempunyai tujuan yang lebih jauh dan jangkauan yang lebih luas pada
aspek –aspek yang
disebutkan tadi dan aspek –aspek lain, semua itu sangat besar pengaruhnya
terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.
4.
Perbedaan Zakat dan Pajak
a. Zakat adalah hak yang wajib pada harta tertentu, untuk orang-orang
tertentu dikeluarkan pada masa tertentu untuk mendapatkan keridhaan Allah, membersihkan
diri, harta serta masyarakat. Sedangkan Pajak adalah beban yang ditetapkan
pemerintah yang dikumpulkan sebagai keharusan dan dipergunakan untuk menutupi
anggaran umum pada suatu segi. Dan pada segi lain, untuk memenuhi tujuan-tujuan
perekonomian, kemasyarakatan, politik, serta tujuan-tujuan lainnya yang
dirancang oleh negara.
b. Zakat
ditunaikan dengan maksud ibadah (Taqarrub) kepada Allah. Sedangkan pada Pajak,
nilai atau makna yang demikian ini tidak terpenuhi karena Pajak hanya bersifat
keharusan yang ditetapkan oleh negara.
c. Zakat
adalah kewajiban yang ditetapkan langsung kadar ukurannya oleh syari’attanpa
member peluang bagi hawa nafsu dan keinginan pribadi manusia untuk ikut dalam
menetapkannya. Sedangkan Pajak ditetapkan oleh pemerintah yang kadarnya dapat
ditambah kapan saja manakala pemerintah menginginkannya sesuai kepentingan
maslahat pribadi dan masyarakat.
d. Zakat,
telah ditetapkan temnpat penyalurannya oleh syari’at dan golongan yang berhak
menerima zakat telah ditetapkan langsung oleh Allah SWT. Adapun Pajak, hanya
dikumpulkan dalam kas negara dan dibelanjakan menurut kepentingan yang
berbeda-beda.
e. Zakat
merupakan kewajiban yang sudah ditetapkan dan bersifat kekal selama di bumi ini
ada agama Islam dan ada kaum Muslimin. Sedangkan Pajak, tidak memiliki sifat
tetap dan kekekalan, baik dari segi jenisnya, ukuran minimal wajibnya,
kadarnya, maupun tempat pembelanjaannya.
E.
Strategi
Pengembangan Zakat
Pengelolaan
zakat sudah mengalami perkembangan yang pesat, dari yang semula bersifat
tradisional ke pengelolaan zakat yang bersifat modern. Hal ini tergambar
melalui manajemen yang modern dengan dukungan berbagai teknologi yang sudah
menjamur dewasa ini, tertib hukum, tertib administrasi, disiplin dalam
pengumpulannserta pengelolaan zakat juga pendistribusiannya bernilai
transparan, efektif, efisien dan yang paling penting adalah pengelolaan yang
bersifat professional sesuai dengan ketentuanperundang-undangan dan syari’at
yang berlaku.
Pengelolaan
zakat yang baik hanya bisa dilakukan oleh suatu organisasi zakat yang baik.
Untuk itu pengelolaan zakat harus memperhatikan asas dan tujuan pengelolaan
zakat itu sendiri yaitu melaksanakan amanah para muzakki agar harta zakat
mereka dapat mencapai sasarannya sesuai dengan tuntunan agama. Hingga sekarang
ini pengelolaan zakat khususnya di Indonesia dapat dikatakan belum terlaksana
dengan baik. Walaupun pencanangan zakat sebagai modal umat Islam untuk
pembangunan dan memerangi kemelaratan dengan cara yang lebih prinsipil sudah
dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia Bapak Suharto, melalui pidato
sambutannya pada peringatan Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW di Istana Negara pada
tanggal 26 Oktober 1968, namun sampai saat ini zakat dengan segala kemampuannya
belum berhasil menepis kemelaratan yang menimpa kehidupan sebagian umat Islam
Indonesia.
Dengan demikian, dapat dikatakan
kegiatan pengelolaan zakat sampai sekarang ini baru mampu menyentuh sisi
pengumpulan dan pendistribusia, itupun pada umumnya langsung dilakukan oleh
muzakki kapada mustahik yang diinginkannya. Akibat kurangnya upaya dan kegiatan
pengelolaan harta zakat, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja zakat hari ini
belum mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan. Untuk meningkatkan kinerja
zakat di masa yang akan dating diperlukan pemikiran kreatif dan tindakan nyata
dari semua pihak, terutama pada Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat.
Adapun
strategi dalam pengelolaan dan pengembangan dana zakat serta pendistribusian
dana zakat di Indonesia yaitu sebagai berikut :
1.
Pengelolaan yang pada
awalnya dalam pendistribusian yang selalu menggunakan pola konsumtif maka lebih
baiknya pengelolaan dilakukan dengan
pola produktif yang mana tidak semua dana zakatyang terhimpun segera disalurkan
kepada para mustahik tetapi ebagian dari dana tersebut dikelola menjadi modal
usaha. Modal kemudian dikelola dan dikembangkan secara baik dan hasil
pengelolaan itu akan didistribusikan secara adil dan bijaksana.
2.
Menjaga agar tidak
berkurang secara tidak wajar.
3.
Mengamankan agar tidak
hilang.
4.
Mengembangkan dana
zakat yang terkumpul sehingga berkembang dan tidak habis sesaat.
5.
Mendata dan meneliti
mustahik yang ada, mulai dari jumlah rumah tangga dan anggota keluarga
masing-masing rumah tangga.
6.
Mendata dan meneliti
ragam kebutuhan mustahik yang terdaftar sekaligus menyusun skala prioritasnya.
7.
Membagi dana kepada
masing masing mustahik dengan asas keadilan dan pemerataan dan senantiasa
berpedoman kepada skala prioritas.
8.
Mengupayakan agar
pendistribusian tidak hanya terbatas pada pola konsumtif murni tetapi sebagian
dengan pola konsumtif kreatif.
9.
Menyerahkan bagian
masing-masing mustahik dengan cara mengantarkanya ketemppat mereka
masing-masing, bukan justru memanggil para mustahik ke kantor Badan Amil Zakat.
Strategi yang lain adalah dalam pengembangkan
teknis pembayaran zakat, yang mana di dalam kajian fisik sering dijumpai
perdebatan antara aliran satu dengan alirannya mengenai teknis pembayaran
zakat. Dulunya ada yang berpendapat zakat fitrah harus dibayarkan menggunakan
beras dan tidak boleh diuangkan dan ada juga yang berpikir sebaliknya.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Efek
multiplier dari zakat. Pelaksanaan ibadah zakat bila dilakukan secara
sistematis dan terorganisasi akan mampu memberikan efek pengganda yang tidak
sedikit terhadap peningkatan pendapatan nasional suatu negara dikarenakan
percepatan sirkulasi uang yang terjadi dalam perekonomian.
Zakat dapat
dipandang dari dua sisi yang berbeda. Pertama, zakat dipandang sebagai amal
ibadah yang tidak dapat diabaikan oleh setiap orang Islam. Bahkan, zakat
merupakan salah satu dari rukun Islam. Tidak ada perbedaan pendapat di
kalangan umat Islam dalam hal ini. Dengan demikian, seorang muslim yang
melalaikannya dianggap tidak sempurna keimanannya.
Zakat adalah hak
tertentu yang diwajibkan Allah terhadap harta kaum muslimin yang di peruntukkan
bagi fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah
dan untuk mendekatkan diri kepada –Nya serta membesihkan diri dari hartanya.
Pajak menurut para ahli keuangan ialah
: kewajibab yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada
negara sesuai dengan ketentuan, tanpa dapat prestasi kembali dari negara, dan
hasilnya untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum disatu pihak dan untuk
merealisir sebagian tujuan ekonomi.
2.
Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
lebih jauh dari kata sempurna. Banyak kekurangan untuk itu mohon kiranya para
pembaca sekalian mau memberikan masukan kritik dan saran guna perbaikan dimasa
yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Nawawi, Ismail. 2010 Zakat dalam perspektif Fiqh Sosial dan
Ekonomi. Surabaya: Putra Media Nusantara
Qardhawi, Yusuf. 1988. Hukum Zakat
dan Pajak. Jakarta: PT Pustaka Litera Antar Nusa
Surya, Sakti. 2013. Hukum Zakat dan
Wakaf di Indonesia. Yogyakarta: Kanwa Publisher
Komentar
Posting Komentar