BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Alqur’an
merupakan sumber hukum islam. Kata sumber dalam arti ini hanya dapat digunakan
untuk alqur’an maupun sunnah, karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat
ditimba hukum syar’a tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma’ dan
qiyas karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba norma hukum.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan Alqur’an?
2.
Apa yang dimaksud dilalah qoth’I dan zhanni di dalam
alqur’an?
3.
Bagaimana pendapat para ulama terhadap kehujjahan alqur’an?
C.
TUJUAN PEMBAHASAN
1.
Untuk mengetahui tentang Alqur’an
2.
Untuk mengetahui dilalah qath’I dan zhanni
3.
Untuk mengetahui bagaimana pendapat para ulama terhadap kehujjahan Alqur’an
BAB II
PEMBAHASAAN
A.
KEHUJJAHAN AL-QUR’AN DAN PANDANGAN ULAMA
Abd. Wahhab khallaf mengemukakan
tentang kehujjahan Qur’an dengan ucapannya sebagai berikut:
Bukti bahwa Qur’an menjadi hujjah atas manusia yang
hukum-hukumannya merupakan aturan yang wajib bagi manusia untuk mengikutinya,
ialah karena Alquran itu datang dari Allah dan dibawa kepada manusia dengan
jalan yang pasti yang tidak diragukan kesahannya dan kebenarannya. Sedang bukti
kalau Alqur’an itu datang dari Allah SWT, ialah bahwa Alqur’an itu membuat
orang tidak mampu membuat atau mendatangkan seperti Alquran.
Membuat tidak mampu (al I’jaaz) itu
baru terjadi, demikian Abd. Wahhab khallaf, apabila tiga hal berikut ini
terdapat pada sesuau. Yaitu adanya tantangan, adanya motivasi dan dorongan
kepada penantang untuk melakukan tantangan-tantangan dan ketiadaan penghalang
yang mencegah adanya tantangan.
1.
Pandangan imam malik
Menurut imam malik,hakikat alquran adalah kalam allah yang lafazh
dan maknanya dari allah SWT. Ia bukan mahkluk, karena kalam adalah termasuk
sifat allah,tidak dikatakan makhluk,bahkan dia memberikan predikat kafir zindiq
terhadap orang yang menyatakan al quran makhluk.
Imam malik juga sangat keberatan untuk
menafsirkan al quran secara murni tanpa memakai atsar,sehingga beliau berkata,
“seandainya aku mempunyai wewenang untuk membunuh seseorang yang menafsirkan al
quran (dengan daya nalar murni), maka akan ku penggal leher orang itu.
Berdasarkan ayat 7 surat ali-imran petunjuk
lafazh yang terdapat dalam al quran ada 2 macam,yaitu muhkamat dan mutasyabihat
(sesuai surah ali Imran ayat 7).
a)
Ayat- ayat muhkamat
Ayat muhkamat
adalah ayat yang tegas dan terang maksudnya serta dapat dipahami dengan mudah
b)
Ayat –ayat mutasyabihat
Ayat
mutasyabihat adalah ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian yang tidak
dapat ditentukan artinya, kecuali setelah diselidiki secara mendalam.
2.
Pandangan syafi’i
Menurut imam syafi’I, sebagaimana
pendapat ulama yang lain, Imam syafi’I menetapkan bahwa sumber hukum islam yang
paling pokok adalah al-quran.Bahkan beliau berpendapat, “Tidak ada yang
diturunkan kepada penganut agama manapun, kecuali petunjuk terdapat didalam
al-quran.”(asy-syafi’I,1309-20)oleh karena itu
Imam syafi’I senantiasa mencantumkan nash-nash Al-quran setiap kali
mengeluarkan pendapatnya.sesuai metode yang digunakannya,yakni deduktif.
Namun, asy-syafi’I menganggap bahwa al-quran
tidak bias dilepaskan dari sunnah.karena kaitan antara keduanya sangat erat
sekali. Kalau para ulama lain menganggap bahwa sumber hukum islam pertama
Al-quran dan kedua as-sunnah,maka imam syafi’I berpandangan bahwa Al-quran dan
sunnah itu berada pada satu martabat. (keduanya wahyu illahi yang berasal dari
Allah firman Allah : (surat an-najm : 4)
Sebenarnya, Imam syafi’I pada beberapa
tulisannya yang lain tidak menganggap bahwa Al-quran dan sunnah berada dalam satu martabat (karena
dianggap sama-sama wahyu, yang berasal dari allah), namun kedudukan sunnah
tetap setelah al-quran.Al-quran seluruhnya bahasa arab. Tapi asy syafi’I
menganggap bahwa keduanya berasal dari Allah SWT.
Kemudian asy syafi’I menganggap al-quran itu
seluruhnya itu bahasa arab, dan ia menentang mereka yang beranggapan bahwa di
dalam al quran terdapat bahasa ‘ajam’ (luar arab).
3.
Pandangan imam ahmad ibnu hambal
Pandangan imam ahmad, sama dengan
imam syafi’I dalam memposisikan al-quran sebagai sumber utama hukum islam dan
selanjutnya diikuti oleh sunnah.Al-quran merupakan sumber dan tiangnya agama
islam,yang didalamnya terdapat berbagai kaidah yang tidak akan berubah dengan
perubahan jaman dan tempat.Al-quran juga mengandung hukum-hukum global dan
penjelasan mengenai akidah yang benar, di samping sebagai hujjah untuk tetap
berdirinya agama islam.
Ahmad ibnu hambal sebagaimana para
ulama lainnya berpendapat keduanya juga di anggap berada pada satu martabat,
sehingga beliau sering menyebut keduanya dengan istilah nash (yang terkandung
di dalamnya Al-quran dan sunnah).Dalam penafsiran Al-quran ia betul-betul
mementingkan sunnah.Misalnya anak laki-laki haram berkhalawat dengan
wanita yang bukan muhrimnya atau melihat
auratnya, karena hal itu akan membawa perbuatan haram yaitu zina.Menurut
zumur,melihat aurat dan berkhalawat dengan wanita yang bukan muhrimnya yaitu
disebut pendahuluan yang haram (muqaddimah al-hurmah)Sikap Ahmad bin hanbal
dalam konteks ini ada tiga poin :
a.
Sesungguhnya zahir Al-quran tidak mendahulukan as-sunnah
b.
Hanya Rasulullah saja yang berhak menafsirkan atau menrakwilkan
Al-quran.
c.
Jika tidak dietemukan tafsir dari nabi, penafsiran sahabatlah yang
digunakan,Karena merekalah yang menyaksikan turunnya Al-quran dan mendengarkan
takwil dari nabi.
B.
QATH’IY DAN ZANNY DALAM AL-QUR’AN :KAITANNYA DENGAN IJTIHAD
1.Qath’i dan
Zhanni
Al-quran yang diturunkan secara
mutawatir, dari segi turunnya berkualitas qath’I (pasti benar). Akan tetapi
hukum-hukum yang dikandung al-quran ada kalanya bersifat qath’I (pasti benar)da
nada kalanya bersifat zhanni (relatif benar)
Istilah qath’I dan zhanni masing-masing
terdiri atas dua bagian,yaitu yang menyangkut at-tsubut (kebenaran sumber) dan
al-dalalah (kandungan makna).Tidak terdapat perbedaan pendapat dikalangan umat
islam menyangkut kebenaran sumber al-quran, Semua bersepakat meyakini bahwa
redaksi ayat-ayat al-quran yang terhimpun dalam mushaf dan dibaca kaum muslim
diseluruh penjuru dunia adalah sama tanpa sedikit perbedaan dengan yang
diterima nabi Muhammad saw dari allah memalui malaikat jibril.
Ayat yang bersifat Qath’I adalah
lafadz-lafadz yang mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami makna
lain darinya.Dalil-dalil qath’I dapat dipahami begitu saja dan penolakan
terhadapnya berarti bentuk kekufuran. Misalnya, masalah akidah, seperti
keyakinan terhadap surge dan neraka, serta yaumul hisab, adalah masalah-masalah
agama yang tidak dapat dibantah lagi kepastiannya sehingga kita tidak punya
alas an untuk tidak meyakininya.Adapun ayat yang mengandung hukum zhanni adalah
lafadz-lafazd yang dalam al-quran mengandung pengertian lebih dari satu dan
memungkinkan untuk di ta’wilkan
Dilihat dari segi kepentingan
seseorang, ijtihad perlu dilakukan pada:
a.
Suatu peristiwa tertentu yang waktunya terbatas
b.
Suatu peristiwa tertentu yang memerlukan hukum syar’a
c.
Dalam hal-hal atau peristiwa yang belum terjadi, yang kemungkinan
nanti akan diperlukan hukum syarak tentang hal itu, untuk itu perlu dilakukan
ijtihad karena adanya kemungkinan orang memerlukan hukumnya pada waktu ia
sendiri.
Contoh
Qath’i
1.
Aqimu al-shalah
Artinya: Dirikanlah shalat”
Jika perhatian hanya ditunjukkan kepada nash
al-quran yang berbunyi aqimu Al-shalah, maka nash ini tidak pasti menunjuk
kepada wajibnya shalat, walaupun redaksinya berbentuk perintah, sebab banyak
ayat al-quran yang menggunakan redaksi perintah, sebab banyak ayat al-quran
yang menggunakan redaksi perintah tapi dinilai bukan sebagai perintah
wajib.kepastian tersebut datang dari pemahaman terhadap nash-nash lain (yang
walaupun dengan redaksi atau konteks berbeda-beda,disepakati bahwa kesemuanya
mengandung makna yang sama.
Contoh Dzanny
2.
QS.Al baqarah : 228
Artinya : Wanita-wanita yang ditalak
hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali
quru”.(Q.S.Al baqarah : 228)
Lafadz quru dalam bahasa arab adalah musytarak
(satu kata dua artinya atau lebih). Didalam ayat tersebut bisa berarti bersih
(suci) dan kotor (masa haidh) pada nash tersebut memberitahukan bahwa
wanita-wanita yang ditalak harus menunggu tiga kali quru’.dengan demikian ,akan
timbul dua pengertian yaitu tiga kali bersih atau tiga kali kotor.jadi adanya
kemungkinan itu, maka ayat tersebut tidak dikatakan qath’i.karena itu dalam hal
ini para imam mujtahid berbeda pendapat tentang masa menunggu (‘iddah) bagi
wanita yang dicerai, ada yang mengatakan tiga kali bersih da nada yang
mengatakan tiga kali haifh.
Contoh
Qath’I dan Dzanny
Suatu ayat dapat dikatakan menjadi qath’I dan
zhanniy pada saat yang sama firman Allah yang berbunyi yang artinya : Dan
basuhlah kepalamu “
Adalah qath’I
al-daladah menyangkut wajibnya membasuh kepala dalam berwhudu.tetapi ia zhanni
al-daladah dalam hal batas atau kadar kepala yang harus dibasuh . ke qath’iyan
dank e zhanniyan tersebut disebabkan karena seluruh ulama’ ber-ijma’ (sepakat)
menyatakan kewajiban membasuh kepala dalam berwhudu berdasarkan berbagai
argumentasi. Dari datangnya sunnah mutawatirah, itu pasti, Qath’I datang dari
Rasulullah SAW, karena mutawatir (bertubi-tubi) Nya pemindahan itu menimbulkan
ketetapan dan kepastian tentang sahnya berita tersebut. Sedangkan sunnah yang
masyhurah, pasti datangnya dari sahabat yang telah menerimanya dari Rasulullah
karena tawatir (bertubi-tubi) Nya pemindahan dan penukilan dari para sahabat
mereka, akan tetapi hal itu tidak pasti datangnya dari Rasulullah karena yang
pertama kali menerimanya bukanlah kelompok tawatir. Karena itu kelompok Hanafiyah
menganggap sunnah masyurah ini sebagai sunnah yang mutawatirah. Mereka
berpendapat bahwa tingkatan sunnah masyurah ini antara sunnah yang mutawatirah
dan sunnah ahad.
Ada pula yang menyebutkan sunnah hamiyah,
yaitu sesuatu yang ingin dilakukan oleh Nabi, tetapi belum sampai beliau
lakukan. Sunnah-sunnah Rasulullah itu wajib kita laksanakan, menjadi hujjah
bagi umat islam, apabila ia keluar dan datang dari Rasulullah dalam kualitas
beliau sebagai Nabi, sebagai utusan Allah yang membawa syariat, dan yang
dengannya bertujuan membentuk hukum atau syariat islam. Karena Nabi SAW itu
juga adalah manusia, sehingga bagaimana beliau duduk, bagaimana beliau tidur,
dan seumpamanya, tidaklah menjadi hujjah bagi kita. Samping itu ada pula sunnah
atau perbuatan yang khusus bagi Nabi, dan untuk itu kita tidak melakukannya,
seperti istrinya lebih dari empat. Umat islam tidak boleh melakukan perkawinan
lebih dari empat orang istri.
C.
KANDUNGAN ALQUR’AN TENTANG EKONOMI KEUANGAN
Di dalam ayat (Q.S. Al-Maida: 3)
telah menjelaskan bahwa dia telah menyempurnakan agama kita untuk kita. Maka,
agama ini tidak akan kurang selama-lamanya, dan tidak butuh tambahan
selama-lamanya. Ayat ini merupakan /nash (teks) yang nyata, bahwa agama islam
tidaklah meninggalkan sesuatupun yang dibutuhkan oleh manusia didunia dan di
akhirat, kecuali agama ini telah menerangkannya dan telah menjelaskannya, apa
saja perkara itu. Diantara masalah besar yang dijelaskan oleh islam dan
merupakan topic pembicaraan dunia adalah masalah ekonomi. Alqur’an telah
menjelaskan prinsip-prinsip ekonomi yang semua cabang-cabang kembali kepadanya.
Hal itu karena masalah-masalah ekonomi kembali kepada dua prinsip:
1.
Kecerdasan di dalam mencari harta.
2.
Kecerdasan di dalam membelanjakan pada tempat-tempatnya.
Perhatikanlah bagaimana di dalam
kitabnya, Allah membuka jalan-jalan untuk mencari harta, dengan cara-cara yang
sesuai dengan kehormatan dan agama. Allah telah menerangi jalan di dalam hal
tersebut. Pada (Q.S. Al-Jumu’ah: 10)
Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu
di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung.
Dan perhatikanlah,
bagaimana Allah memerintahkan sikap hemat di dalam membelanjakan harta, (Q.S.
Al- Isra’: 29)
Artinya: Dan janganlah kamu jadikan tangan mu terbelenggu pada
lehermu dan janganlah kamu mengulurkannya.
Dan perhatikanlah
bagaimana Allah melarang membelanjakan harta pada perkara yang tidak halal
membelanjakan pada hartanya, (Q.S.Al-Anfaal: 36)
Artinya: mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi
sesalan bagi mereka dan mereka akan dikalahkan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Secara
etimology Alquran adalah bentuk masdhar yang dapat diartikan sebagai isim
maf’ul yaitu maqru berarti yang dibaca. Secara terminology Alqur’an adalah
kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, dinilai ibadah membacanya
yang dimulai dari awal surah Al-fatihah dan di akhiri surah An-nas.
DAFTAR PUSTAKA
Umar Muin. 1985. Ushul Fiqh II ( Jakarta: Pembinaan
Perguruan tinggi Agama Islam).
Djalil Basiq. 2010. Ilmu Ushul Fiqih I dan II ( Jakarta:
Kencana Prenada Media Group).
Komentar
Posting Komentar